x

Luter

Iklan

Elis Susilawati

Mahasiswi UIN Jakarta
Bergabung Sejak: 23 Desember 2021

Minggu, 1 Mei 2022 08:03 WIB

Sistem Patrilinier dalam Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis

Salah Asuhan merupakan novel karya ABdoel Moeis yang terbit pada tahun 1982. Artikel ini akan membahas penerapan serta dampak dari adanya sistem patrilinier yang membangun isi cerita.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Patrilinier merupakan sebuah istilah untuk hubungan kekerabatan melalui garis keturunan ayah saja. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian tersebut sama maknanya dengan istilah patrilineal. Sistem patriliner menganggap keturunan dari pihak ayah (lelaki) memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan hak-hak yang didapat lebih banyak. Dengan demikian, dalam masyarakat dengan sistem patrilineal, hanya pihak laki-laki yang dapat meneruskan keturunan sebagai bagian dari suku-suku tertentu.

Sejarah Novel Salah Asuhan

Salah Asuhan merupakan novel karya Abdoel Moeis yang terbit pada tahun 1928 oleh penerbit Balai Pustaka. Novel ini telah melewati berbagai jenis penggunaan ejaan, seperti ejaan Van Ophuijsen pada cetakan pertama, kedua, dan ketiga, ejaan Republik atau Ejaan Suwandi pada cetakan keempat sampai dengan cetakan kesepuluh, serta EYD pada cetakan kesebelas hingga cetakan kedua puluh dua. Dalam penerbitan seri sastra klasik, Balai Pustaka menerbitkan Salah Asuhan pada tahun 2008 sebagai cetakan ketiga puluh enam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Novel Salah Asuhan bercerita tentang cara asuh ibu Maryam, tokoh utama yang bukan utama terhadap anaknya, Hanafi. Ia berusaha menyekolahkan anak sematawayangnya itu dengan tujuan agar dapat melebihi derajat keluarganya di kampung. Hanafi disekolahkan di sekolah bentukan Belanda yang berada di Betawi. Dalam kehidupan sehari-harinya, ia bergaul bebas dengan orang-orang bangsa asing, maka pada saat ia dewasa, kembali tinggal dengan ibunya, Hanafi sering membanding-bandingkan budaya Timur dengan Barat. Dalam novel ini, Hanafi diceritakan sebagai lelaki yang melakukan perkawinan lintas budaya dan agama bersama seorang gadis bernama Corrie.

Sistem Patrilinier dalam Novel Salah Asuhan

Secara umum, novel Salah Asuhan membahas suatu kisah pertentangan kawin campur antara bangsa Barat dengan Timur. Dalam novel ini, ditemukan dua kisah perkawinan campur, antara lain hubungan Tuan du Busse dengan istrinya dan Hanafi dengan Corrie. Jika keduanya dibandingkan, hubungan Tuan du Busse dengan istrinya masih diterima oleh masyarakat dibandingkan hubungan Hanafi dengan Corrie. Hal yang menjadi pemicu terjadinya konflik tersebut, yakni berlakunya sistem patriliner.

Pertama, hubungan Tuan du Busse dengan istrinya. Tuan du Busse merupakan seorang laki-laki golongan bangsa Eropa yang kawin dengan perempuan bumiputera sejati. Perkawinan mereka memang tidak diterima oleh pihak keluarga. Akan tetapi, pandangan masyarakat terhadap lelaki Eropa yang berhasil mengawini gadis bumiputera dianggap berjasa karena telah memperbaiki bangsa dan darah turunannya. Terbukti dengan hadirnya tokoh Corrie di dalam cerita.

Corrie merupakan hasil dari perkawinan laki-laki Eropa dengan gadis bumiputera. Ia mendapatkan hak orang Eropa, seperti penggunaan nama keluarga, adanya penghormatan hak, dan sebagainya. Bangsa Barat dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan bangsa bumiputera. Hal tersebut terjadi karena pada masa itu, Indonesia masih dijajah oleh bangsa asing. Selain itu, posisi pemimpin di negeri ini diduduki oleh bangsa Barat. Dengan demikian, bangsa Barat selalu lebih di junjung tinggi oleh masyarakat bumiputera, meskipun kedudukannya bukan dari golongan bangsawan.

Kedua, hubungan Hanafi dengan Corrie. Hanafi merupakan seorang laki-laki bumiputera yang kawin dengan perempuan golongan Eropa. Perkawinan mereka tidak diterima oleh pihak keluarga ataupun masyarakat sekitar. Pada awalnya, Hanafi dan Corrie memiliki relasi dan menjalin hubungan baik dengan bangsa Timur dan Barat. Akan tetapi, satu persatu di antaranya meninggalkan dua sejoli itu saat diketahui telah hidup bersama. Hal itu disebabkan oleh adanya pandangan masyarakat yang menganggap bahwa wanita Eropa yang kawin dengan bangsa bumiputera disebut lebih memilih untuk membuang diri. Wanita berbangsa Eropa itu akan kehilangan hak istimewanya dan dilihat bahwa ia turut mengurangi derajat bangsa Eropa.

Dalam dua peristiwa di atas, diketahui bahwa hubungan perkawinan yang terjadi antara satu bangsa dengan bangsa yang lainnya menimbulkan potensi polemik karena berlakunya sistem patrilinier. Sistem tersebut melihat dengan jelas bahwa bangsa Eropa sangat mementingkan status sosial. Ketika lelaki Eropa berhasil mengawini bangsa bumiputera, maka dirinya dianggap berjasa. Akan tetapi, pada saat perempuan Eropa lebih memilih kawin dengan bangsa bumiputera, maka dirinya disebut membuang diri dan kehilangan haknya.

Sistem patrilinier yang dibahas pada novel ini menentukan kedudukan bangsa Eropa pada masa itu. Faktor utama terjadinya konflik adalah adanya peristiwa penjajahan dan penguasaan bangsa asing. Bangsa bumiputera pada masa itu mengalami banyak ketertinggalan dalam berbagai hal karena sulitnya mendapatkan pendidikan yang menjadi penunjang kemajuan suatu negara. Hak pendidikan hanya didapat oleh mereka yang memiliki tekad, kemauan, dan relasi. Sistem patrilinier terbilang tidak menguntungkan bagi lelaki bumiputera yang mengawini perempuan Eropa. Hal itu menjadi pengaruh bagi hasil perkawinannya. Anak tidak akan mendapatkan hak orang Eropa, baik itu laki-laki ataupun perempuan melainkan menjadi bangsa bumiputera yang harus saja menghormati bangsa Barat.

Hal yang menjadi bukti adanya kekhawatiran perempuan Eropa yang kawin dengan bangsa pribumi di representasikan oleh tokoh Tuan de Busse kepada Corrie, seperti dalam kutipan berikut.

“Corrie! Anakku! Dengarlah baik-baik. Tadi sudah papa katakan perasaan papa, tapi di dalam hal yang sangat penting ini buat kehidupan, wajiblah pula kita kemukakan pikiran yang sehat.” (halaman 19)

Tuan du Busse mengingatkan Corrie untuk berpikir lebih matang dalam memilih pasangan. Ia tidak ingin Corrie beserta keturunannya merugi karena tidak mendapat perindahan dari masyarakat.

Jika dibandingkan dengan saat ini, sistem patrilinier tidak berlaku ketat. Pernikahan berlangsung secara hukum atas dasar saling sayang dan cinta. Banyak bangsa Timur yang menjalin hubungan dengan bangsa Barat, begitupun sebaliknya. Mereka tetap mendapatkan perindahan dari lingkungan sekitarnya. Hubungan kekerabatan yang segaris dengan ayah tidak membuat seorang anak berbangsa Timur dikucilkan oleh orang sekitarnya. Selain itu, perempuan Barat yang menikah dengan laki-laki Timur pun diterima oleh masyarakat, bahkan saat ini pernikahan dengan campur bangsa menjadi daya tarik tersendiri. Hal yang menjadi faktor perubahan tersebut karena adanya kemajuan teknologi-informasi, pola pemikiran bangsa yang modern, lingkungan yang memadai, dan sebagainya. Selain itu, latar permasalahan yang terjadi di masyarakat pun sudah berubah, Indonesia sudah merdeka.

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat kita ketahui dampak dari adanya penerapan sistem patriliner dalam hubungan perkawinan bangsa Barat dengan Timur. Dalam novel Salah Asuhan disebutkan beberapa kerugian dari adanya konflik tersebut, antara lain mempertaruhkan kedudukan sosial, hak bangsa Eropa, dan sebagainya. Perbandingan dari faktor pelaksanaan sistem patriliner di masa kolonial dengan masa modern ini, antara lain, dipengaruhi oleh pola pemikiran, kemajuan teknologi-informasi, lingkungan yang mendukung, serta hak bangsa Indonesia yang sudah merdeka. Hubungan antara bangsa Barat dan Timur di masa lampau dianggap tidak lazim. Akan tetapi, di zaman yang sudah maju ini, banyak bangsa Barat yang dapat menjalin kasih dengan bangsa Timur, tidak mengenal asal laki-laki dan perempuannya.

Objek Kajian

Moeis, Abdoel. Salah Asuhan. Jakarta: Balai Pustaka. 2009.

Daftar Pustaka

Bakai.uma.ac.id/ Mengenal Sistem Kekerabatan Adat: Bilateral, Matrilineal, dan Patrilineal diakses pada 29 April 2022 pukul 13.23 WIB.

Ensiklopedia Sastra Indonesia Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Salah Asuhan (1928) diakses pada 29 April 2022 pukul 14.00 WIB.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V. Patrilineal diakses pada 29 April 2022 pukul 13.10 WIB.

Tirto.id/ Macam-Macam Sistem Kekerabatan: Parental, Patrilineal, Matrilineal diakses pada 29 April 2022 pukul 13.29 WIB.

Ikuti tulisan menarik Elis Susilawati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB