x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 18 Februari 2022 13:09 WIB

Mampukah KPU Menggelar Pemilu yang Sehat?

Anggota KPU dan Baswalu sudah dipilih DPR, tinggal menunggu persetujuan Presiden. Dalam ekosistem politik sekarang, menjadi penyelenggara dan pengawas pemilu yang dapat dipercaya oleh rakyat menjadi tantangan terberat para anggota KPU dan Bawaslu. Mampukah mereka menegakkan integritas dan independensi individu maupun institusi dari kepentingan elite?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pemilihan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah usai. Nama-nama terpilih sudah diumumkan oleh DPR, bahkan nama-nama itu sudah beredar di publik ketika uji kelayakan tengah berlangsung. Tak pelak muncul spekulasi bahwa nama-nama itu sudah digodok sebelumnya dan telah disepakati oleh fraksi-fraksi di DPR sebagai hasil lobi-lobi. Sekarang tinggal menunggu persetujuan Presiden.

Sesuai kesepakatan politik, anggota KPU dan Bawaslu dipilih oleh DPR. Kemudian, KPU akan menyelenggarakan pemilu presiden maupun pemilu legislatif—artinya memilih anggota DPR/DPD. Bawaslu mengawasi proses pemilihan umum apakah sesuai aturan atau tidak. Apakah akan ada relasi antara pemilihan anggota KPU dan Bawaslu oleh DPR saat ini dengan pemilihan presiden dan anggota DPR mendatang?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Secara normatif, seharusnya tidak. Anggota DPR terpilih dalam pileg mendatang bukanlah anggota DPR yang sekarang memilih anggota KPU dan Bawaslu. Walaupun sangat mungkin, mereka anggota DPR yang sama karena terpilih kembali. Seperti yang sudah-sudah, banyak anggota DPR yang terpilih kembali. Rakyat seakan tidak peduli seperti apa kualitas kinerja anggota DPR itu selama periode yang lampau--inilah yang membikin enak anggota DPR di negeri ini. Di negara yang demokrasinya relatif lebih dewasa, anggota parlemen yang tidak bekerja dengan baik untuk rakyat berpotensi tidak akan dipilih lagi.

Dugaan adanya preferensi anggota DPR kepada calon-calon anggota KPU dan Baswalu itu menandakan adanya keraguan masyarakat terhadap proses pemilihan maupun terhadap anggota DPR. Barangkali karena masyarakat belum lupa bagaimana proses pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. Waktu itu, masyarakat menilai adanya agenda menyeluruh untuk melemahkan pemberantasan korupsi dengan melihat adanya revisi UU KPK, proses pemilihan dan nama-nama pimpinan KPK terpilih, serta adanya tes wawasan kebangsaan oleh pimpinan baru KPK yang menyebabkan puluhan pegawai KPK dikeluarkan dari institusi ini.

Bagaimana dengan KPU dan Bawaslu? Masyarakat menilai bahwa para anggota DPR itu tidak bekerja sendiri tanpa sepengetahuan elite partai dalam menentukan siapa yang dipilih jadi anggota KPU dan Bawaslu. Sebab, pilpres dan pileg adalah agenda besar partai politik, sehingga tidak mungkin elite partai akan memberi kebebasan kepada kadernya di DPR untuk menentukan sendiri nama-nama terpilih yang akan duduk di KPU dan Bawaslu. Lagi pula, Komisi II juga menyatakan bahwa nama-nama terpilih itu merupakan hasil musyawarah di antara fraksi-fraksi. Jadi, apakah yang namanya uji kelayakan dan kepatutan itu hanya sekedar formalitas belaka, sebagaimana diduga oleh sebagian masyarakat?

Jalan pikiran masyarakat itu dapat dimaklumi, karena masyarakat belum berhasil diyakinkan oleh anggota DPR maupun partai politik mengenai kesungguhan mereka untuk menyelenggarakan pilpres dan pileg yang tepercaya, jujur, adil, dan sehat. Dalam alam pikiran rakyat banyak, elite politik bukan berpikir tentang penyelenggaraan pilpres dan pileg demi membangun masa depan demokrasi yang lebih sehat bagi perkembangan bangsa yang lebih baik, melainkan lebih kepada bagaimana partai berhasil memenangkan pilpres maupun pileg agar bisa berkuasa.

Elite politik kita belum lagi mencapai tataran negarawan, yang berpikir untuk mewariskan demokrasi yang sehat dan matang—di antaranya berupa penyelenggaraan pilpres dan pileg yang jujur dan adil, tapi lebih berpikir tetang bagaimana memenangkan pemilu yang akan datang. Partai yang sudah berkuasa tidak ingin kekuasaan lepas dari tangan mereka. Partai yang belum berkuasa ingin merasakan kemenangan dan memegang kekuasaan.

Dalam ekosistem politik sekarang, yang didominasi oleh elite kekuatan politik dan ekonomi, menjadi penyelenggara dan pengawas pemilu yang dapat dipercaya dan diandalkan oleh rakyat jelas menjadi tantangan terberat bagi para anggota KPU maupun Bawaslu. Mampukah nama-nama yang terpilih itu menegakkan integritas dan independensi individu maupun institusi dari kepentingan elite, baik di pemerintahan, DPR, partai politik, maupun di luar itu?

Bila sukses menegakkan integritas dan independensi individu maupun institusi, mereka akan dicatat dalam sejarah bangsa ini sebagai panitia perhelatan politik besar yang berhasil menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang jujur, adil, tepercaya, dan sehat, yang layak jadi warisan yang sangat berharga bagi anak-anak kita di masa mendatang. Hingga kelak, generasi mendatang akan menjadikan pemilihan umum 2024 sebagai rujukan. Bila sebaliknya, mereka tak mampu menahan intervensi dari manapun datangnya, pemilu mendatang bisa jadi hanya alat legitimasi bagi mereka yang berkuasa dan tidak menghasilkan kepemimpinan yang lebih baik. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler