x

ilustr: SlidePlayer

Iklan

Iwan Kartiwa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 November 2021

Jumat, 11 Februari 2022 16:05 WIB

Fungsi Pers dalam Memajukan Pendidikan Nasional

Tanggal 9 Februari diperingati sebagai HPN (Hari Pers Nasional). Perayaan HPN sebenarnya telah mengingatkan kita bersama bahwa Pers tidak sekedar sebagai salah satu pilar demokrasi. Lebih dari itu Pers juga memiliki fungsi dan kontribusi signifikan dalam memajukan pendidikan nasional. Seperti apa dan bagaimana fungsi pers dalam memajukan pendidikan nasional kita,berikut ulasannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fungsi Pers dalam Memajukan Pendidikan Nasional

Oleh: Iwan Kartiwa

(CKS SMA Tahun 2021 KCD Pendidikan Wilayah VIII Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat,

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Guru SMAN Rancakalong Kab. Sumedang)

 

                Tanggal 9 Februari lalu telah diperingati sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Pada tahun 2022 ini Hari Pers Nasional mengusung tema “Sultra Jaya Indonesia Maju”. Untuk HPN tahun ini isu yang diangkat adalah soal kepedulian terhadap lingkungan hidup dan kehutanan melalui aksi-aksi lapangan seperti rehabilitasi mangrove, rintisan program Kampung Iklim (Proklim) dan pelepasan satwa. Semua mengarah pada upaya pembangunan hijau di Indonesia. Hal tersebut dikemukakan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya ketika berdiskusi dengan Ketua Panitia Peringatan HPN 2022, Auri Jaya di kantor KLHK Jakarta (https:/www.menlhk.go.id).

                Lalu apa sebenarya Pers tersebut? Pers sering diidentikkan dengan media massa yaitu suatu istilah yang digunakan untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didisain untuk mencapai masyarakat luas. Menurut Oemar Seno Adji, Pers memiliki dua pengertian yaitu Pers dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan atau berita-berita dengan kata tertulis. Sedangkan Pers dalam arti luas adalah memasukan didalamnya semua media massa komunikasi yang memancarkan pikiran dan perasan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.

                Keberadaan Pers di Indonesia dilihat secara historis sudah cukup lama berkembang. Diawali periode penjajahan Belanda, didalamnya ada peristiwa penting antara lain terbitnya “Memories der Nouvelles” atas perintah Jan Pieterzoon Coen dan hal itu dianggap sebagai “surat kabar” pertama di Indonesia. Pada masa Jepang, Pers difungsikan untuk kepentingan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Selanjutnya masa periode demokrasi liberal, waktu itu Pers digunakan sebagai corong bagi aliran-aliran politik yang saling bertentangan. Berikutnya Pers pada masa Demokrasi Terpimpin (orde baru) dibawah pimpinan Presiden Soekarno, Pers mengalami pengekangan apabila tidak sehaluan dengan pemimpin besar revolusi. Pers masa orde baru, sering disebut Pers Pembangunan, Pers yang tidak sejalan dengan pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan Persiden Soeharto umumnya akan mengalami pembredelan. Terakhir Pers masa Reformasi, dimulai sejak kepemimpinan Presiden BJ. Habibie, Pers berkembang sangat pesat, perkembangannya waktu itu diibaratkan “bak cendawan di musim hujan”. Tapi pada perkembangan lebih lanjut seleksi alam yang berbicara. Hanya Pers yang “sehat” saja yang dapat bertahan mengikuti perkembangan jaman (wikipedia.org).

                Dalam perkembangan selanjutnya, alam demokratisasi dan eksistensi Pers pada masa reformasi menimbulkan dua dampak yang berseberangan, positif dan negatif. Pada dampak positifnya muncul ruang ekspresi dan kebebasan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan yang dapat dilakukan oleh seluruh warga negara. Sementara dampak negatifnya ialah munculnya berbagai kebebasan yang nyaris tanpa kontrol. Akibatnya potensi-potensi dekadensi moral akibat tayangan dan sajian Pers yang bersifat pornografi, pornoaksi, kekerasan, rasisme dalam sebagainya mulai menghiasi berbagai konten Pers. Selebihnya tidak sedikit konten dan tayangan yang menghasut, memprovokasi dan sangat berpotensi memecah persatuan dan kesatuan bangsa.

                Dampak dan perilaku negatif yang terjadi tadi selanjutnya menjadi keprihatinan semua komponen bangsa. Oleh karena itu pemerintah bersama para wakil rakyat kemudian merumuskan kembali aturan main, kedudukan dan fungsi Pers agar lebih jelas dan terarah. Berangkat dari hal inilah kemudian lahir UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 1 disebutkan yang dimaksud Pers yaitu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Dalam pasal 3 (tiga) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, tercantum bahwa fungsi Pers nasional meliputi sebagai media informasi, edukasi, rekreasi dan kontrol sosial. Dihubungkan dengan keempat fungsi Pers ini, setidaknya tiga fungsi tersebut telah turut andil dalam berkontribusi memajukan pendidikan nasional. Ketiga fungsi tersebut tentu saja meliputi fungsi informasi, edukasi dan kontrol sosial. Pertama, fungsi informasi. Dalam hal Pers telah dan akan terus memberikan berbagai informasi terkait dengan berbagai program dan kebijakan yang digulirkan dalam bidang pendidikan mulai dari tingkat pusat sampai daerah. Mulai dari berbagai program Kemendikbud sampai dinas pendidikan di tingkat provinsi sampai dinas pendidikan yang ada di kabupaten/kota. Contoh program di tingkat pusat yang digulirkan Kemendikbud beberapa diantaranya ialah penghapusan ujian nasional (SE Mendikbud No. 1 tahun 2021), pembenahan USBN, penyederhanaan admistrasi guru (RPP/Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dan revisi sistem zonasi dalam PPDB.

Kedua, fungsi edukasi. Pers dalam hal ini telah berkontribusi mendidik, memberikan wawasan dan pengetahuan serta mengubah mindset, cara berpikir masyarakat terhadap sebuah persoalan. Dalam bidang pendidikan misalnya, Pers sangat membantu mengedukasi masyarakat luas tentang pentingnya penerapan protokol kesehatan di sekolah, pelaksanaan PJJ, serta resiko pembelajaran tatap muka pada masa pandemi. Selain itu, Pers juga terus menyebarkan berbagai opini dan argumentasi para tokoh pendidikan dan kesehatan mengenai sebuah kebijakan pada masa pandemik ini yang terkait langsung dengan alternatif pembelajaran, aspek keamanan, kenyamanan serta keselamatan dalam proses pembelajaran selama pandemi ini berlangsung. Peran Pers dalam hal ini sangat terasa signifikan sehingga dapat memberikan pendidikan yang baik dan mencerahkan bagi semua kalangan pendidik.

Ketiga, fungsi kontrol sosial. Sejak lama Pers telah melaksanakan fungsi kontrol atau pengawasan ini. Terutama sekali berhubungan dengan perencanaan dan eksekusi anggaran. Anggaran yang besar tanpa pengawasan yang ketat sangat rentan dengan berbagai penyelewengan dan penyimpangan. Titik rawan terjadinya potensi penyelewengan anggaran itu salah satunya sejak disetujuinya alokasi dana 20% APBN untuk sektor pendidikan. Anggaran untuk sektor pendidikan ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2021 untuk anggaran pendidikan nasional mencapai angka Rp. 549,5 trilyun. Anggaran tersebut akan difokuskan untuk meningkatkan kualitas SDM, kemampuan adapatasi teknologi dan peningkatan produktivitas melalui pengetahuan ekonomi di era industri 4.0 (Kompas.com, 14 Agustus 2020). Sekali lagi dengan jumlah anggaran yang terus bertambah maka potensi kerawanan juga semakin meningkat. Atas dasar hal itu maka fungsi Pers dalam hal ini benar-benar sangat dibutuhkan.

Dalam perjalanannya ketiga fungsi pers tersebut terkadang tidak berjalan mulus sesuai dengan yang diharapkan karena sering kali terkendala oleh berbagai hal. Selain itu tidak jarang fungsi pers yang sangat mulia tersebut tercoreng oleh berbagai tindak perilaku oknum yang menyatakan insan pers. Oknum-oknum tersebut datang ke sekolah dengan berbagai alasan. Alasan utama yang dikemukakan adalah untuk kepentingan peliputan. Sayang aksi peliputan yang dilakukan para oknum wartawan tersebut terkesan tidak simpatik. Beberapa kepala sekolah menyatakan cukup risi dan tidak nyaman ketika ada kunjungan dari oknum wartawan tersebut. Para oknum wartawan ini pun dalam melaksanakan fungsi jurnalistiknya terkesan tidak professional, seperti tidak mau menunjukan kartu pers, dan identitas lainnya, serta surat penugasan dari perusahaan pers nya.

Itulah sekelumit fungsi pers yang sangat mulia tapi terkadang masih dinodai oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggungjawab. Untuk itu kedepan tentu akan sangat indah apabila ada kolaborasi dan sinergi yang lebih inten antara perusahaan pers, PWI (persatuan wartawan Indonesia) dengan berbagai satuan pendidikan untuk sejumlah peningkatan kerjasama dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan mulai saat ini dan masa yang akan datang. Semoga.

Ikuti tulisan menarik Iwan Kartiwa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu