Sudah hampir dua pekan berjalan pembelajaran tatap muka seratus persen, artinya semua siswa sudah dihadirkan kembali disekolah. Suka cita dan kegembiraan memenuhi hati semuanya, baik itu guru, orang tua maupun siswa. Komitmen untuk tetap taat protokol kesehatan, benar-benar diterapkan, meskipun itu menjadikan pekerjaan disekolah maupun orang tua bertambah.
Orang tua harus mengantar dan menjemput putra putrinya, padahal mereka juga harus bekerja, sedangkan jam kepulangan siswa tentu saja tidak sama dengan jam kerja orang tua. Beruntung anak sudah diijinkan untuk naik transportasi umum dengan catatan taat prokes.
Lain hal dengan disekolah. Baru pekan pertama sudah banyak sekali hal yang menjadi tantangan. Mulai dari pengaturan jam belajar, pengaturan piket petugas yang mengawal siswa agar tetap taat protokol kesehatan, sampai dengan tantangan menghadapi siswa yang belum berkenan hadir disekolah.
Disamping itu, keriuhan disekolah tidak sebatas meyakinkan siswa untuk kembali ke sekolah, ternyata guru juga butuh kesiapan mental untuk bertemu dengan siswa. Ada saja keluhan yang disampaikan guru tentang karakter siswa yang sebelumnya tidak pernah dikenal secara langsung, meskipun sudah sempat bertemu saat PTM terbatas. Tetapi waktu belajar yang singkat, menyebabkan pemahaman guru terhadap karakter siswa menjadi kurang maksimal, alhasil ada saj kejadian miskomunikasi antara guru dan siswa di kelas.
Situasi ini membutuhkan penanganan yang segera agar permasalahan tidak berlarut-larut. Guru menjadi bagian Kepala Sekolah untuk berdiskusi dan menemukan solusi, agar dapat lebih cepat beradaptasi dengan kondisi siswa yang sudah terlanjur nyaman belajar dirumah. Sedangkan siswa menjadi bidang garapan guru BK agar lebih paham akan etika dan tata krama berkomunikasi dengan guru. Bekal tentang ketrampilan berkomunikasi bagi siswa menjadi penting, mengingat selama hampir dua tahun mereka lebih banyak berinteraksi melalui dunia maya yang tentunya beda dengan dunia nyata. Diskusi ringan menjadi jalan keluar awal agar siswa tidak merasa sebagai pihak yang selalu disalahkan.
Hal-hal kecil tapi bisa jadi mengganggu dalam proses pembelajaran tatap muka kembali ini perlu untuk diperhitungkan agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan memenuhi harapan semua pihak. Bukan saling menyalahkan tetapi saling bergandeng tangan untuk menemukan kenyamanan.
Ikuti tulisan menarik Anita Rakhmi Shintasari lainnya di sini.