x

Jenderal Polisi Hoegeng Santosa. Foto: Wikipedia

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 21 Januari 2022 11:23 WIB

Cara Polisi Hoegeng Menutup Pintu Masuk Kolusi

Banyak suami, istri, anak, atau menantu yang mungkin kecipratan advantage lantaran orang dekat mereka—istri, suami, ayah/ibu, ataupun mertua—sedang menempati jabatan tertentu. Semut-semut akan berdatangan dan menawarkan ini itu, termasuk investasi. Sementara itu, kerabat pejabat ini tidak menyadari bahwa mereka jadi jalan masuk kolusi, atau jangan-jangan malah ikut menikmati sembari menganggapnya lumrah-lumrah saja.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Ketika Jenderal Polisi Hoegeng diberi kabar hendak diangkat oleh Presiden Soeharto menjadi Kapolri, Hoegeng segera memberitahu isterinya, yang kerap disapa Merry. Bagi istrinya, pemberitahuan Hoegeng itu mungkin agak susah dibilang sebagai kabar baik. Sebab, gegara suaminya diangkat jadi Kapolri, Merry harus menutup toko bunganya.

Sekalipun toko bunga ini sumber penting penghasilan keluarga Hoegeng, tapi ia tetap meminta istrinya untuk berhenti menjual bunga. Jalan pikiran Hoegeng sederhana saja: bila orang-orang tahu dirinya diangkat jadi Kapolri, orang-orang akan berbondong-bondong membeli bunga di toko yang dikelola isterinya. Bahkan seandainya orang-orang itu tidak membutuhkan bunga, mereka akan memaksakan diri membeli bunga dari toko istrinya, karena Hoegeng seorang jenderal polisi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hoegeng membayangkan akibatnya: toko sejawat istrinya akan sepi pengunjung, sebab banyak orang lebih suka mendatangi toko istrinya. Bahkan, seandainya harganya dimahalkan pun, mereka akan tetap membelinya. Mengapa? Sebab Hoegeng seorang jenderal polisi. Ia mempersiapkan diri dari kemungkinan didatangi orang-orang yang sebelumnya tidak pernah mengunjunginya, bahkan tidak mengenalnya.

Mengapa mereka datang? Sebagai seorang jenderal, Hoegeng waspada bahwa mereka punya kepentingan tertentu berkaitan dengan jabatan yang dipercayakan kepadanya. Ini adalah konsekuensi dari sebuah jabatan tinggi bahwa orang-orang akan mendatangi si pemegang jabatan, meskipun sebelumnya tak pernah kenal. Jadilah ia bagaikan gula yang didatangi semut-semut.

Dari jarak jauh sekalipun, penciuman semut-semut itu demikian tajam dan mampu membaui aroma yang diuarkan gula. Jika tanpa kepentingan, semut-semut itu tidak akan memaksakan diri mendatangi gula. Hoegeng mencium gelagat ini. Mereka, orang-orang yang berkepentingan ini, berusaha mendekati Hoegeng, berusaha memulai jalinan kolusi dan nepotisme,

Hoegeng menimbang-nimbang, andaikan saya mampu menahan gelombang semut yang ingin mencicipi manisnya gula ini, apakah istri saya atau anak saya akan juga mampu menahannya? Semut-semut alias orang-orang yang berusaha mencari keuntungan dari relasi kolutif dan nepotis niscaya berusaha mencari jalan lain apabila satu jalan tertutup.

Hoegeng berusaha memetakan jalan pikiran orang-orang ini. Dari sinilah Hoegeng memutuskan untuk meminta istrinya menutup toko bunganya, sebab kolusi bisa saja memasuki rumah integritas Hoegeng melalui toko bunga istrinya. Seandainya toko bunga itu masih tetap buka dan beroperasi seperti biasa, mungkin setiap hari akan ada orang yang memborong bunga-bunga istri Hoegeng.

Sepintas tidak ada yang aneh, tak terkesan ada yang salah, tidak tampak ada yang ganjil: orang membeli bunga dalam jumlah banyak. Andaikan istri Hoegeng bersikap polos-polos saja dan menolak permintaan suaminya untuk menutup toko bunganya, mungkin ia tidak akan pernah mencurigai pembeli seperti itu, mungkin ia akan merasa hal itu normal saja, dan mungkin ia akan menganggap pembelian mereka tidak terkait dengan jabatan yang sedang dipegang suaminya. Bahkan, mungkin saja mereka bukan mau membeli bunganya, tapi berinvestasi ke toko bunganya. Orang-orang itu tahu bahwa nilai investasi itu akan lebih kecil dibandingkan keuntungan yang bakal mereka peroleh. Mereka barangkali membayangkan adanya multiplier effect dari investasi itu

Banyak suami, istri, anak, atau menantu yang mungkin kecipratan advantage lantaran orang dekat mereka—istri, suami, ayah/ibu, ataupun mertua—sedang menempati jabatan tertentu, apakah bupati/walikota, kepala sekolah, gubernur, apa lagi yang lebih tinggi lagi. Semut-semut akan berdatangan dan menawarkan ini itu, termasuk investasi. Bagi semut-semut ini, mengambil jalan memutar akan tampak lebih aman dari gangguan siapapun yang bermaksud membuka tabir jalinan kerjasama mereka. Sementara itu, kerabat pejabat ini tidak menyadari bahwa mereka jadi jalan masuk kolusi, atau jangan-jangan malah ikut menikmati sembari menganggapnya lumrah-lumrah saja.

Semasa jadi Kapolri, 1968-1971, Hoegeng menyadari benar cara kerja semut-semut kolutif dan nepotis itu, yang sanggup bergerilya bak penyelundup agar bisa memasuki rumah integritasnya dan kemudian menggerogotinya. Karena itu, ia berusaha sedini mungkin menutup peluang bagi semua jalan masuk semut-semut itu. Langkah Hoegeng itu bisa ditiru oleh pejabat dan politisi masa sekarang, andaikan mereka mau. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler