Di sepanjang hari dan malam
aku ikhlas menabung kata
yang perlahan hilang dimakan zaman.
Wajah muram memungut titik koma
yang dijatuhkan generasi ketika hendak membaca
seperti buah yang tak kunjung jadi kuning tua
di tanah gersang—tanah yang dilupakan.
Kampung dan kotaku mulai kering dan asing
lapar—haus dirayakan setiap pekan
bayang-bayang sajak berhamburan di kaca-kaca jendela hingga tembok
mencari teduh—meminang peluk
ketika hujan tandang dan semuanya bisu di hadapan waktu.
Pada siapa keluh dimandatkan?
apakah ada isak bergulir jernih dari matanya?
bimbang digenggam—ketika sajak-sajak yang belum selesai ditulis menampar kedua pipinya.
dan ranum di pohon kalbunya.
Atambua, 16 Februari 2022
Ikuti tulisan menarik Silivester Kiik lainnya di sini.