Tanggal 27 April 2022, merupakan Hari jadi Kota Cilegon ke 23 sekaligus untuk kedua kalinya Walikota Cilegon --saat ini-- memimpin upacara Ulang Tahun Kota Cilegon. Dalam rentang waktu kurang dari dua tahun kepemimpinannya, tentu belum banyak yang diperbuat, sebab jika dilihat dari politik anggaran, Walikota yang sekarang, secara murni membuat program pembangunan sesuai visi misinya melalui perubahan RPJMD dan dimasukkan dalam APBD 2022.
Sedangkan untuk APBD 2021, baik perencanaan maupun penetapannya dilakukan oleh pimpinan pemerintahan terdahulu melalui persetujuan DPRD, hanya pelaksanaannya dijalankan oleh Walikota yang baru termasuk juga pertanggungjawabanya baik LKPJ Walikota maupun LPJ APBD.
Sayangnya, dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, Pemkot Cilegon abai dengan program pembangunan yang sudah tercantum dalam APBD 2021, penyerapan anggaran hanya mencapai 75,13 % sehingga mewariskan SILPAa setengah Trilyun lebih (Rp.540 M), sebuah perestasi terburuk dalam sejarah pelaksanaan pembangunan sejak Cilegon berdiri.
Alasan yang dikemukakan oleh Walikota terkait besarnya SILPA diatas --salah satunya-- karena adanya efsiensi anggaran. Alasan ini sukar diterima akal sehat dalam politik anggaran. Efesiensi anggaran bisa diterima manakala kegiatan pembangunan yang sudah diprogramkan direalisasi, tetapi ada sisa anggaran dari kegiatan akibat adanya rasionalisasi anggaran terhadap kegiatan yang dilaksanakan tersebut
Fakta yang terjadi saat ini bukan efesiensi, tapi ada anggaraan yang tidak terserap akibat banyak kegiatan pemangunan yang justru gagal lelang. Hal inilah yang patut dipertanyakan, mengapa sampai terjadi demikian, apakah ada fator eksternal yang mempengaruhi ataukah sengaja tidak mau melaksanakan karena dianggap program pimpinan terdahulu.
Terkait dengan banyaknya kegiatan /projek yang gagal lelang, pihak eksekutif beralasan karena disamping adanya perubahan sistem, tapi juga terbentur waktu pelaksanaan. Alasan inilah yang kemudian menuai kritik, ada yang mengkritisi hanya alasan klasik, ada juga yang mengkritisi kenapa tidak dilaksnakan lelang di triwulan pertama, bahkan ada juga mengkritisi bahwa terjadinya gagal lelang diduga adanya tarik menarik kepentingan di dalam eksekutif sendiri.
Ketika muncul banyak kritik yang juga dipertanyakan awak media terkait besarnya SILPA APBD 2021 sebagaimana terangkum dalam dokumen LKPJ Walikota Cilegon Tahun 2021, Walikota seolah olah melempar ke OPD. Demikian juga Ketua Fraksi Berkarya di DPRD Cilegon Dimas Saputra, setali tiga uang seolah olah menyalahkan OPD. Dengan jawaban tersebut, menjadi bukti bahwa sebetulnya beliau beliau sedang bermain apologi soal pertanggung jawaban dalam pelakasnaan program pemerintah.
Pertanggungjawaban ini namanya Pertanggungjawaban Walikota walaupun dalam bentuk Laporan Keterangan. Apapun yang dilaksanakan oleh eksekutif, pertanggungjawabannya ada di tangan Walikota. Mengapa demikian, karena Pemerintah adalah sebuah sistem organisasi yang di sebut Pemerintahan Daerah, oleh karena itu, Walikota sebagai kepala daerah bertanggungjawab penuh terhadap kinerja pemerintahan yang didalamnya terdapat OPD sebagai lembaga teknis program. Kalaupun mau menyalahkan OPD, bukan pada saat LKPJ, tetapi saat evaluasi di internal di eksekutif.
Tapi kalaupun OPD yang disalahkan, OPD bisa apa, mau membantah?, mau berontak?, atau mau mengelak?, tak ada rumusnya dalam birokrasi. Seperti dikatakan pakde Max Weber , begitulah etika birokrasi dalam organisasi pemerintahan, ada yang namanya patron klien, ada subordinasi antara keduanya, atasan adalah tuan bagi bawahan, sementara bawahan adalah hamba bagi tuan diraja.
Jika kita perhatikan program pembangunan sebagaimana tertuang dalam APBD 2022, nampak sekali konsep pembangunan infrastruktur kurang diperhatikan, utamanya terhadap proyeksi program pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan kepemimpinan sebelumnya.
Bukti yang tak terbantahkan -misalnya-, APBD 2022, tidak ada anggaran untuk pemeliharaan JLS, makanya ketika JLS perlu perbaikan, pemerintah kelimpungan lantaran tidak ada anggaran untuk pemeliharaan, padahal yang namanya pemeliharaan sifatnya kondisional dalam arti terbatas pada kondisi dan posisi kerusakan jalan (bukan membangun), ujung ujungnya perbaikan JLS hanya ditimbun dengan material slag, itupun kemungkinan sumbangan dari pihak ketiga. Tidak ada juga anggaran untuk pekerjaan fisik Jalan Lingkar Selatan yang merupakan program pembangunan sebagaimana di muat dalam dokumen resmi RPJP.
Harus diakui bahwa dalam APBD 2022, ada kesan programnya lebih menekankan pada soal pembangunan yang sifatnya non fisik, bagi bagi dana APBD sesuai janji kampanye seperti bantuan modal UMKM, Hibah dan lain sebagainya. Namun hal ini bisa dimaklumi lantaran 10 Janji kampanye yang jadi program unggulan lebih banyak menekankan pada program non fisik.
Program non fisik yang merupakan jannji kampanye, ternyata juga banyak dikeluhkan masyarakat. Program KCS tidak berjalan sesuai dengan ekseptasi masyarakat. Misalkan dulu janji akan memberikan modal usaha 25 jt, nyatanya hanya berupa pinjaman. Dulu janji penyerapan 25.000 tenaga kerja, nyatanya hanya berupa pelatihan dan pemagangan.
Apa yang saya ungkap diatas, merupakan fakta sesuai dengan regulasi yang dibuat oleh Pemkot sendiri sebagaimana di atur dalam Perwal No 11 Tahun 2021 Tentang Program KCS. Dalam Perwal tersebut diatur menganai Bantuan Modal UMKM, Penyerapan Tenaga Kerja.
Bantuan Modal Usaha sebagaimana disebut dalam Perwal, merupakan implementasi janji Heldi-Sanuji tentang pemberian modal usaha kepada UMKM. Saat itu Heldi mengatakan “Jika terpilih menjadi walikota dan wakil walikota Cilegon akan kami berikan modal usaha untuk UMKM”. Janji itu kemudian di kampanyekan bahwa modal usaha bertahap hingga 25 juta.
Sayangnya, tidak ada satupun aturan hukum yang membolehkan pemberian modal usaha cuma cuma kepada Waralaba. Oleh karena itu, janji memberikan modal usaha itu secara regulatif mentok, maka dari itu bergeser atau berubah menjadi bentuk pinjaman. Adapun pelaksanaannya menggunakan aturan yang lama yang dikeluarkan saat Walikotanya Tb.Iman Aryadi yakni Perda No. 4 tahun 2015 tentang Pengelolaan Dana Bergulir serta perwal nomor 37 tahun 2019 Tentang Pedoman Pelaksanaan Perda No 4 Tahun 2015. Sedangkan secara teknis dilaksanakan UPTD Dana Bergulir dibawah Dinas Koperasi.
Pinjaman modal usaha dalam bentuk dana bergulir, sebetulnya pengembangan program pro rakyat yang digagas oleh Walikota Tb. Iman Aryadi . Awalnya program ini bernama One Distrik one Billion yakni Program Satu Kecamatan 1 Milyar. Praksisnya Pemkot menyediakan dana 1 Milyar untuk tiap tiap Kecamatan yang diperuntukkan pinjaman usaha masyarakat. Secara teknis di masing masing kecamatan dibentuk UPT Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (UPT PEM) sebagai lembaga /institusi pelaksana dibawah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Ketahanan Pangan (BPMKP) Kota Cilegon. Adapun jenis pinjaman yakni Perintisan Usaha sasaran RTS, Penguataan Usaha Sasaran UMKM non RTS dan Pengembangan Usaha Sasaran UMKM dan Koperasi.
Nah kalau demikian, pemberian modal usaha adalah bohong belaka lantaran bergeser atau berubah menjadi pinjaman bergulir yang sudah berjalan sekian lama sejak Walikota terdahulu.
Jadi, program KCS mengenai pemberian modal usaha sebagaimana dijanjikan dan di bangga banggakan, tak lain adalah program lama yang di klaim menjadi salah satu pelaksanaan janji kampanye, faktanya pinjaman dana bergulir sudah ada sebelum kepemimpinan yang sekarang, secara teknis dilaksanakan UPTD Dana Bergulir, bahkan sebelumnya juga sudah ada pinjaman melalui UPT PEM .
Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.