x

cover Ciputra The Entrepreneurship

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 11 Juli 2022 11:43 WIB

Ciputra - The Entrepreneur

Tiga hal yang menggerakkan Ciputra menjadi entrepreneur yang berhasil dibahas tuntas dalam buku ini. Ketiga hal tersebut adalah: 1. Mengubah kepahitan masa kecil menjadi semangat untuk berhasil, 2. Mengalahkan diri sendiri untuk bisa berhasil, dan 3. Percaya penuh kepada Tuhan yang penolong. Dalam buku ini juga dilengkapi dengan kisah hidup dan keluarga Ciputra.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Ciputra The Entrepreneur

Penulis: Albertine Endah

Tahun Terbit: 2018

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tebal: 639

ISBN: 978-602-03-7703-2

 

Ketika kita mendengar Taman Impian Jaya Ancol, maka otomatis kita langsung teringat sosok Ciputra. Ciputralah memang yang menginisiasi dan membangun taman hiburan yang luar biasa di utara Jakarta tersebut. Namun karya Ciputra di dunia pembangunan, bukan hanya terbatas pada tempat rekreasi di tepi pantai utara Jakarta ini. Ada banyak karya Ciputra yang lain. Buku ini membahas karya-karya Ciputra di berbagai sudut Jakarta dan sekitarnya. Buku ini juga memberi informasi kepada kita tentang karya-karya Ciputra di luar dunia bangunan; termasuk kisah masa kecil dan remaja dan kehidupan rohani orang dari Parigi, Gorontalo ini.

Kesuksesan Ciputra adalah karena keberhasilannya mengubah penderitaan menjadi semangat, kerja keras untuk selalu berprestasi dan karena cinta Tuhan. Tiga faktor pendorong keberhasilan Ciputra tersebut dijabarkan dalam buku ini dengan contoh-contoh yang apik. Contoh-contoh tersebut disusun secara kronologis.

Albertine Endah membuka buku ini dengan membeberkan masa kecil Ciputra. Ciputra dibesarkan dalam cinta dan penderitaan. Terlahir sebagai Tjie Tjin Hoan pada tanggal 24 Agustus 1931, Ciputra dibesarkan dalam keluarga pedagang di sebuah kota kecil bernama Parigi. Ketenteraman keluarganya terkoyak oleh sebuah peristiwa dramatis penangkapan ayahnya. Sang ayah ditangkap dengan brutal oleh tentara Jepang di depan mamanya dan di depannya. Saat itu Ciputra baru berumur 13 tahun. Peristiwa tak terlupakan itu membuat keluarganya yang bahagia berubah total. Tetapi Ciputra tidak mendendam terhadap Jepang yang telah menghancurkan keluarganya tersebut. Kesakitan jiwanya atas penderitaan akibat penangkapan ayahnya, diubah menjadi pelecut untuk berhasil. Ia bahkan tak segan bekerjasama dengan pengusaha Jepang saat ia mencapai sukses.

Penderitaan masa kecil lainnya yang dihadapi oleh Ciputra adalah saat ia dititipkan kepada Tante Sioe yang tinggal di rumah kakeknya. Tante Sioe dan Cik Tiem – sepupunya, memperlakukannya dengan sangat keras. Meski mengalami luka dan trauma karena perlakuan yang sangat keras ini, Ciputra tidak mendendam tante dan kakak sepupunya. Ia justru menganggap perlakuan keras tersebut sebagai masa yang menempanya untuk menjadi kuat.

Dua peristiwa yang membuatnya trauma tersebut menjadikan Ciputra selalu ingin berprestasi. Dalam buku ini Albertine Endah mengisahkan bagaimana Ciputra berupaya untuk menjadi juara lari. Ia berlatih keras supaya bisa menang. Tantangan utama untuk menjadi nomor satu bukanlah mengalahkan orang lain, tetapi mengalahkan diri sendiri. Dalam hal lari, Ciputra adalah wakil Sulawesi Utara dalam PON yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1951. Semangat tanpa kenal menyerah saat berjuang menjadi juara lari ini diterapkan saat ia menghadapi tantangan-tantangan kala merintis menjadi seorang developer.

Ciputra mengenal kekristenan dari teman berburunya, seorang suku Manado. Saat ia sekolah SMA di Manado, ia masuk ke Jemaat Gereja Masehi Injil Manado (GMIM). Dalam menekuni imannya, Ciputra tidaklah setengah-setengah. Ia berungguh-sungguh menjalani hidup spiritualnya. Ia percaya bahwa Allah adalah penolongnya. Spiritual yang kuat ini sangat berperan dalam mendukungnya mengubah trauma menjadi cinta dan mendukungnya supaya terus semangat bekerja keras untuk berprestasi.

Setamat dari SMA, Ciputra melanjutkan studi ke ITB di Bandung. Saat kuliah inilah ia bersama dua temannya (Brasali dan Sofyan) merintis usaha renovasi rumah. Mereka mendirikan CV Daya Tjipta. Dalam mengembangkan property, Ciputra punya prinsip bahwa bangunan harus kokoh, berkualitas, simple, elegan serta memiliki daya fungsi yang tinggi. Setelah cukup berhasil dalam usaha merenovasi dan membangun rumah di Bandung, ia melebarkan sayap ke Jakarta, setelah disainnya dipakai dalam sebuah pembangunan gedung di Kuta Raja Aceh. Bersama dua temannya inilah Ciputra setia berkongsi dalam mengembangkan perusahaan delevoper.

Ciputra bertemu dengan Dian Sumeler, gadis Manado idamannya saat masih SMA di Manado. Ciputra dan Dian menikah dan kemudian menetap di Bandung. Dian adalah istri yang selalu mendukung Ciputra dalam segala perjuangannya. Dari Dianlah anak-anak Ciputra lahir.

Ciputra menjadi gelisah saat membaca sebuah artikel di Star Weekly. Artikel tersebut memberitakan bahwa Gubernur DKI, Soemarno Sosroatmodjo sangat ingin membenahi Jakarta. Ia ingin membangun Jakarta sebagai Ibukota Negara. Melalui usaha yang sangat keras, akhirnya Ciputra bisa bertemu dengan Gubernur Soemarno. Dari pertemuan inilah Ciputra dipercaya untuk mengubah wajah Pasar Senen. Untuk membangun Pasar Senen, para pihak mendirikan PT Pembangunan Jaya. Hasjim Ning ditunjuk sebagai Presiden Direktur, Runtun Albert Benjamin Massie sebagai Direktur Umum dan Ciputra sebagai Direktur Teknis. Dalam mengerjakan Pasar Senen, Ciputra tetap mengajak dua sahabatnya, yaitu Brasali dan Sofyan ikut serta melalui PT Perencanaan Jaya.

Setelah berhasil mengubah wajah Pasar Senen, selanjutnya Ciputra melalui PT Pembangunan Jaya mengerjakan Ancol. Di wilayah utara Jakarta ini dibangunlah Taman Impian Jaya Ancol. Proyek yang dipandang sebelah mata oleh Disney ini – Ciputra awalnya mengajak Disney untuk bekerjasama, tetapi Disney tidak mau, akhirnya diselesaikan dengan spektakuler.

Setelah berhasil membangun dua mega proyek bersama Pemda DKI, Ciputra mulai merintis pembangunan kawasan perumahan. Bekerja sama dengan dua sahabatnya, ia mendirikan PT Metropolitan Development. Perusahaan baru ini fokus kepada pengembangan kawasan perumahan baru dengan konsep kota satelit. Kawasan pemukiman baru yang berhasil dibangun diantaranya adalah Bintaro, Pndok Pinang yang kemudian menjadi Kawasan Pondok Indah yang dilengkapi dengan lapangan golf tingkat dunia.

Setelah berhasil membangun raksasa bisnis property, Ciputra mulai mendorong keluarganya untuk ikut berkarya. Ia mendirikan  PT Citra Habitat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Ciputra Group bersama anak dan menantunya. Ciputra tidak ingin PT milik keluarganya ini langsung menggarap proyek besar. Ia memberi kesempatan kepada keluarganya untuk mulai dengan yang kecil. Ciputra Group memulai dengan membangun kawasan Citra Garden di Cengkareng yang saat itu masih sepi. Ciputra Group berhasil membangun BSD.

Sebagai seorang yang sibuk dan keras, kadang hubungan antara Ciputra dengan anak-anaknya tidak berjalan mulus. Menyadari bahwa anak-anaknya mengalami ketakutan terhadap dirinya, Ciputra tak segan-segan menggunakan jasa psikolog untuk membantunya dan anak-anaknya memperbaiki cara berkomunikasi.

Bisnis Ciputra selalu dibungkus dengan visi entrepreneurship. Ia menggunakan visi yang kuat sebelum memulai. Prinsipnya bahwa bangunan harus kokoh, elegan dan fungsional membuat karya-karyanya laris manis. Pengalamannya mengubah trauma menjadi sebuah faktor pelecut untuk berhasil sangat penting untuk dipelajari oleh anak-anak bangsa ini. 688

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB