x

Iklan

Kang Nasir Rosyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 19 Januari 2022 13:19 WIB

Kasus Korupsi Paling Aneh, Ada yang Disuap, Tak Ada Penyuapnya

Kasus Korupsi Pengelolaan Parkir Pasar Kranggot Cilegon Banten

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Barangkali, inilah kasus korupsi paling aneh di Indonesia. Ada yang di vonis sebagai penerima suap, tapi pemberi suap masih berkeliaran enak makan tidur tanpa mendapat status hukum apapun.

Adalah Kadishub Kota Cilegon Uteng Dedi Afendi (UDA), pada agustus 2021, ditangkap Kejaksaan Negeri Cilegon terindikasi terlibat kasus korupsi. Setelah di proses di Kejaksaan, statusnya menjadi tersangka atas pemberian Suap Pengelolaan Parkir Pasar Kranggot Cilegon-Bantensebasar Rp.530jt  (Detikcom.19 Agustus 2021)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam Persidangan,   UDA di dakwa Jaksa Penuntut Umum menerima suap Pengelolaan Parkir Pasar Kranggot Cilegon dari Hartanto Komisaris PT Hartanto Arofah Perkasa Rp.130 jt dan dari M.Faozi Mufidah Jaya Rp.400 jt (Kompas.com, 16/12/21).

Singkatnya, UDA ahirnya di vonis hakim Pengadilan Negeri Serang pada 1 Januari 2022 lalu dengan hukuman  2 tahun penjara   dan denda 50 juta karena terbukti bersalah melanggar pasal 11 Undang Undang Tipikor. UDA menerima putusan hakim. (Titiknol.co.id, 1/1/22)

 

Aneh

Hingga Pengadilan memutus kasus ini, ada nuansa keanehan, bukan terhadap putusan atau hukuman yang di jatuhkan hakim, namun menyangkut kasus.

Sebagaimana layaknya sebuah kasus  suap yang masuk dalam ranah korupsi, tentu ada pihak pihak yang melakukan perbuatan, yakni  orang yang memberi  uang suap atau orang yang menyuap dan orang yang menerima uang suap. Dalam kasus ini, UDA adalah pihak yang menerima uang suap dan telah diputus bersalah dan dihukum Pengadilan secara sah.

Lantas siapa orang yang memberikan suap. Jaksa Penuntut Umum  dalam dakwaan, nyata nyata menyebutkan yakni Hartanto Komisaris PT Hartanto Arofah Perkasa  dan M.Faozi Direktur PT Damar Aji  Mufidah Jaya .

Di sinilah keanehan itu muncul, sejak perkara ini bergulir hingga putusan pengadilan terhadap UDA sebagai pesakitan, bahkan hingga sekarang, orang yang memberikan suap  tidak  atau belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Munculnya kejanggalan sejak penanganan kasus ini membuat Forum Peduli Masyarakat Banten (FPMB)  mendatangi Kejaksaan Agung RI, minta agar penanganan kasus suap Pasar kranggot ditangani Kejagung lantaran pemberi suap tidak ditetapkan sebagai tersangka (Titiknol.co.id 11/10/21)

Untuk saat ini,  bisa jadi kasus ini adalah yang paling aneh di Indonesia dalam penegakan hukum hususnya tentang pemberantasan korupsi,  ada orang yang disuap dan diputus bersalah oleh Pengadilan, tapi tidak ada penyuapnya.

Sungguhpun demikian, saya meyakni  bahwa terhadap pelaku yang dikatagorikan sebagai orang yang menyuap, Kejaksaan akan membawanya ke ranah hukum dan dijadikan sebagai tersangka lantaran aturannya sudah jelas yakni pasal 5 UU Tipikor, entah kapan waktunya.

Namun, jika dihentikan sampai disini alias tidak ada tindak lanjut dari kasus Suap Parkir Pasar Kranggot ini, maka --sekali lagi-- saya sebut sebagai kasus paling aneh di Indonesia. Ada yang disuap, tidak ada penyuapnya.

 

Aliran Dana

Dalam persidangan, saudara UDA sebagai terdakwa, dengan gamblang menyebutkan, kemana saja larinya aliran dana hasil suap itu. Menurut pengakuannya, dana itu mengalir ke berbagai pihak yakni diserahkan kepada pihak atau orang yang mempertemukan dengan pihak penyuap sebesar Rp 130 jt, Jhoni Izar THL di Dishub Rp. 80jt sebagai uang kerohanian warga, UPT Parkir Rp. 20jt,   Walikota Cilegon Rp 20jt sebagai THR, sisanya untuk operasional kantor Dishub Rp 90jt diantaranya untuk mengecet Kantor sebagaimana intruksi Walikota lantaran tidak ada anggaran dalam DIPA. Sementara uang dari PT  Hartanto Arofah Perkasa Rp.130jt sudah dikembalikan. (Kompas.com 8/12/21).

Pengakuan terdakwa dalam persidangan ini merupakan fakta persidangan. Menurut saya layak para penerima ini juga ditelisik sebagai orang yang ikut menikmati uang suap tersebut. Paling tidak diminta keterangan atau klarifikasi utuk menemukan ada tidaknya bukti soal penerimaan tersebut.

Husus aliran dana yang diserahkan kepada Walikota Cilegon dengan diksi THR, selayaknya ditelisik bukan hanya persoalan ikut menerima uang dari hasil suap, tetapi perbuatan memberikan THR kepada pejabat juga masuk dalam katagori gratifikasi sebagai bagian dari perbuatan korupsi itu. Benar atau tidaknya nanti setelah ada klarifikasi atau pemanggilan berdasarkan bukti bukti yang ada, termasuk UDA juga bisa diminta keterangan sebagai saksi. Itupun kalau pihak terkait mau melakukannya, jika tidak, ya sudah!.

Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler