x

cover buku Kusni Kasdut

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 16 April 2022 17:07 WIB

Kusni Kasdut - Penjahat atau Pahlawan?

Novel karya Parakitri (Simbolon) ini ditulis berdasarkan penuturan Kusni Kasdut. Novel ini mengajak kita menanyakan kembali tentang siapa pahlawan dan siapa penjahat. Kusni Kasdut menjadi seorang penjahat keji adalah karena kejahatan negara dan masyarakat yang menimpanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Kusni Kasdut

Penulis: Parakitri Simbolon

Tahun Terbit: 1979

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tebal: 304

ISBN: 978-602-06-3771-6

 

Ketika Kusni Kasdut alias Ignatius Waluyo dieksekusi pada tanggal 16 Februari 1980, saya masih kelas 3 SMP. Saya ingat betapa ramainya eksekusi mati sang penjahat ini diperbincangkan saat itu. Namun karena saat itu saya masih SMP, jadi saya tidak terlalu paham siapa sebenarnya Kusni Kasdut itu. Melalui kisah hidup Kusni yang ditulis dalam bentuk novel oleh Parakitri (Simbolon), saya jadi tahu betapa rumitnya kehidupan sang legenda ini.

Kusni Kasdut mengubah namanya menjadi Ignatius Waluyo. Di akhir hidupnya, setelah merasa tidak mungkin melarikan diri lagi – Kusni Kasdut setidaknya melakukan upaya melarikan diri sebanyak 8 kali, ia menjadi sadar bahwa kebanggan dirinya adalah jika ia berguna bagi orang lain. Itulah sebabnya, perjumpaannya dengan Agama Katholik membuatnya menjadi lebih tenang dan lebih memahami makna kehidupan. Ia menjadi teladan bagi narapidana lain sampai dengan eksekusi mati dijalaninya.

Siapakah Kusni Kasdut? Apakah dia seorang penjahat atau seorang pahlawan? Ia seorang penjahat karena terbukti merampok dan membunuh. Tetapi ia juga seorang pejuang yang ikut berperang melawan Inggris dan Belanda. Si Kancil – demikian julukan yang diberikan oleh sahabat-sahabatnya sesama pejuang, adalah seorang prajurit yang lincah, berani dan setia kawan.

Identitas masa kecilnya yang tidak jelas dan kekecewaannya terhadap negara telah membuat Kusni Kasdut melampiaskannya dengan jalan kekerasan. Ia memilih untuk menjadi perampok dan pembunuh. Kelihaiannya membobol penjara membuatnya menjadi sosok penjahat legendaris.

Kusni dilahirkan dalam keluarga yang tidak jelas siapa ayahnya. Kusni yang mencoba mencari tahu siapa ayahnya selalu mendapatkan jawaban yang tidak memadai dari ibunya. Mbok Cilik - demikian julukan ibu Kusni adalah seorang perempuan yang sibuk bekerja sebagai penjual pecel untuk mempertahankan hidupnya bersama Kusni kecil. Mula-mula ibunya menyembunyikan siapa ayah Kusni yang sebenarnya. Mbok Cilik mengatakan bahwa Kusni adalah anak Lurah Jatisuri, supaya Kusni mempunyai sebuah kebanggan. Padahal Kusni adalah anak hasil hubungan sebelum nikah antara ibunya dengan seorang petani di Tulungagung bernama Wonomejo (112).

Ia tak berhasil mencari kebanggan dari asal usulnya. Kusni kemudian mencari kebanggannya dengan cara ikut berperang. Ia merasa punya arti saat bergabung menjadi Heiho (hal 23). Namun perlakuan kasar dan penuh penghinaan dari orang-orang Jepang membuatnya marah. Itulah sebabnya ia memutuskan untuk berhenti dari Heiho dan kemudian bergabung dengan laskar Malang yang ikut berperang melawan Inggris di Surabaya dalam peristiwa 10 November 1945 (hal. 62).

Selanjutnya Kusni bergabung dengan “Devil’s Army menjadi staf Pertempuran Ekonomi.” Demi membiayai para laskar untuk berperang, Kusni melakukan perampokan keluarga Cina di Gorang-gareng Madiun (hal. 127). Ia tidak peduli bagaimana hasil rampokannya ini dipakai. Ia hanya merasa bahwa ia telah berjasa memberi sumbangan emas hasil rampokan bagi perjuangan. Kusni juga berhasil mencuri senjata, peluru dan obat-obatan di wilayah demarkasi Belanda di Malang. Akibat dari perbuatannya tersebut Kusni tertangkap dan kakinya tertembak (hal. 133).

Namun semua perjuangannya bagi Republik itu tak membuatnya diterima menjadi anggota tentara (hal. 155). Hanya karena kakinya cacat dan dia tidak terdaftar sebagai anggota laskar manapun, maka ia gagal menjadi tentara (hal. 177). Kegagalannya itu membawa kekecewaan mendalam.

Kusni bukannya tidak berusaha untuk hidup normal. Ia berusaha untuk masuk menjadi tentara. Ia juga berusaha untuk mencari pekerjaan melalui program Pemerintah untuk memberikan peluang kerja bagi para mantan pejuang. Kusni juga berusaha untuk menjadi Tenaga Bantuan Operasional (TBO) di Manado (hal. 251) dan berupaya menjadi sukarelawan konfrontasi Indonesia-Malaisia ke Kalimantan Utara (hal. 272). Namun semua upayanya tersebut gagal.

Kegagalannya menjadi tentara, menjadi TBO, menjadi sukarelawan dan tidak berhasil mendapatkan pekerjaan dari Biro Rekonstruksi Nasional, membuat Kusni memutuskan untuk melakukan perampokan. Ia terlibat dalam tiga perampokan. Pertama adalah perampokan keluarga dokter Cina di Surabaya (hal. 191) dan kemudian perampokan seorang pengusaha Arab bernama Ali Bajenet (hal. 200). Perampokan berlian di Musium Nasional pada tanggal  30 Mei 1963 adalah perampokan terbesar dan terakhir yang dilakukannya (hal. 9). Perampokan pengusaha Arab dan perampokan berlian di Musium Nasional membuatnya tertangkap.

Selain dari kekecewaan masa kecil, kekecewaan atas perjuangannya bagi Republik yang tidak dihargai, Kusni juga mempunyai kekecewaan terhadap hubungannya dengan perempuan. Kusni sangat kecewa dengan ibunya yang berupaya menyembunyikan masa lalunya.

Ia sempat menemukan cinta terhadap seorang perempuan bernama Winnie. Winnie adalah seorang laskar dari Jakarta yang pindah ke Malang. Dengan Winnie, seorang perempuan Manado, Kusni merasa menemukan arti cinta yang sesungguhnya (hal. 93). Mereka hidup selayaknya suami istri, meski tidak ada pernikahan resmi. Namun Kusni terpisahkan dari Winnie karena revolusi. Winnie berhasil dalam karier ketentaraan, sementara Kusni tak mendapat apapun dari perjuangannya bagi negeri.

Kusni menikah dengan Ningsih (Sri Sumarah Rahayu Eddy Ningsih), seorang Indo. Ningsih adalah adik dari Linda, teman seperjuangan Kunsi di Malang. Dari pernikahannya Kusni mendapatkan seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Pernikahannya dengan Ningsih inilah yang menjadi motivasi bagi Kusni untuk memperbaiki hidupnya. Namun sayang kegagalannya untuk menjadi “orang baik” membuatnya melakukan perampokan dan dipenjara. Saat Kusni di penjara, Ningsih datang untuk meminta cerai (hal. 243). Kusni memahami keputusan tersebut, meski ia sangat kecewa.

Kusni yang kecewa dengan masa kecilnya, kecewa dengan perlakuan negara kepadanya dan kecewa dengan hubungannya dengan perempuan membuatnya mencari identitas melalui kejahatan.

Kusni dikenal sebagai penjahat yang sudah memikirkan bagaimana caranya melarikan diri dari penjara, sejak menit pertama ia masuk ke sel. Dan Kusni terbukti menjadi seorang yang mampu melarikan diri dari penjara; baik saat sebagai pejuang maupun saat menjadi perampok. Kusni beberapa kali berhasil melarikan diri dari penjara, sampai akhirnya ia merasa tak mampu lagi lari karena kakinya dirantai dan dijaga sangat ketat.

Perbuatannya membuat pigura dan salib dari sobekan kain secara iseng, membuatnya bertemu dengan keteduhan. Padahal sobekan kain itu awalnya direncanakan untuk melarikan diri. Namun sobekan kain itulah yang justru berhasil membuat ia lari dari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya. Perasaan senang melihat para petugas penjara yang bergembira menerima buah tangan darinya, membuat ia tersadar. Ternyata ada juga sesuatu perbuatannya yang membuat orang lain bahagia. Akhirnya Kusni memutuskan untuk tidak lagi berupaya melarikan diri. Ia memutuskan untuk menjadi seorang Katholik dan mengganti namanya menjadi Ignatius Waluyo. 671

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB