Seruling sunyi yang tak lagi bernafiri
—menghampiri denyut
dengan luka-luka tajam
yang engkau taburi di halaman wajahku
—setiap fajar membuka tirai
dan senja yang menutupnya dalam diam.
Aku ingin pergi—kepada setiap napas yang menjulang ke langit
dengan sepasang sayap yang rajin dikoyak angin
—jatuh pada setiap persimpang
yang ditumbuhi duri
dan menikam yang tak berdarah
—sungguh perih.
Atambua, 23 Februari 2022
Ikuti tulisan menarik Silivester Kiik lainnya di sini.