x

Iklan

Regita Oktiana Rahmadani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 April 2022

Selasa, 12 April 2022 15:50 WIB

Analisis Kajian Multikulturalisme Pada Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga”.

Menjelaskan mengenai kajian multikulturalisme pada cerpen "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga". Cerpen "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga" ini merupakan karya cerpen dari Kuntowijoyo.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia sebagai negara yang memiliki keberagaman budaya, bahasa, agama, suku, dan RAS. Setiap kebudayaan memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Indonesia merupakan negara multikultural. Apa negara multikultural itu? Multikultural berasal dari bahasa Inggris yaitu “multi” artinya banyak atau lebih dari satu dan “kultural” artinya budaya. Dapat disimpulkan bahwa negara multikultural adalah negara yang memiliki kebudayaan.

Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang tertulis pada lambang negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila yang memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu. Dengan keragaman tersebut, kita perlu mengaplikasikan nilai toleransi dengan saling menghormati dan menghargai antar sesama manusia.

Masyarakat Indonesia termasuk negara dengan masyarakat yang multikulturalisme. Lalu, apa itu multikulturalisme? Multikulturalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gejala pada seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu kebudayaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masyarakat multikultural di Indonesia terbentuk bukan tanpa alasan, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya masyarakat multikultural di Indonesia, salah satunya adalah letak wilayah Indonesia yang berada di kepulauan dan dikelilingi dua benua dan dua samudra yaitu benua Asia dan Australia serta Samudra Hindia dan Pasifik, dan didominasi keadaan geografis yang berbeda-beda, terdiri dari daratan tinggi, daratan rendah, pegunungan, lautan, dan pantai.

Multikultural tidak hanya berkaitan dengan budaya, georafis, dan seni. Multikultural juga berkaitan dengan dunia pendidikan, multikultural dalam pendidikan sebagai upaya untuk membangun karakter peserta didik agar mampu memahami perbedaan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dengan keberagaman di Indonesia, pendidikan multikultural ini sangat penting untuk meminimalisir perpecahan, konflik antar sesama, dan perbedaan kepentingan antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

Pendidikan multikulturalisme di Indonesia masih minim, hal ini dibuktikan dengan angka kriminalitas yang masih tinggi. Misalnya, tawuran pelajar, bentrok antar warga, dan konflik sosial lainnya. Untuk menanamkan pendidikan multikulturalisme perlu pengamalan nilai-nilai Pancasila, salah satunya yaitu Persatuan Indonesia.

Multikulturalisme dalam pendidikan salah satunya adalah multikulturalisme pada karya sastra. Karya sastra sebagai ungkapan dan gagasan seseorang untuk mengekspresikan suatu pemikiran, ide, dan perasaan yang digambarkan dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Melalui tulisan ini, saya akan menganalisis sub lintas disiplin multikulturalisme dalam cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” karya Kuntowijoyo. Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” mengisahkan seorang anak laki-laki bernama Buyung. Keluarga buyung pindah dari desa ke kota. Di kota, rumahnya bersebelahan dengan rumah yang memilki tembok tinggi. Dari masyarakat sekitar, Boyong mendapatkan informasi bahwa rumah yang memilki tembok tinggi itu dihuni oleh seorang kakek yang tinggal sebatang kara. Anak dan cucu beliau berada jauh di kota lain.

 Menurut tetangga Buyung, rumah kakek itu memiliki taman bunga yang banyak dan indah. Buyung penasaran dan ingin mengetahui lebih jauh mengenai sosok kakek tersebut. Dengan rasa penasaran, Buyung mengintip rumah kakek tersebut dengan menaiki tembok pagar dari pohon kates. Buyung kaget menyaksikan pemandangan rumah yang penuh dengan bunga. Sampai suatu hari, Buyung bertemu kakek tersebut cara langsung dan kakek tersebut memberikan bunga yang diselipkan di tangan Buyung.

 Seiring berjalannya waktu, Buyung setiap hari menyempatkan waktunya untuk mengunjungi rumah kakek tersebut, setelah beraktivitas sekolah dan mengaji. Buyung selalu membawa setangkai bunga sepulang dari rumah kakek tersebut, sehingga menimbulkan kecurigaan ayah dan ibunya. Singkat cerita, Buyung bertanya kepada ayahnya tentang bagaimana kehidupan yang sempurna itu. Kehidupan sempurna menurut ayahnya adalah dengan kita rajin bekerja keras, tanpa bekerja dan usaha, manusia tidak bisa bertahan hidup, sedangkan saat Buyung mengunjungi rumah kakek sang pemilik rumah yang memiliki kebun bunga itu, beliau mengatakan bahwa kehidupan yang sempurna adalah dengan melihat bunga yang indah di sekitar rumahnya. Akhirnya, Buyung menyadari bahwa bagaimanapun juga, aku adalah anak ayah dan ibuku.

Kajian Multikultural pada karya cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga”, ini terdapat pada halaman 10, yaitu:

“Agak dingin udara di sini, angin sejuk, bunga- bunga merah, biru, kuning, ungu. Daun-daun hijau. Kumbang terbang d iantara bunga-bunga. Tanah basah. Daun bergoyang, bayang-bayang matahari”.

Pada paragraf tersebut menjelaskan kajian multicultural, yaitu beragamnya suasana di rumah Kakek yang bersebelahan dengan rumah Buyung. Dijelaskan pula, di rumah Kakek tersebut memiliki udara dingin, sejuk, bunga merah, bunga biru, bunga kuning, bunga ungu, dan kumbang yang terbang kesana kemari diantara bunga-bunga.

Kajian multikultural pada karya cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” juga terdapat pada halaman 16, yaitu:

Di luar matahari membakar. Kendaraan hilir-mudik. Orang berjalan ke sana-kemari memburu waktu. Pabrik-pabrik berdentang. Mesin berputar. Di pasar orang bertengkar tentang harga. Tukang copet memainkan tangannya. Pemimpin meneriakkan semboyan kosong. Anak-anak bertengkar merebut layang-layang.

Pada paragraf tersebut menjelaskan kajian multikultural yaitu beragamnya aktivitas manusia sehari-hari, mulai dari aktivitas bekerja, kendaraan ramai di jalanan, pasar dengan orang yang berjualan, anak-anak yang sedang bermain, dan lainnya.

Pendidikan multikultural dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran sastra, kunci utamanya adalah toleransi. Dengan bertoleransi kita belajar menghargai dan menghormati orang lain tanpa memandang agama, suku, dan ras.

Ikuti tulisan menarik Regita Oktiana Rahmadani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler