x

Iklan

Anita Rakhmi Shintasari

Guru BK SMPN 22 Semarang-Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Desember 2021

Jumat, 1 April 2022 14:11 WIB

Berperan Sebagai Penuntun Mewujudkan Pembelajaran yang Berpihak Pada Murid

Ibarat pepatah, ada banyak jalan menuju roma, begitupun dengan proses mewujudkan pembelajaran yang berpihak kepada murid sesuai filosofi KHD (Ki Hajar Dewantara) yang terangkum dalam profil pelajar Pancasila. Seperti apakah jalan menuju Roma itu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengikuti proses dari satu modul ke modul berikutnya, banyak sekali insight yang akhirnya dipetik sebagai seorang calon guru penggerak. Jika di modul satu, fokus pembelajaran adalah memperbaiki pola pikir, menata nilai dan visi serta merencanakan langkah untuk tahap berikutnya, selanjutnya di modul kedua, kami mulai belajar tentang merancang pembelajaran, strategi menerapkan rancangan pembelajaran dan bagaimana mengambil peran sebagai seorang coach.

Istilah coach itu sendiri membawa energi positif bagi kami dalam belajar. Karena terkesan santai dan tidak tegang tetapi tepat sasaran. Ya, dalam praktik coaching. kami belajar bagaimana menempatkan diri sebagai seorang penuntun atau menerapkan fungsi Among (dalam filososofi KHD). 

Seorang coach lebih berperan dalam membantu coachee (dalam hal ini bisa rekan sejawat atau murid) untuk mengenali dirinya, potensinya dan kemampuan yang dimiliki serta menemukan akar permasalahan yang dialami, yang menghambat dirinya. Dengan keterampilan untuk menyampaikan pertanyaan terbuka yang tidak berkesan menghakimi ataupun menggurui, coach diharapkan dapat mendorong coachee untuk menentukan alternatif pemecahan permasalahan yang sedang dialami yang dapat mengganggu tugas ataupun proses belajarnya. Dari alternatif ini, coach juga diharapkan dapat mendorong coachee untuk mengambil keputusan sendiri secara bertanggungjawab sehingga melatih kemandirian pada coachee.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Praktik coaching sendiri dapat dilakukan dalam proses pembelajaran berdiferensiasi yang dapat mengasah kompetensi sosial emosional baik dari coach maupun coachee. Dengan mempraktikkan teknik TIRTA sebagai salah satu strategi coaching, kami berkesempatan untuk menajamkan kemampuan dalam melakukan komunikasi yang efektif dengan orang lain sebagai bentuk keterampilan berinteraksi sosial yang merupakan salah satu kompetensi dalam pembelajaran sosial emosional. 

Disamping itu, kemampuan untuk mendorong coachee merancang aksi dalam menentukan alternatif penyelesaian masalah berdasarkan kemampuan dan potensi dirinya juga merupakan wujud upaya untuk mengasah kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab sebagai salah satu bentuk kompetensi sosial emosional dalam pembelajaran sosial emosional yang juga selaras dengan teknik TIRTA. 

Pembelajaran tentang coaching yang terdapat dalam modul dua sangat penting dikuasai oleh kami sebagai calon guru penggerak untuk melengkapi kemampuan kami dalam menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid melalui pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional. Dengan teknik TIRTA yang mudah diikuti juga sangat membantu kami dalam menerapkan praktik coaching ini di sekolah baik dengan rekan sejawat maupun dengan murid. Berbekal keterampilan coaching ini kami diharapkan dapat mengambil peran sebagai penuntun dalam proses pembelajaran yang berpihak pada murid untuk mewujudkan profil pelajar pancasila sebagai muara akhir dari proses pembelajaran itu sendiri. Terus Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan untuk Merdeka Belajar dan Mengajar.

Ikuti tulisan menarik Anita Rakhmi Shintasari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler