Kepala Kejaksaan tinggi (Kajati) Jambi Sapta Subrata mengatakan bahwa kasus tindak pidana bisa dihentikan oleh jaksa tanpa harus diteruskan ke pengadilan.
Penghentian perkara berdasarkan restorasi justice ini harus masuk ke tatanan hukum terlebih dahulu. Dalam hal ini ada 3 unsur utama yang perlu diperhatikan, 1. Tersangka baru sekali berbuat pidana, 2. Ancaman hukumannya kurang dari lima tahun, 3. Kerugian akibat perbuatan tersangka maksimal 2,5 juta.
Selain itu, ada faktor pendukungnya. Antara tersangka dengan korban sepakat untuk berdamai, dan perdamaian itu disaksikan oleh tokoh adat, tokoh agama dari wilayah yang bersangkutan. Kemudian hal ini dapat diputuskan, untuk tidak dilanjutkan ke Pengadilan, setelah ada Surat Keputusan dari ke Jaksaan Agung.
Hal ini itu merupakan peraturan hukum Kejaksaan Agung (Perja) Nomor 15. PER-003/A/JA/02/2012. Kata Kepala Kejaksaan tinggi (Kajati) Jambi, Sapta Subrata, dalam penyuluhan hukum “ Restoratif Justice” di acara Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi, di Rumah Dinas Gubernur Jambi Sabtu pagi 09.30 WIB, 19 Maret 2022.
Acara seminar LAM Jambi itu dibuka oleh Ketua LAM Jambi Hasan Basri Agus, mantan Gubernur Jambi yang juga saat ini Anggota DPR-RI dari Komisi XI, dapil Jambi. Turut hadir dalam acara tersebut, Kapolda Jambi , Kabag Sejarah dan Hukum LAM Jambi, sejumlah tokoh adat dan jajaran Kejaksaan negri (Kejari) jambi.
Dalam kata sambutan Gubernur Jambi Al Haris menyatakan bahwa, pihaknya (Jajaran) Pemda Provinsi Jambi menyambut baik, untuk berkolaborasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dari Kejaksaan dan Kepolisian, terkait adanya penerapan restoratif justice.
Dalam acara tersebut, Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi, Hasan Basri Agus dan Gubernur Jambi Al Haris bersama Kepala Kejaksaan tinggi (Kajati) Jambi. Sapta Subrata, dan Kapolda Jambi, Irjen.Pol. Albertus Rachmad Wibowo melakukan nota kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU).
Menurut Kasi Penerangan Hukum (Kapenkum) Kejati Jambi, Lexy Fatharany. Hal itu dilakukan, sebagai wujud dukungan Pemerintah dan tokoh lembaga adat Provinsi Jambi kepada Aparat Kejaksaan dan Kepolisian, untuk dapat menyelesaikan persoalan sosial di masyarakat, tanpa melalui proses hukum.
Sementara itu, dalam acara itu sempat terjadi tanya jawab, diantaranya Datuk Muctar Latif sempat menanyakan, “Restoratif justice kasus korupsi yang nilainya dibawah 50 juta, apakah sudah bisa diterapkan di Jambi?” tanya dia kepada Kejati Jambi.
Kepala Kejaksaan tinggi (Kajati) Jambi Sapta Subrata, dalam menanggapi pertanyaan Datuk Muctar itu mengatakan. Restoratif justice (RJ) ini masih wacana, belum ada diskresi (keputusan) dari Jaksa Agung. “Kita menunggu Peraturannya, kapan diberlakukan,” kata Sapta.
Sapta Subrata juga menjelaskan, tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi yang nilainya dibawah 50 juta itu sebenarnya masih bisa ditagih oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Inspektorat. “ Umumnya, hal ini dilakukan oleh APIP Inspektorat, dan uang itu berhasil ditagih,” jelas Sapta Subrata (Djohan Chaniago).
Ikuti tulisan menarik djohan chan lainnya di sini.