x

Kekuasaan

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 26 Februari 2022 08:00 WIB

Koor Muhaimin, Airlangga, dan Zulkifli Menunda Pemilu: Gelagat Mempertahankan Status Quo

Para politisi yang menginginkan penundaan pemilu itu hanya bertujuan ingin tetap berada di lingkaran dalam kekuasaan. Karena mereka hampir tak punya peluang jadi presiden pada Pemilu 2024. Bagaimana dengan Jokowi? Apakah bakal tergoda dengan manuver murahan itu dan mengubah konstitusi demi kepentingan pragmatis sesama elite? Atau ia mungkin ia juga ingin merasakan mendiami istana baru di Penajam?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Agenda penundaan pemilu rupanya tengah jadi menu utama elite kekuasaan. Tidak lama setelah Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB dan Wakil Ketua DPR, mengatakan kepada media bahwa ia akan mengusulkan agar pemilu ditunda, Ketua Umum Golkar Airlangga Hatarto mengatakan hal yang sama dengan dalih meneruskan aspirasi petani di Siak. Tidak lama kemudian giliran Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN, mengungkapkan usulan yang sama.

Bagaikan koor, elite politik mengutarakan hasratnya masing-masing untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi. Sanggupkah Jokowi digoda oleh elite politik lainnya, sehingga ia tak kuasa mempertahankan ucapannya bahwa ia menolak perpanjangan masa jabatan maupun jabatan tiga periode?

Godaan ini besar, karena sejumlah ketua umum sudah menyatakan usulannya, akankah Jokowi mempertahankan aturan konstitusi yang membatasi masa jabatan dua periode saja atau ia juga bakal tergoda untuk mengubah konstitusi demi kepentingan pragmatis sesama elite? Terlebih lagi, mungkin ia juga ingin merasakan mendiami istana baru di Penajam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Muhaimin dan Arilangga sebenarnya memiliki kemiripan sebagai politisi. Keduanya ketua umum partai yang termasuk papan atas dari segi perolehan kursi DPR pada pemilu 2019, bersama PDI-P, Gerindra, dan Nasdem. Dalam konteks pemilihan presiden 2024, keduanya juga memiliki kemiripan dalam hal sama-sama mencalonkan diri untuk jadi presiden.

Namun, ambisi politik kedua politisi ini mesti berhadapan dengan kenyataan bahwa berbagai survei politik, yang sudah dilakukan berulang kali, membuahkan hasil yang tidak menggembirakan bagi mereka. Dibandingkan nama-nama seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, maupun Anies Baswedan, baik Muhaimin maupun Airlangga tidak cukup berhasil menarik minat responden survei.

Boleh jadi hasil tersebut membuat kedua politisi ini maupun kawan-kawan terdekat keduanya berpikir ulang mengenai pencalonan mereka dalam pilpres. Meskipun PKB dan Golkar populer di sebagian rakyat, tapi kelihatannya tidak serta merta berdampak pada popularitas ketua umum kedua partai. Tingkat popularitas dan elektabilitas Muhaimin dan Airlangga berada di klasemen bawah para calon presiden yang malah belum pasti pencalonannya.

Karena itulah, keduanya mungkin mengkalkulasi ulang rencana pencalonan mereka. Jika pilpres tetap diadakan pada 2024, boleh jadi mereka akan dengan mudah tersingkir dari medan kompetisi. Bila ini terjadi, kedudukan Muhaimin maupun Airlangga di partai masing-masing mungkin tidak lagi aman. Kader-kader kedua partai mungkin menghendaki perubahan kepemimpinan partai. Bila ini risikonya, kedua politisi ini berpeluang untuk tersingkir dari lingkaran dekat kekuasaan. Misalnya, Airlangga tidak lagi jadi menteri dan Muhaimin tidak lagi menjabat Wakil Ketua DPR.

Karena itu pula, bagi kedua politisi ini, mempertahankan status quo merupakan pilihan yang lebih realistis dibandingkan dengan bersikukuh mencalonkan diri jadi presiden dalam pemilu 2024. Status quo penting dipertahankan karena kedua politisi ini ingin tetap berada di lingkaran dalam kekuasaan. Caranya ialah dengan mempertahankan kepemimpinan Presiden Jokowi dengan memperpanjang masa jabatan. Sebagai Ketua Umum Golkar, Airlangga tampaknya ingin posisinya sebagai Menko Perekonomian dipertahankan. Sedangkan Muhaimin, karena pemilu tidak ada, boleh jadi keanggotaan dan kepemimpinannya di DPR juga akan diperpanjang, sehingga ia bisa tetap menjabat Wakil Ketua DPR.

Perkara dalih untuk memperpanjang, para politisi adalah jagonya menyusun dalih walaupun seringkali dipaksakan agar terlihat logis dan rasional. Muhaimin sudah menyiapkan dalih berupa masukan dari pengusaha dan ahli ekonomi—entah siapa mereka, sedangkan Airlangga mengaku mendengarkan aspirasi petani di Siak, Sumatra. Begitu penting hasil kedua pertemuan itu, sehingga bagi kedua politisi ini cukup jadi alasan untuk mengusulkan agar masa kepresidenan Jokowi diperpanjang.

Bagaimana dengan Zulkifli? Rupanya, unjuk dukungan kepada pemerintah yang diperlihatkan Ketua Umum PAN ini tidak kunjung membuahkan hasil berupa kursi di kabinet, sebab hingga hari ini perombakan kabinet alias reshuffle belum juga terjadi. Apakah karena Jokowi menginginkan dukungan lebih besar lagi? Entahlah, yang jelas Zulkifli ikut dalam barisan koor Muhaimin dan Airlangga yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden.

Alasan yang diajukan Zulkifli juga tidak kuat. Seperti sudah klise, situasi pandemi yang memerlukan perhatian khusus, kondisi perekonomian yang belum stabil dan masyarakat masih perlu pemulihan, serta anggaran pemilu yang membengkak dan rencana efisiensi dijadikan dalih untuk menunda pemilu. Pertanyaannya: mengapa alasan yang sama ditolak ketika rakyat mengusulkan agar pembangunan ibukota baru ditunda, padahal proyek raksasa ini membutuhkan dana raksasa juga?

Hasil survei kepuasan publik kepada Jokowi yang tinggi juga dijadikan alasan Zulkifli. Bukankah hasil survei itu bersifat sesaat, bisa naik dan bisa turun, bisa pula bergantung responden yang dipilih? Yang lebih mendasar dari itu, tidak ada satu pasal pun dalam UUD yang berlaku saat ini yang membolehkan seorang presiden menjabat tiga periode atau diperpanjang masa jabatannya dengan alasan kepuasan publik tinggi menurut hasil survei. Jika ini terjadi, dapatkah Anda membayangkan bahwa hasil survei dijadikan landasan untuk mengubah isi konstitusi?

Tampak jelas bahwa argumen yang diajukan elite politik ini dalih-dalih yang mengada-ada, yang dibuat berdasarkan kepentingan pragmatis mereka, yaitu mempertahankan status quo agar mereka tetap berada di lingkaran dalam kekuasaan. Sebab, bila pemilu tetap dilaksanakan pada 2024, nasib mereka belum pasti. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu