x

Guru Berjuang Masa Depan Siswa Gemilang

Iklan

Iwan Kartiwa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 November 2021

Senin, 20 Juni 2022 09:52 WIB

Pendekatan VUCA dan Transformasi Pendidikan Indonesia

Dalam konteks yang paling actual dan factual penerapan VUCA dalam dunia pendidikan di Indonesia salah satunya adalah dengan melakukan perubahan paradigma berpikir (mindset) para guru, memahami peta jalan pendidikan Indonesia dan berikhtiar menerapkan program merdeka belajar yang dicanangkan KemendikbudRistek.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pendekatan VUCA dan Transformasi Pendidikan Indonesia

Oleh: Iwan Kartiwa

(Pengajar Praktek PPGP Angkatan 5 Kab. Sumedang dan CKS SMA Provinsi Jawa Barat Tahun 2021)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

VUCA sebagai sebuah pendekatan dalam sebuah kajian ilmiah saat ini cukup banyak diaplikasikan oleh berbagai kalangan. VUCA merupakan sebuah akronim dari volatility, uncertainty, com­ple­x­ity dan ambiguity. Sebagaimana di­sitir oleh Victor Yasadhana, VUCA merupakan istilah yang pertama kali dipopulerkan oleh US Army War College untuk meng­gam­bar­kan sebuah keadaan dunia yang makin rentan, tidak pasti, rumit dan membingungkan se­bagai dampak multi­lateralisme dunia pasca Perang Dingin. VUCA dalam konteks ini merupakan alat analisis dan identifikasi terhadap fenomena dan situasi masa depan yang makin sulit ditebak (unpredictable) sehingga dapat disiapkan berbagai skenario untuk menjawab tantangan dari situasi tersebut.

Sekali lagi VUCA menggambarkan situasi yang penuh dengan kegamangan dan ketidakpastian. Dalam situs https://metode.id/2020/05/23/vuca/?amp=1 disebutkan bahwa pendekatan VUCA berasal dari sebuah analisis situasi sulit ketika menghadapi keadaan yang minim informasi dan cepat berubah.  Dikisahkan suatu operasi tempur di era sembilan puluhan yang  menggambarkan situasi medan tempur yang dihadapi oleh pasukan operasional Amerika, dimana informasi medan tempur yang ada amat terbatas. Bertempur dalam keterbatasan informasi serasa berjalan dalam kebutaan dan bisa menimbulkan chaos. Keadaan ini diistilahkan sebagai medan perang kabut (fog war). Pengalaman itu selanjutnya menjadi pemikiran dan pembelajaran bagi para pegiat ekonomi khususnya untuk mengatasi masalah yang bersifat  Volatile, Uncertain, Complexity and Ambiguity yang selanjutnya disingkat VUCA. Penjelasan mengenai komponen-komponen VUCA tersebut adalah sebagai berikut.

Volatility (perubahan cepat tak terduga). Hal ini ditandai munculnya berbagai tantangan baru yang sulit terbaca penyebabnya. Tantangan baru ini tidak memiliki pola yang konsisten. Perubahan sangat cepat terjadi, apa yang sebelumnya menjadi ancaman dua tahun lalu, bisa jadi sudah tergantikan oleh ancaman lain saat ini.Proses terbentuknya lingkungan volatile tidak terlepas dari pengaruh teknologi, munculnya tatanan ekonomi baru, berubahnya nilai-nilai dan gaya hidup, dan tersedianya pertukaran arus informasi, barang dan jasa dengan trend harga menurun dibarengi tingginya kecepatan arus perpindahan barang/jasa dan penyebaran informasi.

Uncertainty (Ketidakpastian). Ketidakpastian lingkungan menjadi kondisi umum yang suka tidak suka menjadi bagian keseharian dalam dunia kehidupan kita. Imbas dari kondisi global yang cepat atau lambat akan terasa akibatnya. Contoh nyatanya adalah munculnya perbankan online yang telah berimbas terhadap ditutupnya 46000 kantor cabang bank di seluruh Eropa sejak tahun 2007. Impak dari Brexit telah mempengaruhi sebagian besar operasional perbankan dunia yang menggantungkan transaksi foreks di pasar London sebagai pasar kedua terbesar dunia.

