x

Siswa tampil di event gelar teknologi tepat guna

Iklan

Pahri, S.Ag. M.M

Kepala SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi, Malang, periode 2008 – 2022
Bergabung Sejak: 24 Mei 2022

Selasa, 24 Mei 2022 19:29 WIB

SMK Indonesia Ciptakan Bisnis Angkringan hingga Kompetisi Global

Industrialisasi berpotensi menciptakan pengangguran jika dalam proses pergeseran produksi dari labouring menjadi manufacturing tidak dibarengi perubahan orientasi pendidikan. Arah pendidikan masa depan, khususnya SMK, harus link and match dengan industri. Lulusannya harus sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Pahri, S.Ag. M.M, Kepala SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi, Malang, periode 2008 – 2022.

Kekuatan ekonomi suatu negara sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Negara membutuhkan tenaga kerja yang cakap, terampil, dan kompeten. Tenaga kerja tersebut tidak hanya sebatas mampu mengoperasionalkan teknologi industrialisasi, tapi juga handal dalam merawat serta memeliharanya. Sehingga teknologi industrialisasi berkerja secara efektif dan mampu bersaing dalam pasar global.

Industrialisasi pada kondisi tertentu berpotensi menciptakan pengangguran jika dalam proses pergeseran produksi dari labouring menjadi manufacturing tidak dibarengi dengan perubahan orientasi pendidikan. Oleh sebab itu, arah pendidikan masa depan khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) programnya harus link and match dengan industri agar lulusannya sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Link and match akan berjalan dengan baik bila ada kesamaan visi dan tujuan antara SMK, pemerintah, dan industri. SMK yang menyiapkan tenaga kerja terampil, pemerintah yang membuat regulasi, bidang industri yang menyerap dan memanfaatkan lulusan. Kegagalan link and match selama ini karena pihak-pihak terkait belum sama visinya. Misalnya, kehadiran siswa praktik kerja lapangan di industri seringkali dianggap mengganggu dan merepotkan perusahaan.

Menghasilkan tenaga kerja terampil sesuai tuntutan dan kebutuhan dunia kerja, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Dalam Inpres ini ada keterlibatan dan keterkaitan kerja serta tanggung jawab bersama untuk memajukan SMK oleh ekosistem pendidikan,  pemerintah pusat, pemerintah daerah, industri, sekolah dan masyarakat.

Inpres Nomor 9 Tahun 2016 mampu mendongkrak prestasi dan reputasi SMK di tingkat nasional dan  internasional. Di ajang World Skill Competition (WSC) di Abu Dhabi pada 2017, SMK Indonesia menduduki peringkat ke-12 dari 59 negara. Prestasi SMK berikutnya menduduki peringkat ke-15 dari 62 negara ajang WSC Kazan Rusia pada 2019.  Sukses ini sangat membanggakan karena tim Indonesia bertarung dengan negara-negara besar dan maju teknologinya seperti; Amerika, Rusia, Jerman, Prancis, Inggris, Belanda, Jepang, Cina, dan Korea.

Prestasi SMK Indonesia tidak hanya pada WSC, tapi juga inovasi dalam membuat produk yang berbasis teknologi mutakhir. Seperti Computer Numerical Control (CNC) yang diproduksi SMK Warga Solo, Alat Kesehatan (Alkes) yang dikembangkan SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Bahkan media pembelajaran berbasis digital yang diproduksi SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi, seperti Computerized ABS Simulator, Compututerized Commonrail Simulator, Efi Engine Stand dan 42 produk media pembelajaran lainnya dapat menembus pasar media pembelajaran di Malaysia.

Di bidang ekonomi dan bisnis, SMK dapat melahirkan juragan-juragan muda dengan omset ratusan juta rupiah, seperti Ananda Riski dari SMK Muhammadiyah 2 Muntilan, Jawa Tengah dengan menjalankan bisnis angkringan dengan omset Rp 214 juta per tiga bulan. Selain Riski masih ada ribuan siswa SMK yang tergabung dalam program Sekolah Pencetak Wirausaha (SPW) yang mendapat penghasilan puluhan dan bahkan ratusan juta rupiah dalam satu bulan. Sehingga selama belajar di SMK, mereka benar-benar berbisnis  secara riil.

Demikian pula di sektor jasa, bermunculan usaha-usaha baru yang dikembangkan oleh siswa SMK seperti jasa perhotelan, penginapan, biro perjalanan, rental transportasi, mini market dan supermarket, perbankan, koperasi, jasa desain, print digital, star up, membuat aplikasi, laundry, catering, seni, hiburan dan pertunjukan, bisnis kuliner, perfileman, rumah produksi dan masih banyak lagi. Bisnis dan jasa tersebut dijalankan oleh siswa didampingi guru dan tenaga kependidikan serta mendapat bimbingan dari industri pasangan.

Tingkat pengangguran terbuka lulusan SMK dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Sebelum dikeluarkan Inpres RI Nomor 9 Tahun 2016, tingkat pengangguran lulusan SMK sebesar 13,02 persen (2015) dan pada tahun 2021 tingkat pengangguran lulusan SMK sebesar 11,13 persen. Artinya selama lima tahun ada penurunan angka pengangguran lulusan SMK sebesar 1,88 persen. Penurunan angka pengangguran lulusan SMK ini akan semakin membaik apabila tidak terjadi pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) sudah memasukkan variable ragam pekerjaan informal berbasis digital sebagai pekerjaan.

Prestasi dan reputasi SMK di tingkat nasional dan internasional serta inovasi produk berbasis digital mengantarkan sekolah vokasi ini mendapat apresiasi dari ekosistem pendidikan; pemerintah, industri dan masyarakat. Masyarakat yang sebelumnya apriori terhadap mutu pendidikan vokasi, seperti peserta didik SMK sering tawuran, otak tidak cerdas, kurang terampil, tidak kompeten dan lulusannya banyak menganggur, stigma negatif tersebut lambat laum sirna.  

Demikian pula dengan kalangan industri yang semakin percaya terhadap lulusan SMK. Mereka selama ini menganggap bekerja sama dengan SMK sebagai beban. Kini secara bertahap perusahaan atau pelaku industri menerima kehadiran SMK dan dipandang sebagai mitra kerja strategis yang saling menguntungkan.

Bukti kepercayaan masyarakat dan industri pada SMK itu dapat dilihat tingginya minat mereka untuk memasukkan putra-putrinya ke SMK. Jumlah siswa SMK pada tahun ajaran 2021/2022 sebesar 5,224,276 dari 15,005 sekolah. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan jumlah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun yang sama sebanyak 5,009,059 dari 15,497 sekolah.

Saat ini industri secara terbuka menerima SMK sebagai mitra kerja yang  dibuktikan dengan berdirinya kelas-kelas industri seperti kelas Yamaha, Honda,  Toyota, Astra Daihatsu Motor, Samsung, United Traktor, Indomart, Alfamart dan seterusnya. Bahkan tidak sebatas membuka kelas industri di sekolah, tapi mereka mau menerima produk SMK sebagai mitra pasok produksi dan menyerap  lulusan SMK untuk bekerja di perusahaannya.

Kepercayaan masyarakat dan industry yang terus membaik ini tentu tidak boleh disia-siakan oleh SMK. Oleh karena itu, SMK harus terus berbenah, meningkatkan kuantitas, dan kualitas pendidikannya. Kehadiran SMK di tengah masyarakat dan industri diharapkan mampu mempersiapkan lulusan untuk Bekerja, Melanjutkan dan Berwirausaha (BMW). Lulusan SMK menjadi tumpuan meningkatkan kesejahteraan keluarga, menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan kemakmuran masyarakat, dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional yang  berdaya saing global.  

Untuk mencapai harapan besar tersebut, kompetensi lulusan SMK harus berstandar industri nasional dan internasional. Hal penting dan mendasar yang mesti dilakukan SMK adalah menjalin kerja sama yang super link dan super match dengan industry. Selanjutnya sekolah menerapkan kurikulum berbasis industri pasangan, guru dimagangkan sampai bersertifikat kompetensi berstandar industri. Sekolah memprogramkan guru tamu dari industri untuk mengajar di sekolah secara berkala. Tak kalah penting, bahan, alat, media serta sarana pendukung praktik siswa wajib dipenuhi dan berstandar industri.

Proses belajar mengajar di SMK sebaiknya menerapkan pembelajaran berbasis industri yang mana sebagian teori dan praktik dapat dilakukan di sekolah dan dapat pula dilakukan di industri pasangan dengan konsep praktik kerja lapangan (dual system). Siswa yang sudah menempuh pendidikan praktik di sekolah dan praktik di industri, dilakukan Uji Kompetensi Keahlian (UKK) yang dilakukan oleh asesor dan instruktur dari industri pasangan. Tempat Uji Kompetensi (TUK) dapat berlangsung di sekolah atau di industri pasangan. Tergantung pada kelengkapan dan ketersediaan media, bahan, alat dan sarana pendukung yang  dipersyaratkan industri. Siswa yang dinyatakan kompeten atau lulus UKK dapat diberikan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh industri pasangan.

Peningkatan mutu SMK berstandar industri dan berdaya saing global serta lulusannya dapat ber-BMW, implementasinya sangat tergantung kepada mindset, visi dan kinerja kepala sekolah. Sebagus apa pun program yang ditawarkan pemerintah kepada SMK, seperti program SMK Revitalisasi, SMK Center of Excellent (COE), SMK Pusat Keunggulan (PK), semua itu tidak akan ada artinya bila berada di tangan kepala sekolah yang lemah, tidak bervisi besar dan bukan sosok petarung kemajuan.

Oleh karena itu program peningkatan kualitas kepala sekolah seperti Diklat Chief Executive Officer (CEO) dan yang semisalnya, tetap dipertahankan untuk terus dikembangkan. Demikian pula dengan program peningkatan kompetensi guru ke industri pasangan dapat terus dilaksanakan. Apabila sumber daya kepala sekolah hebat dan guru SMK kompeten, maka jargon SMK Bisa, SMK Hebat akan menjadi kenyataan.

Ikuti tulisan menarik Pahri, S.Ag. M.M lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu