x

Iklan

Mahdum Ibrahim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Mei 2022

Selasa, 21 Juni 2022 09:44 WIB

Mengenal Lembaga Kebudayaan Rakyat


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lembaga Kebudayaan Rakyat atau dikenal dengan Lekra didirikan atas inisiatif D.N. Aidit, Nyoto, M.S. Ashar, dan A.S. Dharta pada tanggal 17 Agustus 1950. Lekra ini ingin mengajak seniman seniman untuk mewujudkan Republik Indonesia yang demokratis. Tokoh-tokoh yang terkenal dalam anggota lekra adalah Pramoedya Ananta Toer, Rivai Apin, Affandi, dan lain-lain.

Latar Belakang

Lembaga Kebudayaan Rakyat atau dikenal dengan Lekra didirikan atas inisiatif D.N. Aidit, Nyoto, M.S. Ashar, dan A.S. Dharta pada tanggal 17 Agustus 1950.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Empat orang pendiri lekra ini memperbolehkan semua seniman, sastrawan dan pekerja-pekerja kebudayaan, seperti buruh dan tani yang biasa melakukan kegiatan kebudayaan, untuk bergabung dengan lembaga ini.

Pemikiran dasar Lekra adalah memerdekakan rakyat, artinya, seluruh, rakyat harus terpenuhi seluruh haknya, seperti hak Pendidikan, kebebasa, berekpresi, dan hak kehidupan yang layak.

Kongres pertama Lekra

Kongres pertama Lekra di Solo 1959 melahirkan Mukadimah Lekra yang juga menyantumkan peraturan dasarnya salah satu lembaga kebudayaan.

Lekra menunjukan sikap sesungguhnya yang membentuk langkah-langkah dan visi berkesenian dan berkebudayaan lekra, yakni “seni untuk rakyat” dan “politik adalah panglima”

Seni untuk rakyat disini berarti seni bukan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, tapi juga dapat dinikmati semua orang dimasyarakat.

Sedangkan, politik sebagai panglima berarti setiap karya seni seharusnya menyampaikan aspirasi rakyat, sebab, kehidupan rakyat, termasuk seni, tidak lepas dari kehidupan politik.

Perkembangan lekra

Lekra kemudia mengembangkan sayap pergerakannya ke masyarakat luas. Organ-organ tani dan buruh, seperti SOBSI dan BTI pun diberi tempat untuk mengucurkan aspirasi dan apresiasi kebudayaan.

Lekra juga menerapkan gerakan 1-5-1 yang menjadi basis dari lima kombinasi kerja : Meluas dan meninggi, Tinggi mutu dan ideologi,  Tradisi baik dan kekinian revolusioner, Kreativitas individual dan kearifan massa, Realisme social dan romantic revolusioner.

Untuk menjalankan kelima hal tersebut, maka diperlukan metode turun ke bawah atau kerap disingkat turba. Artinya turun langsung melihat kehidupan dimasyarakat.

Berdasarkan nilai-nilai itu karya-karya senimakn Lekra lahir. Mereka menyebutnya realisme sosialis, artinya, realisme yang didasarkan pada tujuan sosialisme. Dengan kata lain, realisme sosialisme mempertahankan dan mengembangkan antikapitalisme internasional.

Lekra secara tegas menunjukkan keberpihakannya kepada kelas yang kalah dalam struktur masyarakat. Disinilah, Lekra Memiliki kedekatan ideologis dengan PKI.

Bubarnya Lekra

Pada 30 September 1965, terjadi peristiwa yang disebut Gerakan 30 September 1965 atau G30S. PKI pun dituduh menjadi dalang dibalik peristiwa tersebut. Akibatnya, PKI harus dituntas habis yang kemudian juga memberikan dampak bagi Lekra

Setelah G-30-S/PKI meletus Lekra dibubarkan berdasarkan Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pelarangan Ajaran Komunisme, Leninisme, dan Pembubaran Organisasi PKI beserta Organisasi Massanya. Para pengarang Lekra seperti Pramodya Ananta Toer, Putu Oka Sukanta dan lain-lain dipenjara bertahun-tahun oleh rezim Orde Baru tanpa diadili.

Buku-buku para pengarang Lekra termasuk buku Sedjarah Kesusastraan Indonesia Modern yang disusun Bakrie Siregar dilarang sesuai dengan instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan RI No. 1381/1965 tanggal 30 November 1965.

Referensi:

  • Toer, Pramoedya Ananta. (2000). Realisme-Sosialis dan Sastra Indonesia. Jakarta: Lentera Dipantera.
  • Rosidi, “Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia” (Bandung : Penerbit Binacipta)

Ikuti tulisan menarik Mahdum Ibrahim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler