x

LN Palar di Belanda, 1950. Wikipedia

Iklan

Bayu W |kuatbaca

Penulis Manis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Maret 2022

Sabtu, 26 Maret 2022 12:11 WIB

Diplomasi LN Palar di Antara Lobi, Klaim dan Propaganda

Perjuangan yang dilakukan secara diplomatik oleh Indonesia berada di antara dua arus besar blok adi daya, antara Amerika dan Soviet. Anehnya, Belanda yang jelas tergabung dalam Blok Sekutu, malah dikecam oleh Amerika. Klaim-klaim dan propaganda yang dilakukan Belanda justru berbalik jadi senjata makan tuan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di PBB dan dunia internasional, terjadi perang diplomasi antara Republik Indonesia dan Belanda. Tokoh-tokoh Republik di luar negeri berusaha membuktikan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia dan TNI masih eksis.

Bersamaan dengan itu, Belanda yang mempropagandakan orang-orang Republik sebagai ekstrimis-ekstrimis, mengumbar pernyataan bahwa dirinya sudah berhasil mengembalikan rust en orde, keamanan dan ketertiban di wilayah yang disebutnya Hindia Belanda.

Sejak pengaduan Republik kepada Dewan Keamanan PBB atas pelanggaran Persetujuan Linggajati oleh Belanda melalui agresi militer, The Indonesian Question (masalah Indonesia) terus menjadi bagian dari agenda Dewan Keamanan PBB. Berbagai resolusi telah dikeluarkan sejak tahun 1947, namun Belanda tetap keras kepala dan tidak mau menerima bahwa kemerdekaan Republik Indonesia adalah sebuah kenyataan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Belanda terus berusaha menggiring opini dunia dan bertekad mengembalikan jarum jam sejarah ke zaman kolonial. Di New Delhi, tokoh-tokoh Republik antara lain Mr. A.A. Maramis, tak henti-hentinya melobi pemerintah India dan perwakilan Asia lainnya. Usaha ini berhasil menelurkan terselanggaranya Konferensi Asia di New Delhi menjelang akhir Januari 1949. Di antara keputusannya adalah Belanda harus segera menarik seluruh tentaranya dari wilayah Indonesia dan mengakui kedaulatan Republik Indonesia.

Sebelumnya, di awal Januari 1949, Dewan Keamanan sudah pula menggelar sidang untuk membahas masalah agresi militer oleh Belanda. Selain untuk urusan Indonesia, di dalam sidang ini juga terlihat sekali pengaruh perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet.

Masing-masing tidak ingin Indonesia masuk di bawah pengaruh lawan. Untuk memojokkan Uni Soviet, Amerika menyinggung kelakuan Partai Komunis yang dinilainya sebagai perpanjangan tangan Moskow guna menumbangkan Soekarno-Hatta dan menggulingkan pemerintahan Republik Indonesia. Philip C. Jessup, sebagai wakil dari Amerika di Dewan Keamanan PBB, juga mengecam Belanda karena menginginkan hal yang sama seperti Soviet terhadap Republik Indonesia.

Pada 20 Januari 1949, bertepatan dengan dimulainya Konferensi Asia di New Delhi, Lambertus Nicodemus Palar sebagai delegasi Republik menyampaikan memorandum untuk Dewan Keamanan. Senada dengan Jessup, Palar menanggapi secara khusus isu pengaruh komunisme di Indonesia.

Dalam propagandanya, Belanda selalu berusaha untuk mendapatkan dukungan dari Amerika dengan klaim bahwa Indonesia telah jatuh ke dalam pengaruh komunis. Tetapi, apa yang dilakukan oleh partai komunis terhadap Republik Indonesia di bulan September 1948, adalah fakta amat jelas bahwa Republik bersebrangan dengan komunis. Dan, dari kacamata yang sama, Belanda ternyata bersebrangan pula dengan Republik.

Hal lain yang dikemukakan dalam memorandum Indonesia oleh Palar, adalah bahwa kemerdekaan Republik Indonesia bukanlah hasil dari pemberontakan kepada Belanda. Karena Belanda telah menyerahkan wilayah kekuasaan kepada Jepang sejak ditandatanganinya dokumen “menyerah tanpa syarat” oleh Belanda di Kalijati tanggal 9 Maret 1942. Maka, dengan demikian hak Belanda atas wilayah bernama Indonesia bukanlah sesuatu yang pernah ada.

Di PBB sendiri, makin hari akhirnya makin banyak negara yang tidak percaya pada klaim yang dipropagandakan Belanda. Di tengah dua arus pusaran blok antara Barat dan Timur, seluruh propaganda Belanda tenggelam sia-sia. Belanda yang sudah demikian wenang melakukan agresi dan merasa di atas angin, justru ikut tergulung dalam propaganda sekutunya sendiri, Amerika, demi melawan Soviet.

Walau begitu, setiap diplomat pasti sudah saling paham. Bahwa, "there is no free lunch".[]

Ikuti tulisan menarik Bayu W |kuatbaca lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB