x

ilustr: Forum-China Daily

Iklan

Slamet Samsoerizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2022

Rabu, 29 Juni 2022 13:10 WIB

Literasi Berbahasa dan Bersastra

Literasi berbahasa dan bersastra, menyasar pada tuntutan ketrampilan peserta didik pada abad 21.Apa sajakah cakupannya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Konsep literasi sebenarnya tidak sekadar membaca dan menulis. Literasi memiliki cakupan arti yang lebih luas yakni keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori.

Kemampuan tersebut di abad 21 ini disebut sebagai literasi informasi.  Ferguson (200) menjabarkan komponennya yakni Literasi Dini (Early Literacy), Literasi Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi Media (Media Literacy), Literasi Teknologi (Technology Literacy), dan Literasi Visual (Visual Literacy). Literasi yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang untuk berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya sebagai warga negara global (global citizen).

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Literasi Bahasa dan Sastra

Menarik menyinggung ihwal Literasi Bahasa dan Sastra.  Ferguson (2000)  menekankan bahwa Literasi Bahasa dan Sastra adalah melek pengetahuan dan kemampuan membaca dan menulis, mencari, menelusuri, mengolah dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan bahasa dan sastra secara cendekia.

Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik tentang keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tujuan dan fungsinya. Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien.

Hal tersebut sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia juga menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara. Selain itu, pesertdidik juga diharapkan mampu memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Untuk mengimplementasikan tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut, maka pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 (pun pada Kurikulum Merdeka) disajikan dengan menggunakan pendekatan berbasis teks. Teks dapat berwujud teks tertulis maupun teks lisan. Teks merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya memiliki situasi dan konteks. Dengan kata lain, belajar Bahasa Indonesia tidak sekadar memakai bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, tetapi perlu juga mengetahui makna atau bagaimana memilih kata yang tepat yang sesuai tatanan budaya dan masyarakat pemakainya.

Prof. Mahsun (2014) menyatakan, dalam pembelajaran Bahasa ada dua komponen yang harus dipelajarai, yaitu masalah makna dan bentuk. Kedua unsur tersebut harus hadir secara stimulant dan keduanya harus ada. Namun pemakai bahasa harus menyadari bahwa komponen makna menjadi unsur utama dalam pembentuk bahasa, dan karena itu bahasa menjadi sarana pembentukan pikiran manusia.

 

Untuk itu guru perlu menyadari, bahwa kemampuan berpikir yang harusnya dibentuk dalam bahasa adalah kemampuan berpikir sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis. Secara stimulatif kemampuan berpikir tersebut disebut dengan berpikir metodologis yang hanya dapat dicapai melalui pembelajaran teks berdasarkan pendekatan ilmiah/ saintifik.

 

Sementara sastra adalah sebuah objek pembelajaran yang harus diperhitungkan dalam dunia pendidikan, bahkan kedudukannya sama penting seperti pelajaran eksakta sekalipun. Rahmanto (1988) menyatakan bahwa sastra bermanfaat untuk menafsirkan dan memahami masalah-masalah dunia nyata. Jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat,  maka pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalahmasalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat.

Pembelajaran sastra pada hakikatnya merupakan pembelajaran tentang kehidupan. Seperti halnya kehidupan, sastra memiliki keunikan tersendiri. Untuk dapat menemukan keunikan tersebut, kita harus melakukan analisis. Kemampuan menganalisis akan dikuasai setelah kita memiliki kemampuan mengapresiasi.

Dalam kurikulum mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk berbagai jenjang,  subbagian tujuan yang berhubungan dengan pelajaran Apresiasi Sastra terdapat tujuan, peserta didik dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

 

Rumusan tujuan tersebut tampaklah ketiga aspek dalam tujuan pembelajaran apresiasi sastra. Aspek kognisi terdapat pada pernyataan, “meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa”. Pada dasarnya, mempelajari apresiasi sastra adalah mempelajari bahasa. Dengan mempelajari sastra, kemampuan berbahasa akan terolah. Hal ini terlihat juga dalam tujuan pembelajaran yang lebih khusus sebagai berikut.

* Siswa menguasai bermacam-macam majas, makna ungkapan, dan makna peribahasa.
* Siswa menguasai ciri-ciri pembentuk puisi, prosa, drama, kritik, dan esei.

Selain melatih kemampuan berbahasa, mempelajari sastra dapat meningkatkan pengetahuan. Hal itu karena sastra erat kaitannya dengan kehidupan. Dalam sastra kita dapat mengetahui biologi, kimia, fisika, sosiologi, dan antropologi.

Aspek keterampilan terlihat pada pernyataan "menikmati” dan “kemampuan berbahasa". Menikmati sebuah karya sastra dikatakan sebagai sebuah keterampilan karena untuk menangkap makna dari karya sastra tersebut diperlukan skil yang khusus.

Aspek sikap terlihat pada pernyataan "Memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa". Sastra dapat dijadikan guru budi pekerti. Dengan membaca sastra, apresiator sebenarnya sedang belajar budi pekerti.

 

 

Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu