x

Rendah hati

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 20 April 2022 07:19 WIB

Menjadi Orang yang Realistis dan Membumi

Bila di negeri ini ada orang-orang sedang dan terus memaksakan diri membuat sesuatu dan membanggakan diri tanpa mengukur diri, semoga mereka akan diberi petunjuk, hidayah di bulan yang penuh ampunan ini. Mari, saya, kita, ambil bagian yang tak membebani diri, tak memaksakan diri, dan tak membanggakan diri. Aamiin.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di bulan yang penuh ampunan, Ramadhan fase 10 hari kedua, terkait bebasnya mudik Lebaran, maka bukan hanya umat Islam yang sudah merencanakan mudik ke kampung halaman, tetapi juga dilakukan oleh hampir seluruh umat atau rakyat Indonesia.

Meski pun tetap wajib dengan protokol Covid-19 ketat, mudik kali ini boleh disebut sebagai pelampiasan dendam, akibat dua kali lebaran, banyak rakyat di Indonesia yang tak dapat mudik akibat pandemi corona.

Untuk itu, sebab vaksin booster menjadi salah satu syarat mutlak untuk para pemudik, maka kini hampir seluruh masyarakat yang berniat mudik, sudah melalukan vaksin booster, agar tak menyusahkan diri sendiri, keluarga, dan sanak sauadara di kampung halaman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Yang penting bertemu

Dalam beberapa kesempatan, saya coba bertanya kepada beberapa orang baik yang saya kenal atau tidak saya kenal. Di kantor, di pasar, di swalayan, di lapangan bola, di jalan, dalam percakapan via telepon atau whatsApp (wa), semua orang yang saya tanya, apakah tahun ini mudik? Ternyata, hampir semuanya menjawab akan mencoba mudik, walau pun ekonomi sedang sulit.

"Karena sudah dua kali lebaran tidak mudik, maka tahun ini saya coba paksakan mudik. Saya sangat kangen sama Ibu saya, kakak-kakak, adik-adik saya dan keponakan-keponakan saya. Yang penting saya bisa ketemu dengan mereka. Tidak harus berpikir membawa baju baru, kue lebaran dan lainnya. Bertemu saja pasti sudah menyenangkan. Tidak harus memaksakan diri bawa ini, bawa itu buat oleh-oleh. Yang penting, saya punya ongkos untuk mudik dan balik." Ujar seseorang.

Seseorang itu adalah orang yang saya tanya di Toko Swalayan ketika sedang antre membayar belanjaan di kasir.

Ketika selesai dari Toko Swalayan, saya pun bertanya ke pengendara lain di tempat parkir. Apakah dia punya kampung. Dan, apakah ada rencana mudik.

"Saya punya kampung Pak. Rencana tahun ini mudik. Yang penting bertemu orang tua dan keluarga. Mumpung mudik dibolehkan." ujar pengendara itu.

Saya pun bertanya, apakah saat mudik nanti akan bawa oleh-oleh, baju baru dan kue-kue untuk keluarga di kampung?

"Untuk apa repot-repot beli di sini, terus.di bawa ke kampung. Di kampung juga bisa beli barang yang sama. Lagian, ini tahun keprihatinan, jadi buat apa memaksakan diri. Keluarga di kampung juga sudah bilang, yang penting saya pulang, tidak usah repot mikirin ini itu. Yang penting pulang bisa bertemu keluarga, orang tua." sambung pengendara itu bijak.

Tidak membebani, tidak membanggakan diri.

Dari jawaban-jawaban orang-orang yang saya tanya tersebut, ternyata mereka orang-orang yang realistis. Orang-orang tahu diri, mengukur diri, cerdas intelegensi dan personality.

Sudah tentu, mereka-mereka juga bukan golongan masyarakat yang.memiliki gaya hidup hedon. Pasalnya, antara mereka dengan keluarga di kampung juga nyambung. Tak berpikir kemewahan di Hari Raya, terpenting mereka dapat mudik dan bersilaturahmi langsung dengan orang tua dan sanak keluarga dan sanak saudara.

Indonesia seperti negara lain di dunia, rakyatnya sama-sama tergerus penderitaan akibat pandemi, tetapi menjelang mudik tahun ini, tetap saja ada masyarakat yang akan melakukan mudik, tujuannya bukan hanya bertemu orang tua dan keluarga. Tetapi banyak yang punya niat untuk pamer harta dan kemewahan agar dipandang menjadi orang yang hebat dan berhasil di kota.

Lebih dari itu, budaya reuni pun akan kembali semarak. Dan, dalam reuni segala jenis inilah, dijadikan tempat untuk pamer. Yah, reuni yang dibungkus dengan Halal bihalal, menjadi tradisi gaya hedon baru di +62. Pamer kekayaan, mobil baru, harta, jabatan dll.

Namun, dari kisah orang-orang yang saya tanya tentang rencana mudik tahun ini, ada hal yang dapat kita teladani. Sebagai manusia kita tidak membebani diri sendiri dan tidak untuk membanggakan diri sendiri. Tidak berbuat di luar batas kemampuan.

Jadilah manusia yang membumi. Realistis, rendah hati. Tidak menanggung sesuatu dengan susah-payah, atau memikul perkara yang menyusahkan diri sendiri, karena membanggakan diri tak sesuai kondisi.

Bila di negeri ini ada orang-orang sedang dan terus memaksakan diri membuat sesuatu dan membanggakan diri tanpa mengukur diri, semoga mereka akan diberi petunjuk, hidayah di bulan yang penuh ampunan ini.

Mari, saya, kita, ambil bagian yang tak membebani diri, tak memaksakan diri, dan tak membanggakan diri. Aamiin.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler