x

Iklan

dezan news

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Januari 2022

Rabu, 26 Januari 2022 06:17 WIB

Elektabilitas Airlangga dan Potensi Jebloknya Golkar di Pemilu 2024

Elektabilitas Airlangga dan Potensi Jebloknya Golkar di Pemilu 2024

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pencalonan Airlangga Hartarto pada Pilpres 2024 kian kompleks. Itu tak lepas dari mandeknya elektabilitas Sang Ketum dalam hasil sigi sejumlah lembaga survei.

 

Alih-alih mendulang popularitas lantaran statusnya yang notabene Ketum Partai Dan Menko Perekonomian, tingkat popularitas dan elektabilitas Airlangga justru stagnan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Efek gencarnya kampanye via darat maupun udara tak kunjung membuahkan hasil. Terlebih pascadirinya dilaporkan seorang wanita bernama Rifa Handayani.

 

Penulis sepakat dengan apa yang disampaikan Inisiator Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Mirwan Vauly. Dalam pernyataannya ke media, Mirwan menyebut jika Golkar sejatinya menjadi pemenang pada 2024.

 

Dengan catatan dikelola dengan sungguh-sungguh sebab mesin partai ini kapasitasnya besar, karena amat disayangkan jika belum mampu digerakkan dan dinavigasi dengan benar. Partai Golkar memiliki perangkat infrastruktur berlapis dan berjenjang.

 

Dari level pusat, provinsi, kabupten kota hingga ke kecamatan. Belum lagi Hasta Karya, organisasi sayap dan organisasi kepemudaan yang melekat.

 

Logikanya, jika seluruh infrastruktur ini yang katanya solid terkonsolidasi, maka tidak mungkin elektabilitas Airlangga tetap nol koma dan Golkar bahkan kini sudah terlempar di unutan ketiga. Di bawah parti Gerindra yang umurnya terpaut jauh dengan partai ini.

 

Pernyataan menarik dari GMPG lainnya adalah ihwal jebloknya elektabilitas. Penyebabnya lantaran tradisi baik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar selama ini selalu memberikan dana operasional bulanan kepada setiap DPD di Provinsi dan Kabupaten atau kota, kini sudah tidak ada lagi.

 

Mereka para ketrua-ketua DPD 1 dan 2 malał dibebankan kewajiban memasang baliho besar di lokasi-lokasi mahal dengan ongkos sendiri. Tentu saja hal itu sangat memberatkan bagi kader-kader di daerah.

 

Di era kepemimpinan Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, dan Aburizal Bakrie setiap DPD Tingkat I mendapat anggaran rutin 15 juta perbulan, dan Kabupaten Kota 5 juta. Karena itu peluang bakal berkembang dan meluasnya simpati masyarakat kepada Golkar di bawah bisa dipastikan bakal hilang.

 

Belum lagi persoalan elektabilitas ketum Airlangga yang nol koma plus konsolidasi organisasi jalan di tempat. Karena itu disaat bersamaan seperti ini maka memaksakan diri menjadi jadi calon presiden di 2024 sama halnya jika Ketua Umum sedang menyandera Partai. (*)

Ikuti tulisan menarik dezan news lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler