x

Iklan

Anita Rakhmi Shintasari

Guru BK SMPN 22 Semarang-Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Desember 2021

Senin, 28 Maret 2022 06:51 WIB

Berlatih Sebagai Coach dan Coachee untuk Praktik TIRTA

Belajar sebagai coach dengan teknik TIRTA memandu kita untuk lebih memandirikan murid.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembelajaran di modul 2.3 pendidikan guru penggerak adalah belajar tentang Coaching. Awalnya saya merasa sedikit aneh dengan istilah ini, dalam benak saya yang terlintas adalah laki-laki bertopi yang ada di pinggir lapangan untuk mengarahkan para pemain.

Tetapi setelah mulai belajar, akhirnya saya tahu, coaching yang dimaksud disini bukan seperti itu. Untuk memahami dengan benar tentang coaching, kami mendapat kesempatan untuk membaca teks dan melakukan role play.

Ada tiga kasus yang dijadikan bahan praktik agar kami lebih mudah menangkap arti dari coaching. Pada kasus pertama tentang rasa tidak percaya diri yang dialami murid. Kasus kedua tentang perlakuan tidak adil yang diterima murid dan kasus ketiga tentang guru yang ditegur pengawas.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari ketiga kasus tersebut, kami secara berkelompok bergantian untuk berperan sebagai coach dan coachee. Keterampilan yang harus kami praktikkan merujuk pada teknik TIRTA.

Pada langkah awal sebagai coach, harus dapat menyampaiksn tujuan dari kegiatan coaching. Setelah tujuan tersampaikan dan dapat diterima coachee, kemudian dilanjutkan langkah kedua. Disini coach melakukan identifikasi potensi atau kemampuan coachee yang belum disadari, agar coachee dapat melihat dirinya secara lebih positif.

Kemudian langkah ketiga adalah menyusun rencana aksi. Coach mendorong coachee untuk membuat rencana aksi berdasarkan potensi yang telah disadarinya. Dari rencana aksi, coach juga mendorong coachee untuk dapat bertanggung jawab terhadap pilihan aksi yang telah direncanakan.

Mempraktikkan teknik TIRTA dalam kegiatan coaching secara tidak langsung memandirikan coachee baik itu murid atau rekan sejawat dalam mengambil keputusan yang bertanggungjawab ketika sedang menghadapi permasalahan.

Dengan teknik TIRTA pula seorang coach akan berkesempatan membangun komunikasi efektif dengan coachee, sehingga tidak sekedar menyelesaikan masalah tetapi juga dapat mendorong terwujudnya relasi yang sehat. 

Kesempatan belajar dengan model role play ini secara tidak langsung memberikan pengalaman bagi kami untuk berlatih menemukan kalimat-kalimat terbuka yang dapat mendorong kami membangun komunikasi yang efektif dengan orang lain khususnya murid, yang tentunya akan menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan memandirikan.

 

Ikuti tulisan menarik Anita Rakhmi Shintasari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler