x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 11 Januari 2022 20:05 WIB

Wacana Presiden 3 Periode Digaungkan Lagi, Kepentingan Siapa?

Aturan konstitusional itu semestinya ditegakkan secara konsisten dan bukan diubah sesuka hati sesuai kepentingan kelompok tertentu. Siapapun memiliki tanggungjawab untuk mendorong agar semua pihak konsisten pada aturan konstitusional itu. Janganlah masyarakat didorong-dorong untuk ikut serta mengubah aturan dua periode demi memenuhi hasrat kuasa sebagian kecil orang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Wacana tentang masa jabatan presiden tiga periode kembali disuarakan di ruang publik. Lembaga Survei Indikator Politik kembali mempublikasikan hasil survei mereka mengenai isu tersebut. Nyaris bersamaan, Menteri Investasi Bahlil menyatakan bahwa para pengusaha ingin masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang.

Entah mengapa, wacana mengenai perpanjangan masa jabatan maupun presiden tiga periode selalu diulang-ulang, seakan-akan pengusung wacana ini tidak peduli bahwa konstitusi telah mengatur masa jabatan maksimal dua periode alias dua kali lima tahun. Pertanyaan mengenai dua hal itu berulang kali juga diajukan dalam survei. Untuk mengetahui perkembangan respon masyarakat atau untuk menggiring pikiran warga masyarakat?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aturan konstitusional itu semestinya ditegakkan secara konsisten dan bukan diubah sesuka hati sesuai kepentingan kelompok tertentu. Siapapun, termasuk lembaga survei maupun menteri kabinet, memiliki tanggungjawab untuk mendorong agar semua pihak konsisten pada aturan konstitusional itu. Janganlah masyarakat didorong-dorong untuk ikut serta mengubah aturan dua periode itu demi memenuhi keinginan sebagian kecil orang.

Periode dua periode masa jabatan merupakan ukuran yang optimal bagi siapapun yang ingin mengabdikan diri kepada bangsa dan negara melalui jabatan itu. Pembatasan diperlukan untuk memberi kesempatan kepada anak bangsa lainnya yang juga ingin mengabdi. Pembatasan juga penting agar seseorang yang duduk di kursi presiden kemudian agar tidak lupa untuk berdiri alias ingin terus berkuasa. Pembatasan juga membuka peluang bagi tampilnya pemimpin baru yang mungkin mampu memimpin dengan lebih baik.

Mungkinkah ada konflik kepentingan pada lembaga survei? Biasanya, lembaga survei di Indonesia sekaligus bertindak sebagai konsultan politik dan komunikasi politik bagi pihak tertentu. Dalam pilkada, umpamanya, banyak konsultan politik calon kepala daerah yang melakukan survei untuk mengetahui respon masyarakat terhadap calon tersebut maupun calon-calon lain yang berpotensi menjadi kompetitor. Sebagai konsultan, lembaga survei juga memberi pandangan, penilaian, saran, hingga melakukan berbagai upaya untuk mendukung pencalonan kliennya.

Di satu sisi, hasil survei digunakan sebagai bahan evaluasi konsultan dan politisi yang menyewanya untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat, popularitasnya, maupun kemungkinannya untuk terpilih. Juga, untuk mengetahui posisi kompetitor, apa yang dianggap kekuatan dan kelemahan sendiri maupun kompetitor.

Di sisi lain, hasil survei yang bagus dapat dimanfaatkan untuk memengaruhi opini atau persepsi masyarakat terhadap calon tersebut. Dalam batas-batas tertentu, penggunaan hasil survei yang bagus wajar saja bila dipakai untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa calon tersebut diminati oleh masyarakat. Masyarakat mungkin saja terpengaruh dan kemudian beralih pilihan kepada calon tersebut—inilah yang diinginkan. Walaupun begitu, hasil pemungutan suara bisa saja berbeda dari hasil survei.

Kendati begitu, semua itu dilakukan masih dalam koridor aturan yang berlaku. Dalam konteks perpanjangan masa jabatan maupun presiden tiga periode, ini sudah tidak sesuai dengan konstitusi. Hasil survei cenderung digunakan untuk menyokong ide perpanjangan masa jabatan maupun masa jabatan tiga periode. Bukan tidak mungkin, ini merupakan agenda sebagian kecil orang yang kemudian dicarikan opini penyokongnya melalui kegiatan survei. Apabila dari hasil survei terjadi peningkatan jumlah yang setuju masa jabatan tiga periode, walaupun angkanya mungkin sangat kecil, namun kemudian digunakan untuk mendukung gagasan mengubah aturan dalam konstitusi mengenai pembatasan masa jabatan dua periode.

Aturan konstitusi semestinya tidak diubah hanya untuk mengakomodasi kepentingan pihak tertentu dan mengorbankan apa yang baik bagi masyarakat dan pertumbuhan demokrasi kita. Pengalaman historis pada masa Orde Lama di bawah Soekarno dan Orde Baru di bawah Soeharto mestinya sudah cukup alasan bagi kita untuk menjaga aturan konstitusional mengenai pembatasan masa jabatan presiden selama dua periode saja.

Bila aturan ini diubah dengan alasan tertentu, yang tentu saja mudah dibuat, dan untuk menampung kepentingan tertentu, maka ini berpotensi menjadi langkah menuju kembalinya masa kepresidenan yang bisa mencapai puluhan tahun, bukan hanya tiga periode. Tiga periode saja sudah 15 tahun. Bayangkan, bila di tahun pertama masa jabatan seorang presiden, usia Anda 30 tahun, maka Anda baru akan menjumpai presiden baru lagi saat usia Anda 45 tahun! Itupun jika tidak muncul wacana 4 periode.

Ibarat bunyi iklan furnitur zaman dulu: sudah duduk, lupa berdiri. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB