x

ilustr: Forum-China Daily

Iklan

Khalqinus Taaddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 4 Desember 2021

Rabu, 6 April 2022 06:15 WIB

Pendidikan dan Literasi, Pondasi Generasi Emas 2045

Kemajuan suatu negara ditentukan oleh inovasi, riset dan teknologi. Namun sebelum mencapai kesana, perlu dilakukan penataan pendidikan dan penguatan literasi secara menyeluruh ke semua lapisan masyarakat. Pendidikan dan literasi adalah pondasi menuju generasi emas tahun 2045 yang berbasis inovasi, riset dan teknologi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Upaya Indonesia mencapai generasi emas menuju tahun 2045 tidak bisa di lepaskan dari peran pendidikan dan literasi yang terus berjalan berdampingan. Untuk menuju Indonesia yang bertumbuh perlu adanya pemerataan akses pendidikan oleh aktor pemerintah.  Dukungan perlu diberikan kepada kegiatan-kegiatan pendidikan non formal seperti komunitas-komunitas literasi yang ada di pelosok negeri. Artinya, jika Indonesia diharapkan menjadi negara dengan pendapatan menengah keatas berbasis inovasi, riset dan teknologi, haruslah didasari penataan pendidikan masyarakatnya terlebih dahulu.  Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan termasuk sebagai pondasi menuju generasi emas tahun 2045.

Ilustrasi Pendidikan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berbagai terobosan yang dibuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada masa pandemi Covid-19 memang berdampak positif bagi keberlangsungan proses belajar mengajar lembaga pendidikan formal. Namun baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten maupun kota haruslah memperhatikan dan mendukung komunitas-komunitas yang bergerak di bidang pendidikan pula. Sebab komunitas juga memberikan sumbangsih terhadap proses pendidikan, terutama yang ada di pelosok-pelosok negeri.

Perlunya Literasi Pada Usia Produktif

Kemajuan suatu negara ditentukan oleh inovasi, riset dan teknologi. Namun sebelum mencapai kesana, perlu dilakukannya penataan pendidikan dan penguatan literasi terlebih dahulu secara menyeluruh ke dalam lapisan masyarakat. Artinya, pendidikan dan literasi sebagai pondasi menuju generasi emas tahun 2045 yang berbasis inovasi, riset dan teknologi.

Jadi, membangun narasi tentang “kemajuan suatu negara ditentukan oleh seberapa tinggi budaya literasi bangsanya” perlu di segarkan dan di sebarkan kepada masyarakat.

Perlu diketahui, literasi bukan hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis, namun juga pada proses penataan berpikir, kreatif, kritis, rasional, dan merangsang rasa ingin tahu yang nantinya terrefleksikan ke sesuatu hal yang inovatif. Literasi juga merupakan suatu proses seseorang belajar belajar dan belajar secara terus menerus.

Tidak bisa dipungkiri dengan berkembangnya ilmu pengetahuan menghadirkan definisi-definisi yang beragam mengenai literasi dan variasinya pun beragam seperti literasi digital, literasi sains, literasi pendidikan dan lain-lainnya. Namun inti dari literasi ialah dengan membaca.

Membaca sebagai pemberdayaan diri untuk menemukan kemampuan dan keterampilan yang didampingi dengan pelatihan, sebagai proses pendorong pembentukan sikap pribadi, tidak bermental ikut-ikutan, mempertajam kemampuan berpikir analitik, mampu membedakan antara mana yang opini, fakta dan persepsi, serta mendorong keberanian dalam menyampaikan opini baik dengan berbicara maupun menulis. Inilah salah satu perbedaan antara akademisi dengan non-akademisi, terletak pada kemampuannya dalam menganalisis sesuatu masalah, isu, fenomena dan sejenisnya. Karena, jika sekedar membaca atau mencari data siswa sekolah menengah pertama pun bisa melakukannya.

Sebagai catatan, dalam membaca apapun bacaannya, sepatutnya kita mengetahui latar belakang penulis dan kredibilitas sumber bacaan yang dibaca, baik itu media digital maupun buku. Apalagi dalam situasi dan kondisi zaman yang bisa dipastikan serba internet untuk mencari informasi, menyebarkan informasi hingga memenuhi kebutuhan ekonomi secara mudah dan leluasa. Namun, kita perlu berpikir secara matang sebelum melakukan sesuatu.

Namun yang menjadi tantangan ialah kebanyakan masyarakat Indonesia pada era saat ini sudah terbiasa dengan lisan terutama melalui media sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment/PISA yang dirilis oleh OECD menunjukan rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia. Dari 72 negara Indonesia berada pada urutan ke-62.

Perlunya Perhatian Kepada Komunitas Literasi

Komunitas literasi saat ini menjamur terutama di daerah pelosok negeri yang tetap aktif dan mandiri menyebarkan semangat berliterasi kepada masyarakat. Dari data per Agustus 2018, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2019 menyebutkan terdapat sekitar 6.340 komunitas literasi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Selain melayani peminjaman buku, komunitas literasi juga memiliki berbagai program. Misalnya, komunitas literasi yang ada di daerah penulis, Desa Pringgasela Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur dengan nama komunitas “Pringgasela Literasi” yang beranggota pemuda-pemudi yang mayoritas mahasiswa memiliki program-program seperti, membuka lapak baca dengan rutin, melayani peminjaman buku, membedah dan berdiskusi tentang isi buku, mendampingi anak-anak belajar seni, menulis, kursus bahasa Inggris sampai menghibur masyarakat dengan menyelenggarakan pertunjukan teater, pameran karya sastra dan seni rupa.

Komunitas literasi yang ada di Kabupaten Lombok Timur aktif saling mengunjungi antar komunitas dalam rangka bertukar pikiran untuk mencari trobosan-trobasan hal baru.

Peran pemerintah daerah dalam mendorong aktivitas literasi masyarakat perlu memetakan secara tertata dan intens pada komunitas-komunitas literasi yang kemudian diberikan dukungan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan. Karena biasanya mereka menjalankan programnya dengan mandiri yang sering sekali tidak mendapat dukungan. Padahal, komunitas literasi cukup memberikan sumbangsih terhadap masyarakat terutama pada usia produktif yang ada di desa-desa.

Perlu ditegaskan dan sebagai rasa optimistis kita terhadap minat literasi, bahwa minat berliterasi di desa-desa saat ini cukup kuat seiring adanya gebrakan dari pemuda-pemudi desa yang menyediakan buku-buku. Biasanya buku-buku dari setiap anggota terutama mahasiswa di kumpulkan dan ada juga dari penerimaan sumbangan. Terkadang jika buku-buku dirasa masih minim, mereka meminjam dari komunitas lainnya yang masih satu daerah. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan minat berliterasi masyarakat Indonesia sudah menjadi kewajiban pemerintah setiap provinsi, kabupaten maupun kota untuk mengalokasikan dana dan menyediakan buku-buku kepada komunitas literasi yang ada, apalagi daerah yang jauh dari toko buku. Dalam hal ini, setidaknya ada inisiatif dari pemerintah daerah secara intensif untuk memfasilitasi komunitas yang bergerak dalam bidang literasi.

Ikuti tulisan menarik Khalqinus Taaddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB