x

cover buku Strela Senjaya

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 20 Maret 2022 08:11 WIB

Strela Senjaya - Perempuan Sederhana Berhati Mulia

Strela Senjaya adalah seorang perempuan sederhana asal Lasem. Ia mengangkat bayi-bayi yang kelahirannya tidak dikendaki dan tidak dicintai sebagai anak angkat. Ia rawat dan cintai anak-anak tersebut selayaknya anaknnya sendiri. Ia tak mundur ketika sang suami meninggalkannya. Ia membangun Sekolah Stella Maris supaya anak-anak tersebut tetap bisa mendapatkan pendidikan yang baik, saat sekolah dimana anak-anak tersebut menimba ilmu tak lagi bisa menampungnya. Ia menjadi berkat saat seharusnya ia sendiri mendapatkan pertolongan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Strela Senjaya – A Simple Woman with a Golden Heart

Penulis: Robert Adhi KSP

Tahun Terbit: 2018

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tebal: 272

ISBN: 978-602-03-8549-5

 

Biasanya seseorang akan menolong orang lain saat dirinya sudah berkecukupan. Namun Strela Senjaya justru sebaliknya. Ia menolong orang lain saat dirinya sedang mengalami masalah. Ia memelihara bayi-bayi yang tidak diinginkan oleh orangtuanya, saat ia ditinggal mati sang suami yang dikasihinya. Saat ia harus membesarkan dua anak lelakinya yang masih kecil-kecil, saat itu pula ia tak berhenti untuk mengulurkan tangan bagi bayi-bayi yang tak berdosa tetapi tak diinginkan kelahirannya. Saat anak-anak angkatnya terancam tak bisa bersekolah, saat itu pula dia mendirikan Sekolah  Stella Maris, untuk memberikan bekal ilmu bagi anak-anak angkatnya.

Tuhan tidak tidur. Tuhan menolong dan memberkati bagi orang-orang yang peduli kepada sesama. Itulah sebabnya Tuhan memberkati Strela Senjaya dan anak-anaknya. Karena dia telah memberi berkat kepada sesamanya.

Strela Senjaya lahir dengan nama Kwee Kiem Lian di Lasem pada tanggal 15 Mei 1944. Tapi karena sakit-sakitan, oleh papanya namanya diganti menjadi Kwee Strela (hal. 39).  Pemudi yang suka berolahraga ini bisa berlanjut sekolahnya berkat dukungan dari Pak Mustopo guru SR-nya. Pak Mustopolah yang menjadi motivator bagi Strela untuk terus bersekolah.

Perjalanan sekolahnya tidaklah lancar. Pengalaman sekolah yang penuh perjuangan inilah yang mungkin membuat Strela begitu gigih memperjuangkan pendidikan kedua anaknya dan anak-anak asuhnya.

Strela pindah sekolah ke Jakarta saat ia naik kelas 2 SMA. Ia pindah ke Jakarta atas ajakan kakak sulungnya. Keberangkatannya ke Jakarta terjadi dengan penuh drama. Sebab saat akan berangkat ke Jakarta, mamanya jatuh sakit dan tak bisa bangun. Sebagai anak perempuan terbesar, Strela diharapkan merawat sang ibu. Tapi di saat yang sama ia juga ingin mengembangkan diri (hal. 46).

Selepas SMA, ia memilih untuk kuliah di Fakultas Kedokteran Tinggi Universitas Res Publica. Kuliahnya sempat terhenti karena Universitas Res Publica yang dianggap pro PKI dibakar dan operasinya dihentikan. Strela kembali ke kampus saat Universitas Res Publica berganti nama menjadi Universitas Trisakti.

Cobaan kembali melanda. Saat kuliahnya belum selesai, bisnis kakak yang menampungnya gagal. Kakaknya pindah ke Semarang. Maka Strela pun harus melanjutkan kuliah tanpa dukungan dari kakaknya. Untunglah seorang pemuda bernama Lukman Senjaya (Kwee Sian Bin) yang mendekatinya bersedia mendukung biaya sekolahnya. Mereka kemudian menikah. Lukman dan Strela sempat tinggal di Jerman. Di sanalah anak pertamanya, Michel Kwee Hong Dji lahir (hal. 72).

Setelah Michel berumur 8 bulan, Strela memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Ia mulai membangun karir sebagai dokter gigi. Karirnya diawali di sebuah klinik gigi milik Aggi Tjetje tanpa dibayar. Karirnya sebagai dokter gigi terus berkembang. Melalui Aggie Tjetje inilah untuk pertama kali Strela menerima anak asuh. Seorang bayi laki-laki diserahkan oleh Aggi Tjetje kepadanya untuk diasuh. Dharma, demikian anak ini dinamai adalah bayi yang lahir di luar nikah dan tidak dikehendaki (hal. 27). Sejak itu Strela terus menerima bayi-bayi lain yang tidak dikehendaki dan tidak dicintai.

Bayi-bayi ini dibesarkan di rumah yang sama dengan anak-anak kandungnya. (Strela dan Lukman memiliki 2 anak, Michel yang lahir di Jerman dan Piere yang lahir di Jakarta). Ia memberi cinta yang sama kepada anak kandung dan anak-anak angkatnya.

Pada tahun 1976, Strela mendirikan pusat pelatihan bayi, orang sakit dan lansia. Strela juga mendirikan panti asuhan. Di saat kesibukan yang luar biasa itulah ia ditinggal suaminya untuk selamanya (hal. 91). Anak asuhnya pernah sampai 31 orang (hal. 101). Anak-anak ini awalnya tinggal bersama di rumahnya di Kelapa Gading, kemudian tinggal di ruko yang sekaligus dijadikan klinik (Klinik Kasih Abadi) dan terakhir mereka tinggal di Panti Asuhan Padang Gembala di Bumi Serpong Damai (BSD). Anak-anak ini bersekolah di SD dan SMP Tunas Karya, sebuah sekolah yang dikelola oleh manajemen Perumahan Kelapa Gading.

Strela tidak hanya memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak asuhnya. Beberapa anak asuhnya dibiayai sampai lulus kuliah. Anak-anak itu juga dibantu untuk mencari pekerjaan. Strela juga membiayai pernikahan beberapa anak asuhnya. Strela tidak pernah menuntut anak asuhnya untuk membalas jasanya. Ia membebaskan anak-anak asuhnya untuk membangun kehidupannya sendiri.

Pada tahun 1995 Stela mendirikan Sekolah Stella Maris. Ide mendirikan sekolah ini adalah untuk menampung anak-anak asuhnya yang kesulitan untuk meneruskan sekolah di Sekolah Tunas Karya. Ketika Sekolah Tunas Karya diserahkan ke Pemerintah, anak-anak ini tidak bisa lagi sekolah dengan gratis. Alih-alih menghentikan pendidikan anak-anak asuhnya, Strela malah tertantang untuk mendirikan sekolah supaya anak-anak ini bisa berlanjut sekolahnya. Ia mendirikan Sekolah Stella Maris (hal 120). Sekolah ini berkembang dengan baik. Bahkan akhirnya Stella Maris menjadi sekolah yang diminati oleh orangtua untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Strela tegar dalam ujian hidup. Ia terus memberi berkat saat ia sendiri seharusny memerlukan dukungan. Strela adalah perempuan sederhana. Namun ia adalah perempuan berhati emas. A simple woman with a golden heart. 665

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler