MENJELANG perhelatan akbar politik nasional yang rencananya digelar serentak pada 2024, iklim pesta rakyat ini sudah mulai ditabuh ketika pemerintah dan penyelenggara pemilu memutuskan pelaksanaan jadwal Pemilu 2024. Meskipun, sebelumnya publik cukup membuncah pikiran dan perasaannya, karena sebelum keputusan tersebut diumumkan kepada publik, menyeruak wacana tiga periode dan pemilu akan digelar pada 2027. Namun, setelah keputusan tersebut ditetapkan, kekhawatiran publik pun terisolasi dengan sendirinya.
Setelah jadwal pemilu ditetapkan, sejumlah partai politik mulai mengaktivasi berbagai mesin politiknya, seperti, membangun komunikasi politik, safari politik, deklarasi relawan, hingga merespons segala isu populis lainnya. Namun, di tengah aktivitas politik yang sudah dilakukan sebagian besar partai politik tersebut, salah satu partai menyita perhatian publik, dalam hal ini partai yang berlambang mercy, yaitu Partai Demokrat.
Karena, partai yang di bawah komando politisi muda, Agus Harimurti Yudhoyono ini membuat pernyataan yang cukup mengejutkan. Dalam menghadapi pertarungan pada Pemilu 2024 mendatang, Agus Harimurti Yudhoyono berharap agar para kadernya dapat menjadi kuda hitam, yang tidak diperhitungkan, tapi menang. Statement politiknya ini disampaikan dihadapan ratusan anggota DPRD Partai Demokrat dari sejumlah wilayah di Indonesia. Tak hanya itu, putra mahkota dari Susilo Bambang Yudhoyono ini juga meminta kepada para kadernya untuk menjadi kuda perang.
Menurutnya, kuda perang adalah kuda yang bisa berlari kencang, tapi punya inisiatif kapan harus melambat, berhenti atau bahkan berbelok untuk mencapai kemenangan. Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa jangan asal lari kencang tanpa henti atau baru bergerak jika diperintah. Pernyataan politik ini tentu mendapatkan sejumlah respons dari elite politik lainnya.
Tulisan ini hendak menelaah statement politik yang muncul dari politisi muda seperti AHY. Apakah statement politik ini merupakan manifestasi dari komunikasi politik Partai Demokrat? Kemudian, bagaimana Partai Demokrat membangun komunikasi politiknya kepada publik, mengingat Partai Demokrat bukanlah bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin?
Komunikasi Politik
Sebagai salah satu putra mahkota, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tentu memiliki hak privilese. Oleh karena itu, partai ini tak bisa dilepaskan dari sosok tokoh seperti Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam berbagai survei mutakhir, misalnya, menunjukkan elektabilitas AHY belum mampu bersaing dengan elite politik lainnya yang saat ini menjabat sebagai menteri dan kepala daerah, seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
Menilik statement politik di atas memang diprakarsai atas sejumlah hasil survei yang telah disampaikan oleh berbagai lembaga survei di Tanah Air. Sebagai salah satu partai yang pernah berjaya pada 2004 dan 2009, tentunya Partai Demokrat memiliki prospek utama untuk mengembalikan kampiun pemilu ke partainya, terlebih sudah melewati dua periode. Merujuk pada hasil perolehan suara 2019 silam memang cukup sukar bagi Partai Demokrat, karena harus menciptakan atau membangun kohesivitas koalisi dengan parpol lainnya, agar dapat memenuhi sejumlah persyaratan yang sudah ditetapkan oleh konstitusi.
Selain itu, mencermati statement politik tersebut, dapat diketahui dan dilihat dari dari dua perspektif. Pertama, komunikasi politik yang bersifat top-down secara struktur hierarki. Dalam bahasa lain, ditunjukkan untuk internal parpol. Kedua, salah satu bentuk eksistensi melalui komunikasi politik eksternal. Pertama, komunikasi politik di internal parpol memiliki value lebih. Dengan kata lain, memiliki nilai substansial untuk menciptakan hubungan yang baik, antarpemimpin-anggota dan antar-anggota. Di samping itu, komunikasi inheran sangatlah dibutuhkan, sekaligus dapat menekan faksi-faksi politik yang ada di dalamnya. Dalam istilah yang lebih sederhana, meminimalisir friksi yang sewaktu-waktu dapat menimpa partai politik, termasuk Partai Demokrat. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi dan koordinasi yang koheren.
Tanpa komunikasi dan koordinasi yang baik antarpempimpin-anggota tentu akan mengalami kesukaran dalam memahami pesan politik maupun instruksi komando, terlebih akan menghadapi pertarungan yang sangat dahsyat pada 2024. Soliditas organisasi modern seperti parpol perlu menjaga keharmonisan dalam menciptakan suasana yang kondusif, agar sejumlah tahapan maupun tantangan dapat dilalui dengan baik.
Kedua, sebagai salah satu bentuk komunikasi politik, pernyataan ini juga memiliki sejumlah tujuan, misalnya, menjaga eksistensi AHY dan Partai Demokrat. Karena, pernyataan politik ini sudah barang tentu akan sampai kepada publik dan ditransmisikan oleh media mainstream, mengingat media dapat ‘menengahi’. Sebagaimana yang sudah disampaikan oleh Livingstone (2009), yang mengatakan bahwa mereka berdiri antara kita dan dunia sosial, sehingga kita tidak dapat lagi berpikir tentang hubungan kita dengan dunia politik tanpa media. Dengan demikian, pernyataan politik apa pun, terlebih yang dapat atensi publik, tentu akan berlarut-larut dalam menyampaikan informasi tersebut.
Saat ini, sebagai salah satu partai yang memiliki sikap oposisi terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, seyogianya Partai Demokrat harus dapat menjadi pengawas tulen dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan. Dengan kata lain, ketika ada kebijakan yang tidak melibatkan aspirasi publik, mencoba untuk hadir, agar publik juga dapat memberikan atensinya kepada partai berlambang mercy ini, terlebih isu-isu politik yang bersifat populis. Sebab, kekuataan mayoritas koalisi saat ini sangatlah besar.
Di samping itu, Partai Demokrat juga harus konsisten dan persisten bersama kepentingan rakyat, agar mendapatkan efek ekor jas atas perjuangannya mengadvokasi sejumlah kebijakan untuk kepentingan rakyat. Penulis melihat Partai Demokrat sampai saat ini belum mampu mengoptimalkan perannya sebagai oposisi. Apabila sudah dapat memaksimalkan, seperti yang sudah disebut di awal, publik tentu akan memberikan atensinya.
Pada akhirnya, akseptabilitas publik terhadap partai ini dengan sendirinya akan menjulang tinggi. Sementara itu, hal ini juga mencerminkan platform ideologi partai politiknya. Sebab, partai politik saat ini terlihat absen menerapkan platform ideologinya.
Ikuti tulisan menarik Imron Wasi lainnya di sini.