x

Iklan

Ali Mufid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Maret 2022

Jumat, 8 Juli 2022 08:01 WIB

Uji Kekuatan Elektoral Lawan Politik Identitas

Melawan politik identitas tak cukup dengan membangun narasi di tingkat elit. Diperlukan kesadaran menerima perbedaan pendapat dari konstituen hingga elektroal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Deklarasi dukungan Ganjar Pranowo menjadi Presiden 2024 bermunculan di berbagai daerah. Relawan ini seperti suplemen bagi calon yang digadang-gadang memiliki kans kuat dalam kontestasi Pilpres 2024. Gelombang relawan ini cukup menjadi riak-riak kecil di tingkat elektroal. Meski sejumlah elit seringkali menegaskan bahwa ada mekanisme partai politik untuk menentukan siapa calon presiden.

Sikap jatuh hati relawan ini tak lepas dari figur Ganjar Pranowo yang dinilai punya kemiripan dengan Joko Widodo, yang juga kader PDI Perjuangan dalam berkomunikasi dengan wong cilik. Sebagai Gubernur Jawa Tengah, gaya memimpin Ganjar disesuaikan dengan kultur sosial masyarakat setempat. Retorika politik Ganjar bisa jadi sebuah interpretasi partai yang membesarkan namanya. Ya, partai yang dekat dengan rakyat kecil, rakyat nasionalis dan pemberani.

Nuansa jatuh cinta tak ada beda, hanya kali ini beda pemilik hati. Relawan yang dulunya simpatisan Presiden Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019, kini mulai melirik pilihan barunya pada sosok Ganjar. Pria kelahiran 28 Oktober 1968 diyakini memiliki kesinambungan kuat dengan Jokowi sebagai Presiden dua periode itu. Besar di partai yang sama dan gaya memimpin yang sama, cukup menegaskan jika pilihan relawan terhadap Ganjar adalah satu bentuk konsistensi mengawal Indonesia berkemajuan.

Relawan tak hanya datang dari kelompok nasionalis pewaris perjuangan era Pilpres 2014 dan 2019. Di beberapa daerah saat ini bermunculan deklarasi dukungan terhadap Ganjar Pranowo dari kalangan Gus-gus. Saat mendengar nama itu, praktis dekat dengan kultur pesantren. Gus merupakan gelar Jawa yang populer di kalangan santri dan masyarakat tradisional khususnya di pulau Jawa.

Sah-sah saja jika relawan dari perkumpulan para Gus itu lebih awal mendukung Ganjar Pranowo sebagai penerus kepemimpinan Jokowi. Mereka ingin mengkampanyekan kepada publik atas satu paket kelebihan dan kekurangan Ganjar sehingga saat nanti keputusan tertinggi partai menunjuk sebagai Capres, publik semakin matang menentukan pilihan.

Namun perlu diingat potensi Capres dari partai koalisi lainnya yang jauh lebih dulu terbentuk. Meski tak bisa disebut bahwa koalisi itu permanen, namun sejumlah nama tandingan bermunculan. Berbekal elektabilitas tinggi, ada nama Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Anies Baswedan, Ridwan Kamil hingga putra mahkota Cikeas, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. Deretan nama itu tentu punya massa simpatisan, tak kalah dari relawan Ganjar Pranowo.

Lahirnya deklarasi dukungan dari Gus-gus terhadap Ganjar Pranowo ini, diduga kuat kembali melahirkan politik identitas. Organisasi massa di Indonesia sangat beragam dan rawan konflik kepentingan. Bagi para relawan calon Presiden lainnya, tentu tak mau ketinggalan eksistensinya. Sehingga saat relawan dari kubu lain melaksanakan deklarasi terhadap calon selain Ganjar, narasi identitas mulai bermunculan di ruang publik.

Padahal kita ketahui bersama, para elit politik dalam beberapa kesempatan menegaskan keinginannya untuk menangkal isu-isu politik identitas jelang kontestasi Pilpres 2024. Pengalaman Pilpres sebelumnya cukup menjadi sarana introspeksi diri seluruh elemen bangsa di alam demokrasi yang begitu luas ini.

Deklarasi relawan mendukung Capres, boleh-boleh saja. Gelombang relawan adalah percikan di ruang publik sampai berubah menjadi materi diskusi panjang. Kelompok kembali terpecah sementara politik identitas kembali digulirkan. Jika sudah demikian, sekuat apa tingkat elektoral membangun narasi melawan politik identitas tadi?

Ikuti tulisan menarik Ali Mufid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler