x

Iklan

atmojo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 31 Januari 2022 06:36 WIB

Pidana dalam Pelanggaran Hak Cipta

Pelanggaran Hak Cipta tak cuma berujung pada gugatan perdata, tapi bisa juga dianggap sebagai tindakan pidana. Berikut beberapa perbuatan yang bisa diketagorikan sebagai tindakan pidana. Jadi, berhati-hatilah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada banyak jenis sengketa Hak Cipta dan ada banyak cara pula untuk menyelesaikannya. Umumnya, sengketa hak cipta adalah perkara perdata. Misalnya saja, ada sengketa berupa perbuatan melawan hukum atau pelanggaran perjanjian lisensi. Cara menyelesaiakannya juga bisa melalui mediasi, arbitrase, atau gugatan ke Pengadilan Niaga. Gugatannya bisa berupa permintaan pembatalan pencatatan ciptaan dalam daftar umum ciptaam, atau ganti rugi  berupa uang.

Selain sengketa perdata seperti yang saya sebut di atas, di dalam hukum hak cipta juga ada perbuatan tertentu yang masuk dalam kategori tindakan pidana. Undang-Undang No 28 Tahun 2014, menyediakan dua sarana hukum yang dapat dipergunakan sekaligus untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yakni sarana hukum pidana dan hukum perdata. Pasal 105 mengatakan: “Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait tidak mengurangi Hak Pencipta dan/atau pemilik Hak Terkait untuk menuntut secara pidana.”

Namun, undang-undang hak cipta mengingatkan, bahwa  selain pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan berada dalam wilayah NKRI, wajib menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.  Setelah upaya penyelesaian perkara di luar pengadilan gagal, barulah masalahnya diselesaikan melalui jalur pengadilan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai pengetahuan umum, berikut beberapa contoh singkat aneka pelanggaran yang masuk kategori tindak pidana dan konsekuensinya:  

Saat ini, para Pencipta, Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait, umumnya mendaftarkan ciptaannya kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Anda, misalnya, bisa datang langsung ke kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau mendaftar secara onlie melalui https://e-hakcipta.dgip.go.id/index.

Jika pendaftaran itu dianggap memenuhi syarat, maka selain diterbitkan sertifikat, juga akan dicatat dalam daftar umum ciptaan. Isinya bisa berbeda-beda tergantung dari ciptaan apa yang didaftarkan. Untuk novel atau skenario, misalnya, berbeda dengan isi ciptaan untuk musik. Intinya, semua data yang relevan sehubungan dengan ciptaan yang didaftarlan itu akan direkam. Dalam undang-undang dikenal dengan nama informasi manajeman Hak Cipta dan informasi elektronik Hak Cipta. Informasi manajemen meliputi informasi tentang metode atau sistem yang dapat mengidentifikasi orisinalitas substansi Ciptaan, penciptanya, serta kode informasi dan kode akses. Sedangkan informasi elektronik meliputi, antara lain, nama pencipta, aliasnya,  nama samarannya, serta penggunaan ciptaannya.

Nah, informasi inilah yang tidak boleh dihilangkan, diubah atau dirusak. Bagi siapa saja yang mengubah, menghilangkan, atau merusak, maka dia bisa dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Jenis hukuman dan besaran denda yang sama juga diberlakukan bagi mereka yang merusak, memusnakan, menghilangkan, atau membuat tidak berfungsinya sarana kontrol teknologi yang digunakan sebagai pelindung dan pengamanan Ciptaan atau produk Hak Terkait itu.

Dalam hal musik, semua lagu dan/atau musik yang telah dicatatkan dalam daftar umum Ciptaan dimasukkan ke dalam Pusat Data Lagu dan/atau Musik. Pusat data lagu dan/atau musik ini  dikelola oleh Direktorat Jenderal. Selanjutnya, dalam rangka pengelolaan royalti hak cipta lagu atau musik tersebut, dibentuklah Sistem Informasi Lagu atau Musik (SILM) alias sistem informasi dan data yang digunakan dalam pendistribusian Royalti lagu dan/atau musik.

Pidana berikutnya adalah jika Anda melakukan penyewaan Ciptaan (secara komersial) tanpa izin, maka Anda bisa dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sebab Anda akan dianggap melanggar hak ekonomi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

Sedangkan jika Anda tanpa izin melakukan Penerjermahan Ciptaan; Pengadaptasian, Pengaransemenan atau  Pentransformasian Ciptaan; Pertunjukan Ciptaan; Komunikasi Ciptaan untuk kepentingan komersial, maka dapat dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan.atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Jangan coba-coba pula Anda tanpa hak berani melakukann Penerbitan Ciptaan; Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; Pendistribusian Ciptaan atau salinanya; dan Pengumuman Ciptaan untuk digunakan secara komersial. Sebab Anda akan dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan dan/atau pidana denda paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milar rupiah). Apalagi jika Anda berani melakukan penggandaan dalam bentuk pembajakan untuk penggunaan kpmersial, akan dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banhyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Bagi setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui, membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jadi pengelola tempat perdagangan itu dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya.

Setiap orang juga dilarang melakukan Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial – baik dalam media elektronik maupun non-elektronik- tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. Jika Anda melakukan hal tersebut di atas, bisa dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Bahkan apabila dalam potret tersebut memuat 2 (dua) orang atau lebih, Anda wajib meminta persetujuan dari orang yang ada dalam potret tersebut atau ahli warisnya. Pidana ini dimaksudkan untuk melindungi Hak Ekonomi atas Potret.

Sudah tentu Anda juga dilarang (jika tanpa hak) melakukan penyewaan atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik secara komersial. Sebab Anda bisa dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal ini untuk melindungi Hak Ekonomi Pelaku Pertunjukan. Untuk kepentingan mereka pula Anda dilarang melakukan Penyiaran atau Komunikasi atas pertunjukan mereka; Melakukan Fiksasi dari pertunjukannya yang belum difiksasi; atau menyediakan Fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik secara komersial. Anda bisa dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Sedangkan jika Anda melakukan penggandaan atas Fiksasi pdertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun; melakukan Pendistribusian atas Fiksasi pertunjukan atau salinanya untuk kepentingan komersial, bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Lembaga Penyiaran juga memiliki Hak Ekonomi yang dilindungi. Setiap orang dilarang untuk melakukan Penyiaran ulang siaran; Komunikasi siaran; Fiksasi siaran; dan/atau Penggandaan Fiksasi siaran untuk penggunaan secara komersial. Pelaku empat perbuatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Lalu, jika Anda melakukan Penggandaan Fiksasi siaran dengan maksud pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Itulah sebagian dari ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Masih ada pelanggaran-pelanggaran lain yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana. Misalnya saja, jika Anda mendirikan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang tidak memilki izin dari Menteri dan melakukan penarikan Royalti, maka Anda bisa dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)..

Sekilas memang terasa menyeramkan. Rasanya tidak ada orang yang mau dipenjara atau membayar denda yang lumayan besar. Tapi, perlu diketahui, bahwa semua tindak pidana yang dimaksud dalam undang-undang hak cipta merupakan delik aduan. Jadi harus ada yang mengadu terlebih dahulu. Selain itu, undang-undang sudah menentukan apa saja yang tidak dilindungi hak cipta dan masa berlaku (hak ekomoni) sebuah ciptaan. Undang-undang juga memberi pembatasan tertentu atas hak cipta, sehingga ada banyak perbuatan tertentu yang tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.

Jadi, cukuplah jika kita berhati-hati. Kalau perlu, tanyakan dahulu kepada ahlinya. Ingat: Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna. Sesal dahulu yang bertuah, sesal kemudian yang celaka.

  • K,. Atmojo adalah penulis yang meminati berbagai masalah hukum.

                                                                               ###

Ikuti tulisan menarik atmojo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB