Siang itu saya berdua teman ada keperluan harus pergi ke kantor walikota. Berawal berangkat gunakan transportasi online dengan aplikasi yang merakyat. setelah urusan selesai, kami lanjutkan dengan naik angkot berbayar tunai menuju pasar tradisional untuk membeli makanan tradisional, pecel, bacem dan urap. Suasana pasar yang ramai dengan berbagai transaksi di sebagian besar pedagang membuatku bahagia. Betapa tidak, setelah dilanda badai pandemi covid 19 yang memati surikan berbagai sektor ekonomi, pasar tradisional merupakan salah satu yang berdampak signifikan. Suasanana seperti ini tak terjadi, senyum pedagang menghilang, jinjingan belanja pembeli tak nampak, parkiran kosong, kuli pengangkut barang bengong, musik sepi, trotoar membisu. Hampir dua tahun kondisi seperti itu, jika sekarang semua berubah menjadi hidup dan ceria kembali, saya ikut bahagia.
Naluri emak emak, setiap di pasar mata jelalatan, mencari 1 melihat puluhan bahkan ratusan, Niat membeli 1 akhirnya terbeli 10. Kali ini coba kutahan, aku mau cari makanan enak dan unik. Setelah menyusuri los los pertokoan sampailah kami di lapak pedagang masakan tradisional yang dituju. Tapi.......... ternyata tutup. Yaaaaah......agak kecewa sih. Bertanya pada pedagang sebelah, katanya sudah dua hari tutup, pedagangnya pulang kampung. Bayangan pecel, bacem dan urap sirna, padahal info temen, masakan disitu enak, murah dan bersih. Lain kali harus balik , sekarang cari alternatif lain sajalah.
Putar putar pasar, akhirnya malah beli sepatu, sikat, kain pel industri rumahan. Tak perlu mahal, asalkan manfaatnya besar. . Perut bergejolak, minta diisi, akhirnya mencoba mencari makanan yang cocok. Banyak yang dilihat, namun tidak cling . Keluar pasar, di depan terlihat buah yang menggantung, harum, sedikit berduri ,yang lama kucari. Yak...... cempedak, buah bergas seperti nangka yang beraroma khas, manis dan bisa digoreng dengan tepung. transaksi pun terjadi dan selesai. Lanjut, makan mie ayam depan kantor pos.
Naaaah....... saatnya pulang, teryata, temanku mengajak naik Jak Lingko. Angkutan kota Jakarta, mengggunakan kartu tanpa saldo, gratis, jalur hingga masuk gang, nyaman dan banyak armadanya. Menarik nih...Jakarta...Kotaku tercinta, ramah dan peduli pada warganya. Saya sudah sering naik angkot sejak puluhan tahun lalu. Alat transportasi umum warna biru ini dulu langganan ku ketika bekerja di tempat yang lama. Berbayar sesuai jarak . Kini setelah terbiasa di antar jemput, tak lagi naik angkot.
Ini pengalaman pertama naik Jak Lingko, agak norak dan banyak nanya. Memang Sudah sering lihat dan dengar sedikit beritanya, baru kali ini coba jadi penumpangnya. Ketika naik, hanya ada 2 penumpang, orang tua. kami berdua pun naik, sama , kami orang tua juga sih. tak lama, jak lingko pun penuh, dan memang sebagian besar orang tua penumpangnya. Info temanku ytang rutin naik , biasanya memang banyak orang sepuh yang gunakan angkutan ini. Mungkin merasa lebih nyaman karena tidak banyak kena angin jalan. Kutengok sopirnya....... usia sekitar 60 tahunan, pantas jalannya tenang dan kalem.
Kulihat semua penumpang menyerahkan berbagai macam kartu kepada salah seorang penumpang yang duduk di belakang sopir, minta tolong di tap ke mesin di dekat sopir. Satu penumpang satu kartu. Kuperhatikan kartu kartu yang terkumpul. Ada kartu Transjakarta, E money, Jak one card, kartu berlogo BNI. Saya tak punya, tapi teman punya dua, dipinjamkan lah.
Kepo pun muncul. itu kartu kartu nya ada saldo nya tidak? terdebet tidak?percakapan pun terjadi dengan seorang bapak yang belum kukenal. Katanya, Kartu trans untuk naik jak lingko dapat dibeli di halte trans dengan harga Rp 30.000 dengan saldo Rp 10.000 hanya sekali. Sejak itu langsung bisa dipakai untuk naik jak lingko jurusan manapun dan kapanpun tanpa berbayar. Lho? enak betul yha......
Bapak itu sudah gunakan 1 kartu trans berwarna biru itu selama 3 tahun tanpa membayar dan isi ulang. Ada pula yang gunakan kartu ATM bank DKI berlogo jak One, tidak terdebet saldonya, hanya di tap di mesin. Teman saya gunakan kartu E money, nah kalo kartu ini terdebet , entah berapa rupiah, karena berbeda bank penerbit.
Armada angkot jak lingko bagus bagus, layak untuk angkutan umum pelajar dan masyarakat , karena jalur yang dilalui dari jalan raya hingga jalan kecil pemukiman penduduk .Sambil angkot berputar menyusuri jalan, perbincangan kami masih berlanjut mengenai angkutan umum di Jakarta. Dulu banyak bis bis besar dan kecil , yang berwarna orange, hijau dan biru yang biasa kunaiki ketika sekolah dan kuliah. Harus menunggu lama, antrian, rebutan, berdiri, bergelantungan, kecopetan , bayar tunai, suara mesin mobil yang kasar, dan terkesan asalkan bisa jalan. Asap knalpotnya yang mengepul hitam setiap kali di gas, meninggalkan jejak meluas memenuhi udara jakarta. Polusi tak terelakkan.
Kini perlahan , kendaraan umum berpolusi tingi mulai tersingkir dengan sendirinya, berganti dengan armada armada bis baru berlogo trans Jakarta, Jak lingko, Bus sekolah. Setidaknya mengurangi pencemaran udara dan mengurangi kebisingan jakarta.
Pernah ketika hari pertama tatap muka sekolah, siswa saya spontan bertanya:
" Bu , kok kita tidak dibagikan kartu jak Lingko?"
" Wah.... itu harus beli yha.......", jawabku singkat.padahal aku pun belum punya kartunya dan belum pernah naik jak lingko saat itu. makanya sekarang harus mencoba supaya tahu dan punya cerita.
Angkutan umum masih sangat dibutuhkan masyarakat, hanya perlu pembenahan dan penertiban agar di jalan penumpang nyaman dan aman. Jak Lingko salah satu alternatif angkutan umum yang bersahabat dan memudahkan aktifitas masyarakat. Hingga saat ini masih gratis, mari mencoba sebelum suatu saat akan berbayar. Terima kasih pemerintah daerah DKI Jakarta, Ramah kotanya, bahagia warganya.
Bekasi, 22 Januari 2022
05.50
Ikuti tulisan menarik Helwiyah ewi lainnya di sini.