Complexity (kerumitan). Dalam hal ini kerumitan untuk memahami penyebab suatu masalah secara langsung. Interdepensi dan interkoneksi berbagai kejadian menjadi penyebab yang saling mempengaruhi satu sama lain dan mengakibatkan timbulnya masalah yang ada. Penyebab kompleksitas bisa berasal dari berbagai multiple faktor seperti: munculnya beragam kompetitor baru, disrupsi teknologi, berubahnya pola konsumsi, regulasi yang kompleks, perubahan pola supply dan dimand, dan masih banyak faktor lainnya.

Ambiguity (membingungkan). Ambiguitas diibaratkan seperti hidup dalam lingkungan berkabut yang menutupi pandangan jernih kesekelilingnya. Apa yang seolah dianggap fakta sebenarnya tidak lebih merupakan fatamorgana. Sementara itu sebuah kebenaran dengan asumsinya, baru dapat diterima karena sudah menjadi kebiasaan dan juga dilakukan oleh banyak orang tanpa mempertanyakan lagi eksistensinya. Orang yang berani mengajukan pertanyaan apa yang sesungguhnya terjadi, relatif lebih sedikit daripada yang diam. Mereka bisa jadi akan dianggap menentang arus atau bahkan dianggap aneh dalam kelompoknya.

Situasi VUCA melanda banyak bidang kehidupan, tidak terkecuali bidang pendidikan. Bidang pendidikan di Indonesia tentu merasakan hal yang sama, bagaimana situasi saat ini dan kedepan yang dirundung dan dilingkupi oleh berbagai hal yang serba cepat berubah, penuh dengan ketidakpastian, dirundung berbagai kerumitan/kesulitan dan segala sesuatunya yang serba membingungkan. Sektor pendidikan dalam hal ini, jelas tidak mungkin lepas dan menghindari dari situasi VUCA yang serupa dengan berbagai dampak turunannya.

Menghadapi situasi VUCA yang semacam tadi, maka muncul pendekatan VUCA yang berbeda dalam konteks solusi yang ditawarkan. VUCA yang dimaksud adalah pendekatan strategi yang dapat dirancang dengan menerapkan sejumlah langkah strategis dan sistematis. VUCA dalam hal ini berakronim (vision, understan­ding, clarity dan agility). VUCA dalam konteks ini berasal dari pendapatnya Bob Johansen seorang peneliti pada Ins­titute for the Future. Dalam bukunya  Lea­ders Make the Future: Ten New Lea­dership Skills for an Uncertain World sebagaimana dikutip Freddy Nababan dalam web https://analisadaily.com/berita/arsip/2018/4/9/535362/vuca-dalam-dunia-pendidikan/#.Yqkj9h2b-jw.whatsapp. Dalam buku ini disebutkan bahwa VUCA yang dimaksud adalah dengan menerapkan  (vision, understan­ding, clarity dan agility). Selanjutnya proses penerapan pendekatan VUCA model seperti ini dalam dunia pendidikan, aplikasinya kurang lebih seperti berikut ini.

Pertama, Volatility (perubahan cepat tak terduga). Untuk aspek ini bisa diakomodir dengan me­nerapkan visi (vision) yang jelas. Apa yang hendak dicapai di masa depan di­tetapkan hari ini. Guru harus me­netapkan apa yang menjadi program bulanan, se­mester, dan tahunan. Guru harus memas­tikan semua materi sudah on the track, kon­tekstual dan sinkron dengan tren terbaru.

Kedua, Uncertainty (sulit terprediksi/ketidakpastian). Hal ini dapat diantisipasi dengan pe­mahaman (under­stan­ding) yang baik akan apa yang menjadi pe­nyebabnya. Hal ini umumnya berkai­tan dengan karakter siswa. Untuk itu, guru harus menjadi fasilitator yang lebih ba­nyak mendengar, membaca dan meli­hat perspektif yang berbeda dari para mu­­rid­nya. Guru harus mengenali gaya be­lajar mereka karena mengenali murid secara utuh adalah keharusan.

Ketiga, complexity (keruwetan dan kerumitan) yang dialami dari para sis­wa dalam pembelajaran dapat diatasi dengan ke­mauan para pendidik untuk lebih ba­nyak merespon, tidak reaktif, dan meng­kla­rifikasi setiap permasalahan yang ada agar tercipta kejelasan (clarity) dalam mengambil keputusan.

Keempat,ambiguity (kebingungan/kebimbangan) dalam pembelajaran dapat diselesaikan dengan agility (kelin­cahan/keluwesan) para guru melihat solusi-solusi yang ada. Kelincahan (baca: ke­ari­fan) para guru dalam memberikan jalan ke­luar yang terbaik dari kebimba­ngan sis­wa berkorelasi dengan kemata­ngan se­orang pendidik dan “jam terbang­nya” yang hanya bisa didapat dari ke­mau­an para guru untuk terus belajar, baik in­dividual maupun kolaboratif dengan sia­pa saja dan di mana saja. Termasuk didalamnya kesadaran untuk tergerak, bergerak dan menggerakan. Tak kalah pentingnya bagaimana setiap guru mampu menggerakan komunitas praktisi sebagai salah satu sasaran dan medan garapan transformasi pendidikan Indonesia yang dapat ia lakukan kapanpun dan dimanapun yang bersangkutan bertugas.

Dalam konteks yang paling actual dan factual penerapan VUCA dalam dunia pendidikan di Indonesia salah satunya adalah dengan melakukan perubahan paradigma berpikir (mindset) para guru, memahami peta jalan pendidikan Indonesia dan berikhtiar menerapkan program merdeka belajar yang dicanangkan KemendikbudRistek. Untuk perubahan paradigma berpikir (mindset) dilakukan dengan merekonstruksi layanan pendidikan terhadap peserta didik dengan berbasis pada filosofi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Selanjutnya para guru didorong untuk terus melakukan prakarsa perubahan, melaksanakan karya dan aksi nyata yang dapat berkontribusi dalam perbaikan dan kemajuan pendidikan nasional kita. Para guru juga dituntut memahami peta jalan pendidikan yang tengah dirumuskan minimalnya memahami visi pendidikan Indonesia. Visi pendidikan Indonesia 2035 yang tertuang dalam draf dokumen Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 adalah membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang sejahtera dan berakhlak mulia dengan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.

Sementara itu program merdeka belajar juga menjadi bagian penting tak terpisahkan dalam merespon situasi VUCA yang terus terjadi. Saat ini program merdeka belajar sudah memasuki episode yang ke 19. Rinciannya adalah sebagai berikut:

Merdeka Belajar episode 1: Asesmen Nasional, USBN, RPP dan PPDB,
Merdeka Belajar episode 2: Kampus Merdeka,
Merdeka Belajar episode 3: Penyaluran dan Penggunaan Dana BOS,
Merdeka Belajar episode 4: Program Organisasi Penggerak,
Merdeka Belajar episode 5: Guru Penggerak,
Merdeka Belajar episode 6: Transformasi Dana Pemerintah untuk Perguruan Tinggi,
Merdeka Belajar episode 7: Program Sekolah Penggerak,
Merdeka Belajar episode 8: SMK Pusat Keunggulan,
Merdeka Belajar episode 9: KIP Kuliah Merdeka,
Merdeka Belajar episode 10: Perluasan Program Beasiswa LPDP,
Merdeka Belajar episode 11: Kampus Merdeka Vokasi,
Merdeka Belajar episode 12: Sekolah Aman Berbelanja dengan SIPLah,
Merdeka Belajar episode 13: Merdeka Berbudaya dengan Kanal Indonesiana,
Merdeka Belajar episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual,
Merdeka Belajar episode 15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar,
Merdeka Belajar episode 16: Akselerasi dan Peningkatan Pendanaan PAUD dan Pendidikan Kesetaraan,
Merdeka Belajar episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah,
Merdeka Belajar episode 18: Merdeka Berbudaya dengan Dana Indonesiana,
Merdeka Belajar episode 19: Rapor Pendidikan indonesia

                Tak kalah pentingnya adalah semua pihak bergerak bersama secara gotong royong, kolektif dan kolaboratif untuk melaksanakan transformasi pendidikan nasional Indonesia. Transformasi pendidikan nasional Indonesia sebagaimana kita ketahui mengacu pada 4 pokok penting yaitu pertama, infrastruktur dan teknologi. Kedua, kebijakan, prosedur, dan pendanaan. Ketiga, kepemimpinan, masyarakat, dan budaya. Keempat, kurikulum, pedagogi dan asesmen. Semoga dunia pendidikan Indonesia semakin membaik, mampu bersaing, kompetitif dan berkualitas serta sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya. Aamiin YRA.

 

Ikuti tulisan menarik Iwan Kartiwa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB

Terkini

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB