Seteguk Kopi Pagi, Ucapkan Esensi Bukan Sensasi
Sabtu, 22 Januari 2022 20:45 WIBSeteguk kopi pagi, rasa pahit dan manis bercmpur jadi satu. Asal jangan janji manis di bibir saka. Di mata kopi, semua manusia adalah sama
Seteguk kopi pagi, pasti punya rasa berbeda-beda. Ada yang pekat, ada pula yang hangat. Paht boleh, manis pun tidak masalah. Asal jangan sebatas janji manis di bibir saja. Seteguk kopi pagi, pasti mengundang rasa penasaran yang tidak akan kunjung selesai. Aroma kopi pagi pun dapat diungkapkan ke dalam kata-kata yang indah. Seperti hidup pun hanya permainan kata-kata.
Seteguk kopi pagi, sungguh tidak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Kopi bukan milik orang kaya, bukan pula orang pintar. Pangkat dan jabatan apa saja, sangat boleh meneguk kopi. Karena di hadapan kopi, siapa pun sama. Tiap manusia itu sama. Tapi yang membedakan hanya amal perbuatan dan sikapnya dalam memahami realitas.
Pada seteguk kopi pagi. Entah kenapa? Selalu membuat penikmatnya merasa takjub. Seperti ada rasa syukur dan riang hati saat meneguknya. Karena seteguk kopi, siapa pun persis seperti aslinya. Penikmat kopi yang alamiah, orisinal, dan tidak pernah dibuat-buat. Kopi pagi yang sulit dimanipulasi. Tidak seperti pejabat daerah yang korupsi dan terkena OTT KPK. Bukan pula seperti politisi yang melarang berbahasa Sunda. Karena hanya mencari sensasi.
Seteguk kopi pagi itu isinya esensi, bukan sensasi. Seperti kehidupan anak manusia. Emas ya emas, sampah ya sampah. Bagaimana mungkin, sampah berubah jadi emas? Bila terjadi pun karena kamuflase dan manipulasi. Seperti netizen dan kaum yang gandrung media sosial. Saat lepas dari kopi, banyak orang lupa. Siapa dia sebenarnya? Selain bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa?
Seteguk kopi pagi. Selalu menegaskan bahwa hidup ada yang suka, ada yang tidak suka. Ada yang kerjanya membenci, ada pula yang mencintai. Ada yang mencaci ada yang berbagi. Ada yang masih bermimpi tapi banyak yang sudak beraksi. Semua itu sudah biasa dan sah-sah saja. Seperti pegiat literasi di taman bacaan. Sekalipun perbuatan baik, taman bacaan pun ada yang benci ada yang senang. Karena taman bacaan di mana pun, sama sekali tidak merasa perlu untuk menyenangkan semua orang.
Ada pahit ada manis pada seteguk kopi pagi. Maka dalam hidup, pro dan kontra sangat lazim terjadi. Penikmat kopi memang dilatih untuk tidak pernah takut mengambil risiko. Mereka pun tidak pernah mau terjebak pada masa lalu. Seperti kopi pagi, selalu siap berubah dan tidak takut gagal. Agar hidup tidak melumpuhkan hati nuran dan akal sehat.
Pada seteguk kopi pagi, tidak ada yang instan. Semua ada prosesnya. Bahkan rasa pahit tidak pernah iri dan benci pada rasa manis. Justru pahit dan manis, bercampur jadi satu. Untuk membuat penikmat kopi kagum dan terheran. Karena sensasinya yang luar biasa. Persis seperti, rasa takjub manusia kepada Tuhannya. Kagum pada cara Tuhan memberi rezeki kepada umatnya. Rezeki yang tidak pernah tertukar sedikit pun, tidak pula bisa dimanipulasi.
Seteguk kopi pagi selalu mengingatkan. Hiduplah dengan hati nurani bukan hanya lohika. Karena hidup diikuti kebenaran yang hakiki. Agar selalu mampu menyelaraskan hati, pikiran, dan perbuatan. Biarkan saja ada orang-orang yang membenci atau iri hati. Tidak perlu adu argumen dengan orang yang mempercayai kebenciannya sendiri. Hingga lupa, melihat kebaikan yang ada di dekatnya. Itulah tanda manusia memang tidak sempurna.
Maka teguklah kopi pagi sekarang. Jangan berdiam diri. Seperti di pagi hari, ada orang yang tetap tertidur untuk melanjutkan mimpi. Atau terbangun untuk mewujudkan mimpi. Kopi, sejatinya tetap menghadirkan sisi pahit yang sulit disembunyikan. Tapi selalu ada sisi manis yang menghampiri.
Dan saat meneguk kopi pagi. Siapa pun sama sekali tidak perlu meninggikan hati. Juga tidak perlu merendahkan orang lain. Agar tetap tenang dan lembut bersama tegukan kopi. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler