x

Ilustrasi Pelestarian Lingkungan.

Iklan

Slamet Samsoerizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2022

Minggu, 22 Mei 2022 06:10 WIB

The Biodiversity Day 2022: Membangun Masa Depan Bersama demi Kehidupan

“Membangun Masa Depan Bersama demi Kehidupan” merupakan slogan yang digaungkan melalui Hari Keanekaragaman Hayati Internasional atau The Biodiversity Day 2022. Slogan tersebut dipilih untuk terus membangun momentum dan dukungan bagi kerangka keanekaragaman hayati global pasca-2020 yang akan diadopsi pada Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB #COP15 mendatang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tanggal 22 Mei ini dunia memperingati Hari Keanekaragaman Hayati atau The Biodiversity Day 2022 . Tujuan peringatan Hari Keanekaragaman Hayati adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta menumbuhkan kecintaan terhadap keanekaragaman hayati atau biodiversitas di bumi. Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Hayati dalam rilisnya di laman https://www.cbd.int/biodiversity-day  mengungkapkan slogan Hari Keanekaragaman Hayati 2022 adalah “Building a shared future for all life” atau membangun masa depan bersama demi kehidupan.

Slogan tersebut dipilih untuk terus membangun momentum dan dukungan bagi kerangka keanekaragaman hayati global pasca-2020 yang akan diadopsi pada Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB #COP15 mendatang. Keanekaragaman hayati sendiri tetap menjadi jawaban atas beberapa tantangan pembangunan berkelanjutan. Dari solusi berbasis alam hingga iklim, masalah kesehatan, ketahanan pangan dan air, dan mata pencaharian berkelanjutan, keanekaragaman hayati adalah fondasi di mana kita dapat membangun kembali dengan lebih baik.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kilas Sejarah

Tanggal 22 Mei sebagai Hari Keanekaragaman Hayati ini disepakati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran terkait dengan isu keanekaragaman hayati. Sebelumnya, selama 7 tahun sejak ditetapkan pada tahun 1993, hari Keanekaragaman Hayati diperingati pada tanggal 29 Desember yang dilatarbelakangi oleh konferensi PBB mengenai Pembangunan dan Lingkungan, yaitu “The Earth Summit” di Rio de Janeiro, Brazil.

Dalam konferensi tersebut, salah satu kesepakatan penting yang dihasilkan adalah Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity). Sejak tahun 2000, Hari Keanekaragaman Hayati diperingati setiap tanggal 22 Mei untuk memperingati adopsi Konvensi pada tanggal 22 Mei 1992 di Nairobi, Kenya. Setiap tahunnya, Hari Internasional Keanekaragaman Hayati mengusung tema berbeda yang ditentukan oleh pihak sekretariat PBB dalam upaya mengangkat isu spesifik terkait dengan keanekaragaman hayati.

Keanekaragaman hayati tetap menjadi jawaban atas beberapa tantangan pembangunan berkelanjutan. Dari solusi berbasis alam hingga iklim, masalah kesehatan, ketahanan pangan dan air, dan mata pencaharian yang berkelanjutan, keanekaragaman hayati adalah fondasi di mana kita dapat membangun kembali dengan lebih baik.

Amanat Antonio Manuel de Oliveira Guterres, Sekjen PBB, sehubungan dengan “Hari Keanekaragaman Hayati 2022” penting dicatat. Dilansir dari https://www.cbd.int/idb/,   untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan, kita perlu segera bertindak untuk melindungi keanekaragaman hayati, jaringan kehidupan yang nghubungkan dan mendukung kita semua. Kita harus mengakhiri perang yang tidak masuk akal dan merusak melawan alam. Tingkat hilangnya spesies adalah puluhan hingga ratusan kali lebih tinggi dari rata-rata 10 juta tahun terakhir.

Keanekaragaman hayati sangat penting untuk mencapai SDGs Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, mengakhiri ancaman eksistensial dari perubahan iklim, menghentikan degradasi lahan, membangun makanan keamanan dan mendukung kemajuan kesehatan manusia.

“Untuk menyelamatkan kekayaan alam yang tak tergantikan dan rapuh di planet kita, setiap orang harus terlibat, termasuk kaum muda dan populasi rentan yang paling bergantung pada alam untuk mata pencaharian mereka. Hari ini, saya mengajak semua untuk bertindak membangun masa depan bersama bagi semua kehidupan.” ujar Guterres.

 

Kondisi Indonesia

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup dengan adanya variasi dari gen, spesies, dan ekosistem pada suatu tempat. Melalui jurnal Buana Sains, keanekaragaman hayati  diartikan sebagai segala sesuatu yang mencakup seluruh bentuk kehidupan mulai dari gen, spesies, mikroogranisme, ekosistem dan proses ekologi.

Indonesia menjadi salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang melimpah. Iklim tropis serta kesuburan tanah menjadikan Indonesia rumah bagi berbagai jenis satwa untuk tinggal dan mencari makan. Dikutip dari Kompas.com (16/09/2020) terdapat 115 hewan mamalia (menyusui) atau 12 persen dari 515 hewan mamalia di dunia yang menghuni Indonesia, 1.500 jenis burung, 600 jenis hewan reptil, dan 270 jenis amfibi. Perairan Indonesia juga menyumbang bagi aneka hayati terumbu karang dan ikan yang melimpah, termasuk 97 jenis ikan karang yang hanya hidup di perairan laut Indonesia, serta 1.400 jenis ikan air tawar.

Keragaman hayati berupa flora dan fauna yang mendiami Indonesia, awalnya diharapkan dapat menjadi nilai tersendiri sebagai ciri Indonesia untuk sisi edukasi hingga pariwisata. Sayangnya, perburuan liar yang dilakukan oleh oknum untuk kepentingan dan keuntungan tersendiri termasuk faktor rusaknya keberadaan aneka hayati tersebut.

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mencatat nama-nama satwa endemik Indonesia yang kini berada dalam ancaman kepunahan. Data terbaru yang dilampirkan oleh BPS adalah angka satwa langka Indonesia di tahun 2017. Dalam lampiran tersebut, BPS mencatat sedikitnya ada 15 satwa di Indonesia yang terancam punah. Berdasarkan catatan BPS dari tahun 2015 hingga 2017, sebagian besar satwa di Indonesia yang terancam punah telah mengalami peningkatan populasi.

Salah satunya adalah orang utan. Sebagian besar orang utan Indonesia dapat ditemukan di pulau Sumatra dan Kalimantan. Pada tahun 2015, BPS mencatat ada sebanyak 143 ekor orang utan yang terancam punah. Angka tersebut naik lebih dari 13 kali lipat di tahun 2017 di mana jumlah orang utan ada sebanyak 1.890 ekor.

Contoh lainnya adalah Komodo, kadal raksasa yang tergolong sebagai salah satu hewan purba dan hanya dapat ditemukan di Indonesia, tepatnya di Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2015, BPS mencatat bahwa hanya terdapat kurang dari 3.000 ekor Komodo di Indonesia. Namun, pada tahun 2017, tercatat ada sebanyak 5.954 ekor Komodo yang ada di Indonesia.

 

Penyebab kenaikan populasi Komodo ini salah satunya oleh upaya pelestarian satwa liar yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui konservasi ex-situ. Upaya tersebut berupa penetasan 11 telur Komodo di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor pada Maret 2017.

Kenaikan populasi satwa yang terancam di Indonesia belum mampu menjadi angin segar. Aneka satwa langka di Indonesia masih terancam keberadaannya. Banyak penyebab yang mengancam keberadaan satwa terutama satwa langka di Indonesia. Penyebab yang paling berkontribusi terhadap penurunan jumlah satwa di Indonesia adalah perburuan liar dan kerusakan habitat. Efeknya sangat dahsyat,yakni  menurunnya populasi satwa di Indonesia dan  memengaruhi ekosistem: rantai makanan hingga perubahan iklim Indonesia dan global.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler