Iya, tak ada silaturahim yang sempurna, dan karena itu, perlu diulang, lagi dan lagi, tiap kali sempat. Dan tidak harus menunggu momentum Idul Fitri untuk meminta maaf dan/atau memaafkan.
Karena seperti halnya setiap perintah keagamaan, silaturahim akan mengalami penambahan bobot kualitasnya ketika diulang-ulang. Sebab rasa (simpati dan empati) tiap orang bisa berubah dalam sekejap, bahkan oleh sebab yang remeh-temeh.
Kata silaturahim adalah gabungan dua kata: silatun (menyambung) dan rahim (merujuk ke rahim di kandungan wanita). Dan kata rahim menunjuk pada asal mula setiap makhluk yang disebut insan (manusia). Rahim adalah persamaan primordial yang dialami setiap insan, tak peduli asal suku, golongan dan rasnya.
Menyambung rahim secara kasat mata dan materil tentu tak dimungkinkan. Maka alternatifnya adalah menyambung rasa: rasa untuk saling menghargai.
Saling menghargai adalah menghilangkan semua sekat psikologis antara aku-Anda-dia.
Saling menghormati berarti menghilangkan asumsi bahwa saya lebih baik daripada Anda dan dia.
Mengakui persamaan asal primordial (semua kita berasal dari rahim) mengharuskan kita menghapus anggapan bahwa saya lebih unggul daripada Anda dan dia.
Dan jalan menuju silaturahim yang genuine dan berbobot adalah menihilkan prasangka bahwa saya lebih superior daripada Anda dan dia.
Selamat merayakan hari kemenangan kemanusiaan di momen Idul Fitri.
Syarifuddin Abdullah | Jakarta, Senin 02 Mei 2022/ 01 Syawwal 1443H
Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.