Bahasa Politik: Eksistensi Wacana Satire dan Plesetan di Sosial Media
Rabu, 13 Juli 2022 20:47 WIBBahasa dijadikan sebagai alat komunikasi di dunia politik. Dalam konteks ini fungsi bahasa dijadikan sebagai alat untuk menarik simpati, pencitraan terhadap figur atau kandidat dan melakukan propaganda politik. Dalam bahasa politik, keberfungsian dan kebermaknaan itu tampak secara terang. Bahasa menyimpan kepentingan-kepentingan di luar sebagai simbol komunikasi manusia.
Bahasa dan politik merupakan dua entitas yang berbeda. Namun, selalu beriringan. Bahasa digunakan oleh seluruh manusia di muka bumi untuk berkomunikasi baik itu komunikasi secara lisan atau tulis. Sedangkan politik berdasarkan bahasa istilah berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya negara kota.
Di era saat ini, komunikasi dapat dilakukan di mana saja salah satunya di sosial media. Bahkan, komunikasi antar masyarakat dari negara yang berbeda dapat dilakukan di sosial media. Selain digunakan sebagai tempat untuk komunikasi antar masyarakat negara, sosial media juga digunakan sebagai wadah bagi masyarakat untuk mengomentari segala hal.
Pernahkah kalian mendengar bahwa "politik itu kotor" ? Kita sebagai warga masyarakat pastinya tidak asing dengan sebutan tersebut.
Bahasa dijadikan sebagai alat komunikasi di dunia politik. Dalam konteks ini fungsi bahasa dijadikan sebagai alat untuk menarik simpati, pencitraan terhadap figur atau kandidat dan melakukan propaganda politik. Dalam bahasa politik, keberfungsian dan kebermaknaan itu tampak secara terang. Bahasa menyimpan kepentingan-kepentingan di luar sebagai simbol komunikasi manusia.
Pada dunia politik hal-hal mengenai kecurangan dalam menduduki kekuasaan terlihat sangat jelas. Wacana atau kalimat-kalimat politik dengan maksud terselubung atau hanya sebuah narasi belaka tersebar di mana-mana tanpa adanya aksi nyata. Hal tersebut secara tidak sadar menjadi normalisasi sebagai bentuk dari aksi kampanye.
Kampanye dalam KBBI memiliki arti kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara (Sumber: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Kampanye). Jadi, pada dasarnya bukan politik itu sendiri yang kotor. Namun, caranya yang kotor dan tidak semua yang ada di dunia politik itu kotor.
Masyarakat yang sudah berujung merasa jengah akan janji-janji atau kebijakan-kebijakan politik yang dianggap merugikan merasa puas apabila dapat melakukan perlawanan. Perlawanan tersebut mereka lakukan dengan memberi komentar-komentar sarkasme, satire atau plesetan-plesetan di sosial media terkait berita politik tertentu yang dimuat di sosial media. Untuk itu, cobalah sekarang kalian pergi ke sosial media dan simak beberapa wacana satire dan plesetan tersebut di sosial media.
Apakah sudah kalian perhatikan?
Setelah memerhatikan berbagai komentar masyarakat tersebut, pastinya kita dapat menyimpulkan bahwa wacana satire dan plesetan ternyata sangatlah eksis di sosial media. Banyak sekali pengguna instagram khususnya pemberi komentar di sebuah postingan yang memberikan komentar berisi satire dan plesetan-plesetan terutama untuk mengomentari berita politik. Di sini juga dapat dilihat bahwa masyarakat sangatlah kreatif dalam menggunakan plesetan pada sebuah kata.
Sebagai pengguna instagram dan sosial media penting sekali bagi kita semua untuk dapat bijaksana dalam memilih dan menggunakan kalimat di sosial media. Penggunaan wacana kritik yang berisi sarkasme, satire dan plesetan-plesetan ini diharapkan tidak terus berkembang karena hal ini dapat membentuk budaya komunikasi yang tidak sehat dan dapat merusak kesatuan bangsa.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Bahasa Politik: Eksistensi Wacana Satire dan Plesetan di Sosial Media
Rabu, 13 Juli 2022 20:47 WIBMengintip Citra Perempuan pada Film Teman Tapi Menikah 2
Kamis, 7 Juli 2022 19:25 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler