Apakah Anda paham arti kata tapung ? Generasi baby boomers yang paham bahasa Jawa mungkin masih ingat kata tapung. Tapi saya yakin banyak juga yang tidak ingat. Apa artinya? Apa pula kisah di baliknya? Mari kita ulas.
Tapung adalah cara masak di jaman dahulu kala yang sudah jarang dilakukan orang jaman now. Mungkin di pedesaan masih karena cara ini tidak memakai listrik. Caranya beras dicuci dulu lalu direbus. Setelah setengah matang beras ditaruh di kukusan yaitu alat masak yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk kerucut. Kukusan itu ditaruh di atas dandang yang berisi air. Ketika air mendidih uapnya akan mematangkan beras menjadi nasi yang pulen dan énak sekali. Sayangnya cara ini memakan banyak waktu dan tidak praktis. Maka sebagian besar orang sekarang memilih memasak nasi dengan alat elektronik.
Seiring dengan ditinggalkannya cara masak itu, pelan pelan kosa kata tersebut dilupakan orang. Bersama bergantinya cara hidup masyarakat berganti juga kosa kata suatu bahasa. Fenomena ini terjadi di seluruh dunia. Bahasa mengalami pergeseran baik dalam kosa kata maupun cara pengucapan. Konon bahasa Jawa kuno banyak memakai bunyi a seperti dalam logat mBanyumasan. Logat yang memakai bunyi o konon baru berkembang seiring bangkitnya kerajaan Mataram.
Bahasa Kawi atau bahasa Jawa kuno bergeser menjadi bahasa Jawa pertengahan dan sekarang bahasa Jawa kekinian. Sayangnya di jaman now ragam bahasa kromo inggil alias bahasa halus semakin tergerus. Semangkin sedikit orang Jawa yang menguasai kromo inggil. Maka ia hanya dikuasai oleh sekelompok orang tertentu saja yang memang berkomitmen nguri uri (melestarikan) bahasa Jawa.
Mumpung masih banyak penuturnya dan masih lumayan lengkap kepustakaannya saat ini semoga masih ada penulis yang berminat menulis kearifan orang Jawa yang terungkap dalam bahasanya. Pandangan hidup orang Jawa masih sangat relevan dan sejalan dengan agama Islam. Misalnya ungkapan Mélik nggéndong lali yang sarat makna. Masih banyak lagi peribahasa Jawa yang mencerminkan kiat menghadapi kehidupan yang masih bisa menginspirasi.
Saya percaya inilah salah satu aspek kebudayaan Jawa yang bisa menjadi sumbangan kepada dunia, bukan hanya arsitektur klasik dan wayang yang sudah diakui UNESCO.
Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.