x

Pengunjung menikmati keindahan Kawah Putih Tinggi Raja pada Ahad, 2 Juni 2019. Objek wisata ini berada di dalam kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja seluas 176 hektare, yang 4 hektare di antaranya merupakan zona manifestasi panas bumi berupa mata air panas yang dikelilingi endapan travertin (batu kapur). TEMPO/Abdi Purmono

Iklan

Slamet Samsoerizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2022

Selasa, 26 April 2022 06:12 WIB

Tentang Hari Bumi, Mitigasi, dan Kurikulum Merdeka

Hari Bumi berkaitan dengan lingkungan. Mitigasi bencana berupa tindakan menyikapi bencana akibat lingkungan yang rusak. Terbitnya Kurikulum Merdeka meneroka harapan, pembelajaran di sekolah mampu memanfaatkan isu-isu tersebut sebagai kajian yang perlu diajarkan dengan serius.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dua momen penting diperingati pada bulan April ini. Pertama, Hari Bumi dan kedua Hari Kesiapsiagaan (mitigasi) bencana. Bagaimana riwayatnya?

 

Hari Bumi Sedunia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hari Bumi Sedunia bertepatan  pada  22 April. Tahun  ini (2022) Hari Bumi Sedunia  mengambil tema Invest in Our Planet" atau Investasi di Planet Kita dengan sub tema Nature in the Race to Zero" atau Alam dalam Perlombaan Menuju Nol. Kita perlu mencapai nol emisi gas rumah kaca pada pertengahan abad untuk menjaga suhu global hingga di bawah 1,5°C. Sementara itu, fokus utamanya adalah pada pengurangan ketergantungan bahan bakar fosil.

Hari Bumi diinisiasi oleh Gaylord Nelson usai menyadari kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di Santa Barbara, California, 1969. Terinspirasi oleh protes mahasiswa anti-Perang Vietnam, ia mengorganisasi "pengajaran" secara nasional di kampus-kampus yang berfokus pada mendidik masyarakat tentang lingkungan.

Usai mendirikan Earthday.org, dia membujuk politikus dari Partai Republik di California Pete McCloskey untuk menjadi co-chairman dan merekrut aktivis politik Denis Hayes sebagai koordinator nasional.

Dengan 85 staf yang dikumpulkan oleh Hayes, organisasi nirlaba ini mampu mengumpulkan 20 juta orang di seluruh AS untuk menggelar aksi damai pada 22 April 1970.

Alasan pemilihan 22 April disebabkan hari itu jatuh pada Rabu antara liburan musim semi dan ujian akhir siswa. Hal itu dianggap akan mendorong siswa untuk berpartisipasi. Pada momen itu, ribuan mahasiswa dan warga lainnya menggelar protes menentang perusakan lingkungan. Secara total, sekitar 10% dari seluruh penduduk AS berpartisipasi.

Setelah itu, Hari Bumi digelar setiap tahun dengan popularitas yang kian meningkat. Pada 1990, Hari Bumi mengglobal dengan 200 juta orang di 141 negara berpartisipasi dalam acara tersebut.

Hari Kesiapsiagaan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginisiasi Hari Kesiapsiagaan Bencana dengan mengajak semua pihak meluangkan satu hari untuk melakukan latihan kesiapsiagaan (mitigasi) bencana secara serentak pada tanggal 26 April. Dalam Pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang “Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,” mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Dilansir dari laman https://bnpb.go.id/ inisiasi dari BNPB menjadikan tanggal 26 April sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana  tersebut bertujuan untuk membudayakan latihan secara terpadu, terencana dan berkesinambungan guna meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat menuju Indonesia Tangguh Bencana.

HKB ini juga merupakan ajakan kepada para masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana untuk mengetahui titik evakuasi yang ada. Setiap tempat perlu adanya titik evakuasi, akan lebih baik apabila titik evakuasi ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Hal ini menjadi penting, karena dalam keadaan darurat jalur evakuasi harus sudah ditentukan dan diketahui secara mudah.

Kurikulum Merdeka (Kuka)

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo menyebut, saat ini Indonesia memerlukan kurikulum yang bersifat adaptif. Hal itu bagian dari Kurikulum Merdeka yang mengedepankan karakter serta kompetensi dasar di diri anak.

“Dengan pola pikir yang adaptif, apapun masalah yang dihadapi mereka bisa diatasi secara mandiri karena mereka bisa berdiri di atas kekuatannya sendiri,” kata Anindito kepada wartawan, Rabu (6/4).

Untuk mengatasi krisis pembelajaran, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar Episode Kelima belas: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar, secara daring, Jumat (11/2). Menteri Nadiem mengungkapkan, merujuk berbagai studi nasional maupun internasional, krisis pembelajaran di Indonesia telah berlangsung lama dan belum membaik dari tahun ke tahun. Krisis pembelajaran semakin bertambah karena pandemi Covid-19 yang menyebabkan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran.

“Untuk literasi, learning loss ini setara dengan 6 bulan belajar. Untuk numerasi, learning loss tersebut setara dengan 5 bulan belajar,” ucap Menteri Nadiem. Namun, penyederhanaan kurikulum dalam bentuk kurikulum dalam kondisi khusus (kurikulum darurat) efektif memitigasi ketertinggalan pembelajaran pada masa pademi Covid-19.

“Efektivitas kurikulum dalam kondisi khusus semakin menguatkan pentingnya perubahan rancangan dan strategi implementasi kurikulum secara lebih komprehensif,” tandas Nadiem Makarim.

Dilansir dari laman https://www.kemdikbud.go.id/ Mendikbudristek menyebutkan beberapa keunggulan Kurikulum Merdeka. Pertama, lebih sederhana dan mendalam karena kurikulum ini akan fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Kemudian, tenaga pendidik dan peserta didik akan lebih merdeka karena bagi peserta didik, tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. Sedangkan bagi guru, mereka akan mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan peserta didik. Lalu sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.

Keunggulan lain dari penerapan Kurikulum Merdeka ini adalah lebih relevan dan interaktif di mana pembelajaran melalui kegiatan projek akan memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila. 

Kuka diluncurkan pada 13 Februari 2022. Kukadiharapkan dapat dilaksanakan serentak secara nasional pada 2024.  

Keterkaitan

Berkaitan dengan peringatan Hari Bumi, Mitigasi, dan Kuka (Kurikulum Merdeka)  tersebut, menarik mengaitkan ketiganya. Di sekolah, kedua peristiwa penting tersebut dapat dimasukkan melalui pintu Kuka. Isu hari Bumi dan Mitigasi adalah persoalan lingkungan.

Materi lingkungan dapat dititipkan melalui mapel dan budaya sekolah. Melalui mapel IPS dan IPA, misalnya dapat dipelajari dari kajian ilmunya. Sementara darimata pelajaran bahasa Indonesia, teks eksplanasi yangberkaitan dengan mitigasi bencana sebuah wilayah dapat lebih difokuskan.

Sebagai contoh, DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan dapat menyelipkan teks yang berkaitan dengan problem kebanjiran dan kebakaran, sebagai materi yang bisa dipelajari guna mengantisapi dalam kesiapsiagaan bencana alam tersebut. 

 

 

Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler