x

Calon pemudik yang terjaring razia penyekatan berjalan menaiki bus yang akan membawa mereka ke Terminal Pulogebang, Jakarta, di Pintu Tol Cikarang Barat, Bekasi, Kamis, 21 Mei 2020. Para pemudik diarahkan kembali menuju Jakarta karena penerapan larangan mudik Lebaran. ANTARA/Nova Wahyudi

Iklan

Raihan Haniq

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Januari 2022

Senin, 10 Januari 2022 09:47 WIB

Tradisi Marantau dalam Masyarakat Minangkabau

Artikel ini sangat bagus dibaca untuk menambah wawasan mengenai budaya marantau

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kebudayaan merupakan suatu hal unik yang dimiliki oleh setiap daerah, salah satu kebudayaan yang sudah tidak asing bagi kita adalah Merantau. Di Indonesia terdapat beberapa suku yang terkenal memiliki budaya Marantau diantara lain adalah Minangkabau, Suku Bugis-Makassar, Suku Banjar, Suku Bawean, Suku Batak, dan Suku Madura. Namun pada artikel ini, yang akan dibahas adalah Marantau dalam suku Minangkabau. Merantau atau Marantau merupakan salah satu budaya yang telah mengakar turun temurun dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

Budaya marantau telah menjadi ciri khas bagi pemuda Minang sejak zaman dahulu hingga sekarang. Tradisi marantau ini dianggap sebagai sebuah nilai lebih yang dimiliki seorang pemuda Minang, membuktikan suatu keadaan mereka telah cukup usia dan kesiapan baik dari segi materi dan non materi. Selain itu, marantau menjadi sebuah bentuk pembuktian diri, karena pada dasarnya, merantau memang membutuhkan kesiapan, suatu kondisi dimana seseorang jauh dari orang tua dan sanak saudara.

Bukan menjadi hal baru bagi kita bahwa ketika seseorang hidup di  pernatauan maka ia harus beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan sekitar dimanapun perantau berada. Salah satu pepatah yang menjadi dasar dari cara hidup ini adalah ”Dima Bumi Dipijak, Disitu Langik Dijunjuang”, pepatah ini memiliki makna kehidupan yang sangat dalam. Dimanapun kita berada, dengan siapapun kita berinteraksi, kita harus mampu beradaptasi dengan baik. Kita tidak boleh merasa hebat daripada orang lain, dan tidak boleh melanggar aturan-aturan yang berlaku di daerah rantau.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Meskipun begitu, kita tidak boleh terpengaruh hal-hal buruk yang ada di tempat baru, dan hendaknya kita membawa oengaruh yang baik. Salah satu contoh ketika seorang pemuda yang berasal dari salah satu Nagari (sebutan untuk desa di daerah Minangkabau) pergi merantau ke kota besar, yang mana sama-sama kita ketahui kota besar merupakan tempat bertemunya segala macam budaya, baik yang baik maupun yang buruk. Pemuda yang merantau hendaknya mampu menjaga diri dan marwah kampung halaman.

            Seiring perkembangan zaman, tradisi merantau telah mengalami perubahan, kita tahu bahwa tradisi marantau di Minangkabau dahulunya dilakukan oleh pemuda laki-laki Minang, hal ini dikarenakan sistem warisan yang berdifat matrilinial sehingga akan diwariskan pada anak perempuan, sedangkan anak laki-laki haruslah mencari penghidupan untuk masa depan mereka. Ketika merantau, tidak sedikit pula pemuda Minangkabau yang mencari jodoh di daerah rantau.

            Namun seiring berjalannya waktu, tradisi ini juga dilakukan oleh Gadis Minang. Pada zaman sekarang ini, perempuan tidak mau ketinggalan daripada laki-laki dan ingin menghapuskan stereotip bahwa perempuan hanya melakukan urusan rumah. Tidak sedikit perempuan Minangkabau yang sukses di daerah rantau, seperti Arzerti Bilbina dan Desi Anwar.

            Merantau merupakan salah satu tradisi unik yang sekarang telah mengalami berbagai perubahan, akses transportasi dan informasi komunikasi yang semakin canggih membuat para perantau tidak lagi kesukitan dalam melakukan perjalan dan komunikasi dengan keluarga di kampung halaman.

Ikuti tulisan menarik Raihan Haniq lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu