Oleh: Bambang Udoyono, penulis buku
Let yourself become living poetry. (Maulana Jalaludin Rumi) Jadikanlah dirimu puisi hidup. Demikian kutipan dari Maulana Jalaludin Rumi. Tentu saja ungkapan ini adalah metafora. Seperti biasanya, kalimat mutiara Rumi selalu indah dan penuh makna. Apa kira kira maksudnya? Inilah otak atik saya.
Dalam pandangan saya Rumi menganjurkan kita memiliki karakteristik seperti puisi. Apa saja karakteristik puisi? Pertama puisi memiliki keindahan. Keindahan ini akan menyebar kepada banyak orang. Terjadilah interaksi. Mungkin tidak semua orang mampu menangkapnya. Orang yang nyambung dengan puisi akan menikmatinya dan bahkan mungkin menginspirasinya. Puisi bisa mencerahkan suasana hati orang. Puisi bisa mencerahkan pikiran orang. Puisi bisa melukiskan dengan singkat sesuatu kondisi sehingga memotivasi orang untuk berbuat sesuatu. Jadi singkatnya puisi memiliki kekuatan positif yang membawa banyak manfaat buat masyarakat.
Karena itu saya yakin Rumi menganjurkan kita menjadi orang yang menyebar kebaikan. Rumi menghimbau kita agar menjadi orang yang memberi inspirasi, pencerahan, motivasi, kebaikan kepada orang lain. Kata kebaikan memang sangat luas. Intinya adalah pekerjaan Anda, karya Anda membuat orang lain merasakan manfaatnya maka itu sudah kebaikan. Jadi semua profesi (yang legal dan halal tentunya) bisa memberikan manfaat kepada masyarakat. Apapun profesi Anda – guru, pedagang, penulis, tour guide, staf admin, pejabat, politisi, seniman, ibu rumah tangga, tukang kayu dsb anda bisa memberi sumbangan dengan karya Anda kepada masyarakat. Siapapun Anda bisa menjadi ‘puisi hidup’.
Kalau kita sudah menjadi ‘puisi hidup’ maka tugas kita sebagai orang tua akan berjalan baik juga. Karena anak anak terpengaruh oleh orang tuanya. Maka jika orang tuanya sudah menjadi ‘puisi hidup’ Insya Allah anak anaknya akan menirunya. Kebaikan itu akan menular kepada anak keturunannya dan bahkan kepada orang lain.
Lagipula apapun yang kita sumbangkan kepada masyarakat akan kembali kepada kita. Jika kita menyumbangkan kebaikan maka kita akan menerimanya kembali. Bentuknya bisa berbagai macam cara. Kebaikan demi kebaikan akan datang tanpa kita bisa menduganya. Inilah salah satu unsur kebahagiaan.
Memang kadang ada puisi yang membingungkan pembacanya, susah diduga apa maksud penulisnya. Ada juga puisi ‘hitam’. Tapi karakteristik ini tidak perlu ditiru. Saya kira Rumi tidak menganjurkan kita menjadi puisi semacam ini.
Jadilah ‘puisi hidup’ yang memberi manfaat kepada orang banyak.
Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.