x

Menggambarkan bagaimana pengaruh sastra dalam pendidikan juga perkembangan anak-anak.

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Minggu, 10 Juli 2022 12:02 WIB

Anakmu Bukan Anakmu

Pernah dengar orang tua mengeluh anaknya tidak mau dinasehati? Itu salah satu indikasi tidak nyambungnya orang tua dengan anak. Bagaimana mengatasinya? Sila baca terus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Anakmu bukan anakmu

Bambang Udoyono, penulis buku

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Your children are not your children  (Khalil Gibran)

“Anakmu bukanlah anakmu”  Demikian kata Khalil Gibran. Seperti biasanya Kata mutiara  sastrawan  besar  itu  indah  dan  penuh  makna. Kita  masih membahas karya Khalil Gibran, seorang seniman    dan penulis  kondang asal Lebanon.  Tentu  saja  dia  sedang  memakai  gaya  bahasa kiasan yang  terbuka  terhadap tafsiran.  Mungkin anda sudah punya perkiraan.  Mari kita bahas.

Tapi sebelumnya mari kita baca kalimat di atas dalam sebuah bait puisinya.

Inilah puisinya

 

Your children are not your children

Anakmu bukanlah anakmu

They are the sons and daughters of life longing for itself

Mereka adalah anak kehidupan

They come through you but not from you,and though they are with you, yet they  belong not to you

Mereka datang melalui kamu tapi bukan berasal dari kamu, dan meskipun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu

You may give them your love, but not your thoughts

Kamu bisa memberi mereka cintamu,    tapi tidak pikiranmu

For they have their own thoughts

Karena mereka punya pikiran sendiri

You may house their bodies, but not their souls, for their souls dwell in the  house  of  tomorrow, which you cannot visit, not  even in your dreams

Kamu bisa menempatkan raga mereka di rumah, tapi tidak jiwa mereka, karena  jiwa  mereka  tinggal  di  masa  depan,  yang  tidak  bisa  kamu  kunjungi,  tidak juga dalam mimpimu

You may strive to be like them, but seek not to make them like you

Kamu bisa berupaya menjadi seperti   mereka,        tapi     jangan  membuat mereka  menjadi seperti kamu

For life goes not backward, nor tarries with yesterday

Karena kehidupan berjalan ke depan, tidak ke belakang, tidak juga terikat dengan masa lalu.

 

Anak dan ortu dipengaruhi  lingkungan sospolbud

 

Saya  menafsirkan  Gibran  memakai  kiasan  tersebut  untuk  menggambarkan  bahwa anak anak kita   sangat       dipengaruhi oleh  lingkungan sosial,  politik, dan budaya jamannya yang bisa sangat berbeda dengan  setting orang tuanya. Akibatnya pemikiran anak anak bisa   sangat       berbeda dengan orangtuanya.       Di  sinilah kehebatan sang pujangga besar.  Meskipun hidup di awal abad ke duapuluh, dia mampu      membaca        trend perubahan sosial politik budaya     yang makin cepat.

Apalagi sekarang di abad  ke duapuluh satu, perubahan sosial budaya  politik dan iptek        berjalan     semakin     cepat.        Terjadi akselerasi perubahan yang membawa akibat besar berupa terasingnya orang tua dengan anak anaknya.

Saat  ini  generasi  baby  boomers  mempunyai  anak  anak  generasi  milenial.  Di antara        keduanya   ada   tembok      yang  memisahkan. Tembok sosial,  budaya dan iptek.  Ambil contoh soal pakaian. Buat anak milenial gaya busana anak muda dasawarsa 1980’an nampak aneh dan lucu.        Gaya rambut gondrong bapak mereka ketika  SMA  nampak  aneh  dan  menggelikan.  Apalagi  celana  panjang  cut  bray yang  bisa  menyapu  lantai.  Belum  lagi  pemikiran  mereka  yang  sudah  menjadi

warga          dunia,    meskipun  secara formal  mereka warga Indonesia.Pemikiran mereka  sudah  tidak  lagi  dibatasi  oleh  batas  negara.  Tepat sekali  kata Kenichi Ohmae tentang  “borderless world‛ (dunia tanpa batas)

Anak warga dunia ortu warga kota

 

Di  sinilah  potensi  masalahnya. Mereka  adalah  warga  dunia,  warga  abad  ke duapuluh satu, sedangkan banyak anggota generasi baby boomers masih menjadi terbelenggu                                             dengan  setting       sosial budaya  abad keduapuluh.  Banyak yang masih                    menjadi       warga sebuah kota  saja,   bahkan warga sebuah                                   RT        atau RW.  Wawasannya tidak lebih jauh dari batas kotanya.                        Pikiran kedua generasi ini bisa tidak nyambung.  Tidak sedikit orang tua yang mengeluh anaknya susah dinasehati.   Anaknya mau menuruti saran temannya tapi tidak mau mendengar saran orang tuanya,        dsb.  Itulah cerminan misunderstanding  tadi.

Saling belajar

 

Pertanyaan besarnya, bagaimana cara mengatasinya?

Secara  singkatnya  ya  kedua  pihak  perlu  saling  belajar  dan  berkomunikasi. Tidak mudah memang ‘membangun jembatan di atas jurang yang sudah menganga lebar’.  Bacaan  sangat  penting  buat  semuanya.      You  are  what  you  read, kata orang Barat.  Anda dibentuk oleh bacaan anda.  Maka bacalah banyak buku soal parenting dll.

Traveling  

 

Dalam bahasa sehari hari ada frasa ‘kurang piknik’ untuk menggambarkan  orang yang sempit wawasannya. Ada benarnya memang. Makanya sediakan waktu dan dana untuk meluaskan wawasan. Secara berkala rencanakan untuk  bepergian  ke  kawasan  lain,  bukan  sekedar  untuk  melihat  alam  yang  cantik,  tapi  melihat  budaya  lain. Gunanya  untuk  meluaskan  wawasan  tadi.

 

Dengan kegiatan wisata rutin dengan dipandu oleh seorang professional tour leader maka  anda  akan  mendapatkan  perspektif  baru, anda  akan  diperkaya  dengan  insight baru.  Jadi anda tidak akan seperti katak dalam tempurung.

Tunjuannya mendapat cara pandang baru

 

Henry Miller yang mengatakan bahwa “One’s  destination  is  never  a  place,  but  a  new  way  of  seeing  things”  (Tujuan seseorang itu bukan tempat, tapi cara pandang baru). Tidak salah ketika St Augustine mengatakan  “The world is a book.  Those who do not travel read only one page”.   Artinya dunia ini adalah sebuah buku.     Mereka yang tidak bepergian hanya membaca satu halaman saja.  Maka marilah  kita  ‘membaca’  dunia  ini.

Mari  kita  perluas  wawasan  kita  agar bisa  memahami  lebih  baik  generasi  milenial.  Demikian juga generasi milenial sama sama belajar.

Ringkasan

 

Orang tua sekarang kebanyakan termasuk generasi baby boomers. Mereka adalah produk lingkungan sospolbud masa lalu. Meskipun sebagian sudah berpendidikan tinggi, mereka tidak bebas dari bentukan lingkungan tersebut.  Sedangkan anak anak mereka adalah produk lingkungan sospolbud yang berbeda.  Terciptalah tembok penghalang. Maka harus ada upaya dari kedua pihak. Keduanya harus belajar komunikasi agar nyambung. Banyak membaca dan traveling agar wawasan makin luas. Tujuan traveling bukan hanya tempat tapi mendapatkan cara pandang baru kepada dunia dan segala permasalahannya.   

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler