Pelaksanaan APBD 2021 Kota Cilegon Banten, banyak menuai kritik baik dari kalangan DPRD maupun masyarakat terkait rendahnya penyerapan anggaran dan membengkaknya SILPA.
Diketahui, Penyerapan Anggaran APBD 2021 Kota Cilegon hanya mencapai 75,13 % dari target sebesar Rp. 2.201.070.407.729.,-. atau hanya terealisasi Rp.1.653.638.211.789,-, sementara SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) mencapai RP.479.497.759.456,-.
Terkait dengan rendahnya penyerapan anggaran, pihak eksekutif beralasan tidak terealiasasinya penyerapan belanja daerah adalah adanya effesiensi anggaran.
Namun Fraksi Golkar DPRD Cilegon, dalam Pemandangan Umum Fraksi terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2021 kurang sependapat dengan alasan eksekutif . Menurut Fraksi Golkar alasan eksekutif tidak tepat, bukan effesiensi anggaran, tapi banyak program dan kegiatan yang tidak dilaksanakan, gagal lelang, atau bahkan mungkin sengaja tidak dilaksanakan.
Diantara OPD yang serapan anggarannya rendah yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPU-TR). Tercatat DPU-TR hanya menyerap anggaran RP.93.592.883.392,-.dari yang dianggarkan sebesar RP.180.351.055.636,-, atau hanya terealisasi sekitar 51.89 %. Di OPD ini pula nampaknya yang terbanyak adanya projek yang gagal bayar.
Rendahnya serapan anggaran di DPU-TR ini patut di sesalkan mengingat OPD ini adalah tulang punggung pembangunan bidang infrastrukur. Dengan tidak terserapnya anggaran secara maksimal, dampaknya adalah banyak kegiatan pelayanan dasar bidang infrastruktur yang tidak dilaksanakan, dan ini jelas merugikan kepentingan rakyat.
Menurut pantauan Fraksi Golkar, dalam prakteknya, banyak kegiatan yang dilaksanakan tahun 2021 (hususnya yang berkaitan dengan infrastruktur), tidak bisa diselesaikan 100% pada tahun Anggaran 2021. Tentu saja kegiatan ini berakibat pada pembayaran atau tagihan pihak pelaksana, implikasinya terdapat kegiatan/projek infrastruktur yang gagal bayar sehingga harus dibayar pada tahun berikutnya. Bahkan ada kegiatan yang sudah dilaksanakan dan diselesaikan, tetapi kemudian oleh pelaksana, pekerjaan yang sudah selesai itu beberapa matrialnya di copot kembali.
Tentang hal ini, sudah menjadi konsumsi pers, Proyek Gagal Bayar di DPUPR Menumpuk, DPRD Bakal Undang Penyedia, demikian judul berita BantenNews.co.id Selasa 12 Juli 2022.
Numpuknya projek gagal bayar di DPUTR, hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari instansi terkait. Namun bisa di perkirakan, gagalnya pembayaran kepada pelaksana, akibat dari tidak terselesaikannya kegiatan sesuai waktu yang ditentukan pada tahun anggaran (APBD) 2021 sehingga DPUTR tidak mau ambil resiko.
Menjadi pertanyaan ketika ada sas-sus bahwa projek gagal bayar diatas, akan dibayarkan melalui anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) APBD 2022. Jika ini benar, pertanyaannya adalah,“Apakah hal ini sesuai dengan regulasi penggunaan belanja tak terduga?”
Terkait dengan masalah sas-sus pembayaran melalui belanja tak terduga ini, Kepala Dinas DPUTR Heri Mardiana bilang, “Sebenarnya ranah menjawabnya di BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah-pen.). Kalau proses di kita, sudah kita sampaikan, sesuai uraian tugas saja.” (BantenNews.co.id Selasa 12 Juli 2022).
Jawaban Kepala Dinas DPUTR yang berlatar belakang Sarjana Hukum ini, menambah tanda tanya, sebetulnya mau menggunakan pembayaran kepada pelaksana dari pos anggaran apa?.
Secara husus, memang tidak ada pos anggaran APBD 2022 untuk membayar projek gagal bayar, namun bisa saja dibayar melalui APBD-Perubahan (APBD-P) Tahun 2022 dengan terlebih dahulu melalui perencanaan RAK, KUA-PPAS untuk kemudian disahkan melalui Perda APBD-P 2022.
Dengan posisi seperti itu, kasihan para pelaksana projek sebab paling cepat bisa menerima pembayaran sekitar bulan September atau oktober menunggu proses pengesahan APBD-P 2022 yang hingga saat ini proses perencanaannya seperti RKA, KUA-PPAS belum ada pembahasan, sementara bagi pelaksana projek yang di danai perbankan, harus tetap membayar bunga bank yang terus bergulir.
(Bersambaung).
Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.