x

Iklan

<h1>test</h1>

<h1>test</h1>
Bergabung Sejak: 6 Januari 2022

Selasa, 11 Januari 2022 20:07 WIB

Institusi Sekolah sebagai Organisasi Pembelajar

Organisasi sekolah yang cerdas diperlukan kesearahan atau harmoni antara berbagai unsur sekolah. Untuk melakukan sinergi diperlukan komitmen dari masing-masing individu, tanpa komitmen untuk bekerja dalam sistem, maka sinergi tidak akan terjadi. Artinya berusaha menjadikan sekolah sebagai institusi yang mau terus belajar, tanpa terus menggantungkan pada dinas atau pemerintah dalam mengatasi segala permasalahan yang dihadapi sekolah. Sekolah, sebagai organisasi pendidikan memiliki misi utama yakni mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga dituntut untuk peka terhadap perkembangan jaman. Kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di segala dimensi baik teknologi, kebijakan, sosial maupun ekonomi dapat memastikan sekolah tersebut unggul atau tidak dalam menjalankan misi dibidangnya. Oleh karena kepekaan tersebut kunci eksistensi sekolah membutuhkan redesain organisasi guna terciptanya perubahan sekolah kearah yang dinamis bukan statis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dasar dari sebuah organisasi pada umumnya sama seperti makhluk hidup, eksistensinya sangat bergantung pada kemampuan dan kecakapan beradaptasi dengan lingkungan dan sekitarnya.

Sekolah, sebagai organisasi pendidikan memiliki misi utama yakni mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga dituntut untuk peka terhadap perkembangan jaman. Kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di segala dimensi baik teknologi, kebijakan, sosial maupun ekonomi dapat memastikan sekolah tersebut unggul atau tidak dalam menjalankan misi dibidangnya.

Oleh karena kepekaan merupakan kunci eksistensi lembaga pendidikan. Sekolah membutuhkan redesain organisasi guna terciptanya perubahan kearah yang dinamis bukan statis. Organisasi yang dinamis selalu mengedepankan kerjasama dan kontribusi dari semua elemen. Tujuannya adalah mencapai peningkatan mutu pendidikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekolah dengan segala komponennya tidak hanya membelajarkan siswa, tetapi institusi sekolah sendiri juga harus belajar. Hal ini didasarkan pada sebuah konsep baru dalam keorganisasian yang mengangkat paradigma Learning Organization atau organisasi pembelajar yang dewasa ini mulai mengadopsi paradigma organisasi modern terapan perusahaan terkemuka.

Guna mengatasi persoalan disfungsi budaya dan manajerial paradigma baru yakni learning organization atau diterjemahkan menjadi organisasi pembelajar.

Pusat pembelajaran organisasional yang bermarkas di MIT telah mempelajari fenomena organisasi pembelajaran sebagai sebuah proses dan tujuan manajemen sejak tahun 1990.

Hasil penelitian lembaga tersebut menunjukkan bahwa pembangunan organisasi pembelajaran memerlukan perubahan mendasar dalam pola pikir dan tindakan yang berlawanan dengan kepercayaan konvensional dan reaksioner.

Perubahan dari keadaan organisasi yang terpecah-pecah, persaingan, dan reaksioner menuju organisasi yang sistemik, kooperatif, dan kreatif juga memerlukan suatu “perlawanan Galilean” menuju pembangunan persamaan komitmen. Dalam hal ini, komitmen dalam sisi lain merupakan kesetiaan personal yang mencakup kepada kesetiaan terhadap perubahan sosial melalui suatu organisasi.

Menurut beberapa ahli, diantaranya Sange (1994), menyebutkan organisasi pembelajar adalah organisasi tempat dimana anggota-anggotanya secara terus menerus meningkatkan kapasitasnya untuk menciptakan pola berfikir baru dengan membiarkan berkembangnya aspirasi kreatif dan tempat orang terus menerus berupaya belajar bersama.

Selain itu, menurut Garvin (1993 : 78-91), organisasi pembelajar adalah organisasi yang senantiasa berusaha, menciptakan, mencari, dan mentransfer pengetahuan serta memodifikasi perilakunya berdasarkan pengetahuan dan wawasan baru tersebut.

Dari beberapa definisi diatas, sekolah yang menerapkan dirinya sebagai organisasi pembelajar adalah sekolah yang menerapkan secara efektif esensi dari makna pendidikan yaitu learning atau pembelajaran.

Dimana esensi makna pendidikan itu sendiri mengarah pada pembelajaran yang menyangkut ; 1) Learning to know (berorientasi pada pengembangan atau perluasan pengetahuan individu)

 2) Learning to do (berorientasi pada skill atau keterampilan individu)

3) Learning to be (berorientasi pada tanggung jawab diri, nilai, dimana seseorang mampu bertindak sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang ia miliki secara bertanggung jawab, sehingga mulai terbentuk kepribadian yang baik)

 4) Learning to live together in peace and harmony (tahap ini merupakan keseluruhan dari proses pembelajaran yang efektif, dimana seseorang mampu beradaptasi dan hidup bersama secara damai dalam lingkup masyarakat luas.

Sekolah sebagai organisasi pembelajar juga akan selalu bersikap terbuka untuk belajar, sehingga keterlibatan seluruh personil sekolah sangat dominan untuk menciptakan efektivitas sekolah.

Ada beberapa dimensi organisasi pembelajaran (learning organization) yang dikemukakan oleh Aan Komariah dan Cepi Triatna (2008 : 59-64), diantaranya:

1) Transfering knowledge yaitu berorientasi pada terjadinya transformasi ilmu pengetahuan

2) Opennes yaitu keterbukaan sistem dalam menerima pengetahuan atau pengalaman dari berbagai pihak, baik yang bersifat kritik, saran, pendapat, mupun lainnya

3) System Thinking yaitu kemampuan berfikir secara sistematis mencakup makna kemampuan untuk selalu berfikir dan bertindak dengan pendekatan yang menyeluruh, serta mampu menimbang segala unsur yang berkaitan

4) Team Learning, adalah kemampuan dan kemauan belajar dan bekerja sama dalam tim

5) Creativity sebagai kemampuan seseorang melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

6) Emphaty merupakan sifat yang penuh dengan kepedulian dan respon terhadap berbagai keadaan.

 7) Personil Maturity berhubungan dengan kemapanan SDM yang ada dalam organisasi sekolah.

Proses tranformasi pengetahuan yang menjadi dimensi organisasi pembelajar akan memberikan dampak positif terhadap proses kedewasaan individu, baik kedewasaan secara akademis maupun sosial.

Tidak hanya pengetahuan dan wawasan saja yang akan bertambah, namun kemampuan dalam bersikap ataupun bersosialisasi akan menjadi budaya bagi sekolah. Hal ini juga dapat mewujudkan pendidikan yang berkarakter.

 Secara realita, sekolah-sekolah kita belum mampu secara optimal menerapkan budaya Learning Organization tersebut.

Dalam struktur organisasi juga terlihat hubungan dan mekanisme kerja antara kepala sekolah, guru, murid dan pegawai tata usaha sekolah serta pihak lain diluar lingkungan sekolah.

Hal ini tak dapat dilepas pisahkan dari peran kepemimpinan dalam sebuah institusi pendidikan yang sangat fundamental untuk menjadikan institusinya sebagai organisasi pembelajar.

Untuk dapat mewujudkan organisasi pembelajar, maka seorang pemimpin pada sebuah institusi pendidikan dituntut untuk mampu melaksanakan peranan-peranannya secara terpadu.

Secara etimologi kepala sekolah adalah guru yang memimpin sekolah. Berarti secara terminologi kepala sekolah dapat diartikan sebagai tenaga fungsional guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Kepala Sekolah merupakan pimpinan tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinananya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern kepemimpinan kepala sekolah merupakan jabatan strategis dalam mencapai tujuan pendidikan.

Menurut Soewadji Lazaruth, terdapat tiga (3) fungsi kepala sekolah yaitu sebagai:

1) Administrator Pendidikan

2) Supervisor Pendidikan dan

3) Pemimpin Pendidikan

Kepala sekolah berfungsi sebagai administrator pendidikan berarti untuk meningkatkan mutu sekolahnya, seorang kepala sekolah dapat memperbaiki dan mengembangkan fasilitas sekolahnya misalnya gedung, perlengkapan atau peralatan dan lain-lain yang tercakup dalam bidang administrasi pendidikan.

Kepala sekolah berfungsi sebagai supervisor pendidikan berarti usaha peningkatan mutu dapat pula dilakukan dengan cara peningkatan mutu guru-guru dan seluruh staf sekolah, misalnya melalui rapat-rapat, observasi kelas, perpustakaan dan lain sebagainya.

Kepala sekolah berfungsi sebagai pemimpin pendidikan berarti peningkatan mutu akan berjalan dengan baik apabila guru bersifat terbuka, kreatif dan memiliki semangat kerja yang tinggi. Suasana yang demikian ditentukan oleh bentuk dan sifat kepemimpinan yang dilakukan kepala sekolah.

Pentingnya kelima komponen Learning Organization yakni: keahlian pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran oleh tim, dan berpikir sistemik dapat berjalan secara harmoni.

Menurut Ismawan (2005), harmoni sendiri berkaitan dengan “Kesearahan” yaitu suatu proses bagaimana agar potensi-potensi individu dalam organisasi disatukan secara sinergis. Kumpulan orang cerdas dalam suatu organisasi tidak secara otomatis membuat organisasi tersebut menjadi cerdas.

Organisasi sekolah yang cerdas diperlukan kesearahan atau harmoni antara berbagai unsur sekolah. Untuk melakukan sinergi diperlukan komitmen dari masing-masing individu, tanpa komitmen untuk bekerja dalam sistem, maka sinergi tidak akan terjadi. Betapa pentingnya komitmen ini, sehingga Kofman dan Senge (1993) menyebut komitmen ini sebagai the heart of leaning organization.

Membangun sekolah sebagai organisasi pembelajar berarti berusaha menjadikan sekolah sebagai institusi yang mau terus belajar, tanpa terus menggantungkan pada dinas atau pemerintah dalam mengatasi segala permasalahan yang dihadapi sekolah.

Hal yang paling mendasar untuk segera dipelajari oleh sekolah dalam rangka membangun watak, perilaku, dan keunggulan kompetitif peserta didik adalah dengan cara membangun kultur sekolah.

Menurut Zamroni (2005) kultur sekolah menjadikan sekolah sebagai lembaga yang mensinergikan seluruh komponen sekolah dan masyarakat sebagai kekuatan yang harmonis sehingga sekolah memiliki kekhasan dan mampu memiliki keunggulan tertentu. Sekolah yang dibangun mesti didasarkan pada kultur tertentu yang memiliki birokrasi yang demokratis, model pelayanan yang prima, pola pengaturan kelas dan kantor guru administrasi yang kondusif dan kepemimpinan kepala sekolah yang egaliter.

Dengan demikian, kepemimpinan termasuk di dalamnya kepemimpinan kepala sekolah sangat ditekankan pada pentingnya pemimpin (leader) untuk memberikan perlakuan yang egaliter dan memposisikan bawahan (follower) sebagai sosok yang penting dalam suatu organisasi, sehingga bawahan merasa bahwa dirinya diperlukan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik <h1>test</h1> lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler