Judul: I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki
Penulis: Baek Se Hee
Penerbit: Haru
Halaman: 132
Langsung kepikiran, enggak, apa yang ada di dalam buku ini? Kali ini saya hanya akan membocorkan hal-hal menariknya aja. Oh ya, supaya lebih asyik, saya akan menggunakan bahasa non-formal dalam penyampaiannya, ya. ^^
Awalnya saya pikir ini buku fiksi, ternyata bukan. Buku ini mengisahkan pengalaman penulis yang mengalami distimia. Isinya percakapan antara penulis dengan psikiater tentang hal yang penulis rasakan, yang mana percakapan ini tuh bukan sekadar percakapan monoton, tapi ada pernyataan, penilaian, saran, nasihat, evaluasi, dan hal-hal yang bisa membuat kita, tuh, “Wah, that's me!"
Bukunya asyik banget, jadi saat kita merasa kalau apa yang dia—si penulis—rasakan sama seperti apa yang kita rasakan, kita jadi bisa mendapatkan solusi dari ahlinya langsung—psikiater. Saya baca buku ini cepat banget karena seseru itu. Ikut hanyut ke dalam perjuangan si penulis. Secara enggak langsung, dari esai ini saya bisa mengetahui beberapa penyakit seperti mania, skizofrenia, distimia, gangguan kepribadian histrionik, dan lain sebagainya.
Buku ini cocok banget untuk orang-orang yang merasa kalau dirinya itu lebih rendah dari siapa pun, selalu mementingkan penilaian orang lain, mengekang diri dengan standar orang lain, memikirkan orang lain tapi enggak memikirkan diri sendiri, dan sejenisnya. Dari buku ini, saya belajar kalau hal itu emang enggak benar, tapi, kita enggak selalu bisa mengendalikan diri kita sendiri. Walaupun begitu, dari buku ini kita tetap bisa memetik hikmah, bahwa kita harus lebih mencintai diri sendiri supaya enggak tersiksa, kita harus menjadi diri kita sendiri supaya enggak terkekang dengan topeng yang kita buat.
Bagaimana, tertarik? Kalau tertarik, les't buy! ^^
Ikuti tulisan menarik Aidahlia lainnya di sini.