x

Bendera Merah Putih

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 2 Juni 2022 06:57 WIB

Peringatan Hari Lahir Pancasila ke-6, Ada Apa?

Peringatan HLP ke-6 yang bersejarah karena dilangsungkan di Ende, malah ada yang tidak hadir karena lebih mementingkan yang lain. Jadi, ketidakhadirannya pasti tak akan pernah dilupakan oleh rakyat dan menjadi sejarah juga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Biasanya, saya menulis tentang peringatan Hari Lahir Pancasila (HLP) sebelum peringatan dilaksanakan Pemerintah. Namun, dalam peringatan HLP ke-6, 1 Juni 2022 ini, saya ingin membuat catatan peringatan HLP ke-6 berbeda. Sebab, HLP ke-6 menjadi sejarah tersendiri, karena upacara peringatan dilaksanakan langsung dari Ende, tempat awal muasal Pancasila lahir.

Saya merasa di Ende

Selain itu, saat saya coba mengikuti Upacara secara virtual dari YouTube, saya merasa seperti berada di lokasi Upacara. Sebab, beberapa tahun silam, saya pernah berada di tempat itu. Saat napak tilas, tentang sejarah lahirnya Pancasila. Ingat tentang pohon sukun, ingat rumah pengasingan Bung Karno dan seisinya, ingat kawah Kelimutu, ingat semuanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, yang hingga kini masih terbayang adalah tentang pohon sukun. Saat itu, seperti diceritakan oleh kuncen (juru kunci yang mengetahui riwayat tempat yang dijaganya) rumah pengasingan Bung Karno,

Saat presiden pertama Indonesia, Soekarno diasingkan selama empat tahun ke daerah terpencil di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, membuat Soekarno menjadi lebih banyak merenung dan berpikir.

Dalam merenung, Bung Karno mendapat Ilham. Hari-hari Soekarno dipengasingan diisi oleh berkebun dan membaca. Soekarno sesekali melukis hingga menulis drama pementasan. Pada Jumat malam, Soekarno kerap merenung berjam-jam di bawah pohon sukun yang menghadap langsung ke Pantai Ende.

Lokasi pohon sukun tersebut berjarak 700 meter dari kediamannya. Di bawah pohon sukun itulah, Soekarno mengaku mendapatkan buah pemikiran Pancasila. Soekarno memperoleh gagasan tentang Pancasila dan mendapatkan idenya dari lima cabang pohon sukun. Jadi, di kota Ende, di bawah pohon sukun yang bercabang lima, Soekarno menemukan lima butir mutiara, nilai-nilai luhur Pancasila.

Hari ini, ternyata di lokasi muasal lahirnya Pancasila, menjadi tempat Peringatan HLP secara langsung, setelah sebelumnya dalam Peringatan lima kali selalu diselenggarakan di Jakarta.

Megawati dan Puan bikin blunder sendiri

Sayangnya upacara peringatan HLP ke-6 yang menjadi sejarah bagi bangsa dan negara, serta rakyat Indonesia, apalagi diselenggarakan langsung di lokasi lahirnya Pancasila, tak dianggap penting oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua DPR RI Puan Maharani.

Miris, kehadiran keduanya justru diwakilkan oleh orang lain. Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri diwakilkan oleh Ketua DPP PDI Perjuangan yang juga Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah. Sedangkan kehadiran Puan Maharani diwakilkan oleh Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Paulus yang membacakan teks pembukaan UUD 1945 dalam peringatan hari lahir Pancasila di Lapangan Pancasila Kota Ende, NTT.

Sebagai Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri, sewajibnya lebih mementingkan Peringatan HLP yang mencatatkan sejarah. Ketidakhadirannya bersama putrinya, semakin membikin berbagai pihak berpikir Mega dan Puan hanya mementingkan dirinya sendiri. Mementingkan egonya. Apalagi, sebelumnya juga tak hadir dalam acara Pernikahan adiknya Presiden Jokowi. Ada apa Mega? Puan?

Meski Mega menjelaskan mengapa dirinya tidak hadir dalam peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), karena harus menghadiri sebuah seminar yang dirasa penting. Mega malah bikin blunder sendiri.

Sebagai Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, mengapa Mega tak memberi arahan agar webinar Seminar Nasional Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) yang diselenggrakan secara virtual pada Rabu (1/6/2022), tidak disarankan DIGESER waktunya. Mengapa waktu webiner harus bentrok dengan Peringatan HLP ke-6? Padahal webiner Seminar Nasional Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa. Intinya, sepertinya Mega memang sengaja bikin alasan agar tak dekat dengan Jokowi saja.

Ironisnya, Megawati sendiri mengaku sempat mendapat banyak pertanyaan mengapa dirinya tidak hadir dalam acara tersebut. Ketua Umum DPP PDIP ini mengatakan, sudah berbagi tugas dengan jajaran pengurus BPIP lain untuk ikut dalam kegiatan upacara. "Padahal saya di sana ditanya, kenapa ibu Mega tidak muncul sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP? Ya biasa toh wartawan jahil, ya saya bilang karena bagi tugas. Di sana ada pengurus BPIP," katanya.

Luar biasa. Malah menyebut wartawan jahil? Megawati juga menilai, seminar yang dia hadiri bersama FRPKB lebih penting. Sebab, dirinya bisa memberi pengetahuan kepada kalangan akademisi agar dapat mewariskan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. "Saya merasa, saya akan bertemu para rektor yang akan mengintrodusir karena rektor lah memutuskan kurikulum begini, kurikulum begitu," ungkapnya.

Kerennya Megawati. Peringatan HLP hanya 1 kali, 1 Juni 2022, tapi lebih mementingkan acara dengan Rektor yang bisa dihelat kapan saja. Maaf. Alasannya tak logis. Mengada-ada. Tak sesuai dengan tema HLP ke-6 yang seperti nampak slogan?

Tema=Slogan

Selain masalah Megawati dan Puan yang seolah tak menganggap penting Peringatan HLP di Ende, mungkin hanya alasan karena ada sesuatu di baliknya, dan jelasnya tak bisa diteladani, saya juga kembali akan mengulas menyoal tema Peringatan HLP.

Bila Peringatan HLP ke-5 tahun 2021, pemerintah membuat tema peringatan: "Pancasila dalam Tindakan, Bersatu untuk Indonesia Tangguh". Di peringatan HLP ke-6 tahun 2022, pemerintah membikin tema: "Bangkit Bersama Membangun Peradaban Dunia."

Penetapan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016. Dengan penetapan tersebut, segenap komponen bangsa dan masyarakat Indonesia berkomitmen untuk memperingati Hari Lahir Pancasila sebagai bagian dari pengarusutamaan Pancasila sebagai panduan dalam seluruh bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Namun, apakah faktanya, khususnya bagi masyarakat, khususnya rakyat jelata hal tersebut menjadi komitmen atau mendarah daging? Rasanya pemerintah perlu lebih dalam menyelami perasaan rakyat. Pasalnya, hingga peringatan HLP ke-5, hal-hal yang seharusnya di NKRI terjadi berdasarkan aplikasi dan perwujudan dari Sila-Sila dalam Pancasila, masih jauh panggang dari api.

Masih teringat tema HLP tahun lalu. "Pancasila dalam Tindakan, Bersatu untuk Indonesia Tangguh." Realisasinya, dalam tindakan, siapa yang tangguh? Hukum tetap tajam ke bawah, tumpul ke atas. Tema hanya SLOGAN.

Coba, di peringatan HLP ke-6 tahun 2022, pemerintah membikin tema: "Bangkit Bersama Membangun Peradaban Dunia." Ini ironis. Peradaban Indonesia saja masih dipertanyakan. Apakah dengan rakyat yang terus terpolarisasi oleh kepentingan politik dan kekuasaan, rakyat tambah beradab? Terutama yang berlindung dan bekerja untuk penguasa?

Heran, bikin tema apa hanya sekadar bikin, ya? Saat peringatan HLP 2021 saya sebut temanya nampak pas, cocok untuk seluruh rakyat, bangsa, dan negara Indonesia bila dalam keadaan normal. Mengapa? Sebab saat itu, Indonesia dalam situasi tidak normal. Rakyat terus diliputi penderitaan dan ketidakadilan. Sementara ada pihak yang terus berpesta pora di atas kepentingan dan kepentingan. Bancakan uang rakyat dan kekayaan negeri ini demi mengabdi kepada para cukong. Asyik masyuk dalam politik dinasti, oligarki, KKN yang masih masif, yang semuanya mereka lakukan bukan demi rakyat.

Jadi, tema Pancasila dalam Tindakan itu, tepatnya menyasar kepada siapa? Tindakan siapa yang selama ini justru jauh dari nafas Pancasila? Kalau Bersatu untuk Indonesia Tangguh, itu tak perlu diragukan! Para pejuang bangsa telah memberikan contoh dan meneladani merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah dengan taruhan darah dan nyawa.

Karenanya, rakyat yang masih terus dibodohi, terus merasakan penderitaan dan ketidakadilan dijajah oleh penjajah baru oleh para oligarki dan dinasti politik, tentu akan sangat tangguh menumpas kezaliman di negeri ini.

Karenanya, saat itu hingga sekarang, tentu dapat dikulasi berapa jumlah rakyat Indonesia yang hingga kini tindakannya sesuai Pancasila. Dan, rakyat juga tahu, ada berapa rakyat yang sudah ditangkapi oleh pemerintah.yang tindakannya dianggap melanggar Pancasila.

Tapi kira-kira, siapa yang hingga kini tak pernah ditangkapi, meski tindakannya tak sesuai pancasila. Bahkan setiap hari di media sosial justru mengajak berseteru dengan ungkapannya yang terus memancing permusuhan. Mengapa mereka masih aman-aman saja dan bebas berkeliaran?

Tema Peringatan HLP 2021 nampaknya memang sekadar slogan. Kini, di Peringatan HLP ke-6 di 2022, kok lagi-lagi sangat kental dengan bau slogannya! "Bangkit Bersama Membangun Peradaban Dunia."?

Siapa yang terus bangkit dan melanjutkan pesta pora di atas penderitaan rakyat? Siapa yang terus bertindak TAK BERADAB? Siapa yang diajak bangkit bersama? Partai Koalisi? Partai oposisi bagaimana?

Ingat bagaimana Moto Gp Mandalika? Betapa hebohnya yang satu suara karena itu gelaran di helat oleh pemerintah? Lihat, bagaimana hajatan Formula E yang tinggal hitungan hari? Apakah selain Presiden Jokowi hadir meninjau langsung ke Ancol, terus bagian pemerintahan yang lain nampak ikut antusias mendukung? Malah di media massa, ada yang bilang, kalau mereka berbuat begitu karena arahan pimpinan. Siapa pimpinannya hayoo? Ini Formula E juga gawean siapa hayoo?

Jadi, siapa yang diajak bangkit bersama membangun peradaban dunia, ya? Kalau rakyat, rakyat yang mana? Dunia, dunia yang mana?

Sadar diri

Saya sebagai rakyat jelata, tetap berdoa, semoga, tema HLP 2022, seperti kejadian dalam tema HLP 2021, benar-benar menyadarkan mereka sendiri. Bukan menyasar rakyat yang selama ini memang sudah sadar, tapi justru terus ditekan dan dipersalahkan.

Apa tindakan balas budi memberikan jabatan gratis kepada para pendukung atau relawan juga memenuhi unsur-unsur dalam Pancasila dan berkeadilan untuk rakyat?

Tak sesuai Pancasila?

Dalam catatan saya, banyak kasus-kasus yang dianggap tak sesuai dengan Pancasila. Semisal, kasus bagi-bagi jabatan yang sepertinya jelas arah dan maksudnya ke arah mana? Terlebih, demi memperkuat dukungan demi Pilpres 2024. Jadi, siapa yang kali ini dapat bidikan dan rezeki nomplok pun tentu hanya demi kepentingan mereka yang lebih besar.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Peringatan HLP, pemerintah bikin ajakan agar seluruh rakyat Indonesia ikut dalam upacara peringatan Harlah secara virtual kombinasi. Tetapi, selalu, itu seperti sekadar basa-basi. Sebab sudah dapat terbayang, kira-kira, bila diricek dan didata dengan benar, maka ada berapa rakyat Indonesia yang ikut anjuran dan turut serta dalam upacara secara virtual?

Yang sangat memiriskan hati, ada berapa masyarakat di depan rumahnya juga mengibarkan Bendera Merah Putih? Padahal Surat Edaran (SE) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 04 Tahun 2021 tentang Pedoman Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2021 poin (d) menyebut: Seluruh perkantoran dan seluruh komponen masyarakat Indonesia mengibarkan Bendera Merah Putih selama 1 (satu) hari pada tanggal 1 Juni 2022. Sama seperti peringatan HLP tahun-tahun sebelumnya?

Tahun lalu, saya juga sudah bertanya. Ke mana BPIP, yang para pejabatnya dapat gaji dari uang rakyat, maaf, membikin tema itu jangan menyindir mereka yang justru tindakannya tidak sesuai Pancasila, karena rakyat tidak akan tersindir.

Selain itu, apakah bukan tugas BPIP? Punya pemikiran dan program bagaimana caranya agar rakyat turut serta dalam upacara HLP, meski secara virtual? Coba BPIP, mana laporan, berapa banyak rakyat yang ikut upacara HLP virtual 1 Juni 2021, dibandingkan dengan jumlah seluruh rakyat Indonesia. Berapa jumlah rakyat Indonesia yang memasang Bendera Merah Putih di depan rumahnya. Berapa persen yang memasang dibandingkan dengan ada berapa rumah di seluruh Indonesia?

Lewat tulisan ini, di peringatan HLP ke-6 2022, saya kembali meminta kepada pemerintah agar benar-benar serius dalam setiap kali menyelenggarakan segala bentuk Hari Peringatan yang tanggalnya dijadikan hari libur nasional.

Buatlah tema yang tidak basa-basi. Buat peraturan pelaksanaan yang tidak sekadar slogan. Sehingga ada makna, manfaat, refleksi, mawas diri, dari akibat pelaksanaan Hari Libur Nasional itu.

Maaf. Sekali lagi. Selama ini, setiap hari peringatan, pemerintah membuat tema peringatan, temanya malah lebih cocok untuk mengavaluasi mereka sendiri. Tapi, apakah mereka mengevaluasi?

Meminta rakyat turut serta ikut upacara, tak melibatkan pemerintahan terkecil, RW dan RT. Tidak ada kontrol. Peringatan virtual pun sekadar numpang lewat dan lihatlah apakah rakyat merasa memiliki Harlah Pancasila? Meminta rakyat memasang Bendera Merah Putih, tapi tidak tegas, tidak ada kontrol, tidak ada tindakan hukum.

Ayolah buat peringatan hari apa pun di Indonesia, yang jelas, yang tegas, ada kontrol, ada refleksi, laporan, ada evaluasi, ada tindakan hukum. Jangan main-main dan basa-basi terus!

Lebih lagi, Peringatan HLP ke-6 yang bersejarah karena dilangsungkan di Ende, malah ada yang tidak hadir karena lebih mementingkan yang lain. Jadi, ketidakhadirannya pasti tak akan pernah dilupakan oleh rakyat dan menjadi sejarah juga.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB