betapak tidak!
jagad rasa terasa mulai meronta
gejala degradasi menerpa di setiap kisi-kisi kehidupan
kian memprihatinkan beralamatkan menggenaskan
pertikaian antar pribadi, keluarga, kelompok, bahkan antar bangsa
teramat sulit dielakkan, adalah fakta realita
kosa kata krisis moral, krisis ekonomi
menggema, tak lagi sebagai rahasia massal manusia
menjadi hal biasa, telanjang tak berbusana
vulgar!
hendak kemankah kita akan menghindar, lalu menepi?
mencari labuhan tentram dan nyaman?
kemana lagikah?,
adakah yang bisa memberi jawabnya?
mungkinkah rasa aman dan nyaman menyelimuti diri
di kala soal devisit belum terhapus ke titik nol, menuju seimbang?
salahkah bila defisit adalah sebutan karena ketimpangan?
salahkah?
harmonisasi nan seimbang masih menjadi langka diharap ...
tengoklah di seberang sana
kebangkutan negeri telah menjadi
gagal di atas segala, merajalela
beringas meluap tak terbendung lantaran nista tersiksa
sementara, penggenggam tongkat kekuasaan lari tunggang langgang
bersembunyi di negeri orang untuk menghindar
lantas, negeri ini?
membuncah dalam harap cemas
nyanyian pelipur lara pun digaunggemakan
agar kebringasan tak meluap dari para kebanyakan
bila saatnya tiba, siapapun takkan kuasa menghalanginya
luapan memuncak karena tergilas tertindas
adalah niscaya ...
Kota Malang, Juli hari kedelapan belas, Dua Ribu Dua Puluh Dua.
Ikuti tulisan menarik sucahyo adi swasono lainnya di sini.