x

Ilustrasi Semua Orang Sama di Mata Hukum. Sumber: hariansib.com

Iklan

Fajrianto Rahardjo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Januari 2022

Minggu, 24 Juli 2022 06:43 WIB

Fiksi Ala Hukum; Emang Ada?

"Tadinya kirain fiksi hanya ada di film-film dan di cerita dongeng, eh ternyata di hukum ada juga".

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada anggapan yang bilang kalau mahasiswa Fakultas Hukum pasti hafal undang-undang. Aku sebagai mahasiswa yang kuliah di program studi ilmu hukum, menjamin hal itu ngga bener. Emang sih, mahasiswa fakultas hukum itu banyak diajarin mata kuliah yang berkaitan dengan undang-undang, tapi kita ngga di wajibkan untuk menghafal, cukup tahu dan ngerti aja udah cukup kok!

Lagi pula, aku juga yakin kalo ahli hukum sekalipun belum tentu bisa ngafalin semua undang-undang yang ada. Terlebih lagi jumlah undang-undang kita tergolong banyak. Ya, bahkan sangat banyaaak!!. Menurut website peraturan.go.id, jumlah peraturan perundang-undangan kita saat ini mencapai 42.016. kebayang ngga, bisa menghafalkan undang-undang sebanyak itu.

Oh iya, berbicara mengenai hukum, ada teori hukum klasik yang bilang bahwa “ubi societas ibi ius” atau dapat diartikan dimana ada masyarakat pasti disitu ada hukum.  Teori ini diperkenalkan oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), seorang ahli hukum yang dilahirkan di Roma, Italia. Saat pertama kali dengerin teori ini, aku sontak bertanya-tanya, benarkah hal demikian?, terus gimana halnya dengan mereka yang tinggal jauh di pedalaman dan ngga pernah tersentuh, emang disana ada hukum juga?.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun setelah mempelajarinya, akhirnya aku bertemu pada kesimpulan bahwa makna hukum ngga sesempit seperti peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah aja. Melainkan meliputi seluruh norma yang hidup di masyarakat, dibuat oleh masyarakat, dan dijadikan pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Termasuk norma yang eksis di daerah pedalaman yang umumnya ngga tertulis. Sederhananya, teori tersebut ngajarin kita tentang pentingnya kehadiran hukum untuk ngatur dan ngebatasi tingkah laku masyarakat dalam mencapai cita-cita bersama.

Coba bayangin deh misalnya kalo di Indonesia ngga ada hukum, di tengah banyaknya keinginan kita, maka pastinya kita akan ngelakuin apapun untuk menggapainya, meskipun hal itu berdampak buruk terhadap orang lain. Tanpa hukum, kehidupan kita akan jadi liar, “siapa yang kuat dialah yang menang”. Bahkan, Plautus dalam karyanya yang berjudul Asinaria bilang kalo manusia tanpa hukum itu ngga jauh beda dengan “homo homini lupus”, yang kalo diartikan manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Oleh karena itu, keberadaan hukum sangat penting untuk ngatur apa yang bisa dan ngga bisa kita lakuin, agar dunia ini jadi tentram dan ngga berantakan. Dari sini, kita juga bisa belajar kalo hukum itu penting untuk kita ketahui, supaya kita ngga awut-awutan kalo ngelakuin sesuatu.

Selain teori yang udah aku jelasin diatas, ada juga teori hukum yang emang ngewajibkan kita untuk ngerti dengan hukum. Nama teorinya adalah “fiksi hukum” (rechtfictie). Bukan teori hukum yang ada di film-film fiksi looh yaa, tapi teori nyata dipake di berbagai negara. Menurut teori fiksi hukum,  “setiap orang tanpa terkecuali dianggap tahu dan ngerti dengan hukum”. Baik itu petani yang setiap harinya tinggal di sawah, nelayan yang kerja di laut, maupun warga yang tinggal di pedalaman, semuanya dianggap ngerti dengan semua peraturan yang berlaku di negara kita. Simplenya orang ngga bisa ngeles dan bilang, “Oohh, maaf aku ngga tahu kalo itu ada hukumnya”.

Untuk lebih mudah ngerti fiksi hukum, aku jelasin lewat contoh kasus deh. Contoh kasusnya yang umum-umum aja, seperti kasus korupsi yang ngga jarang dilakuin oleh pejabat negara kita. Misalnya nih, kamu adalah seorang pengusaha diminta temen yang ingin maju jadi calon bupati buat bantu dia beli suara masyarakat supaya bisa menang di pemilihan. Sebagai gantinya, ketika temen kamu menang, usaha/bisnis kamu akan dibuat mudah lewat kebijakan yang dia dibuat. di posisi ini, kamu ngga tahu kalo itu salah dan ngelanggar hukum, dan akhirnya kamu pun ngebantu dia dengan ngasih uang. Nah, pada saat temenmu udah jadi bupati dan ngeluarin kebijakan pemerintah yang nguntungin kamu, apesnya setelah beberapa lama temenmu keciduk, lalu kamu pun ikut diperiksa dan jadi tersangka. Nah, disaat seperti ini, kamu ngga bisa ngeles dan bilang kalo kamu gak tahu bahwa perbuatan kamu ngasih uang ke temenmu untuk mendapatkan imbalan tersebut merupakan perbuatan yang melanggar hukum.

Btw sekedar informasi, kalo kasus korupsi yang melibatkan kerjasama oknum pemerintah dan pengusaha saat ini lagi marak-maraknya nih, terlebih lagi ditengah mudahnya proses investasi di Indonesia saat ini. Bahkan sekelas menteri presiden pun baru-baru ini ada yang keciduk looh.

Lanjut ke bahasan utama. Di Indonesia, teori fiksi hukum seperti yang telah aku jelasin dianut loh dalam peraturan perundang-undangan kita. Teori ini ada dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang bilang "dengan diundangkannya peraturan perundang-undangan dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, setiap orang dianggap telah mengetahuinya". Tapi sekali lagi aku bilang ya, kalo kita ngga diwajibkan untuk menghafalkan undang-undang kita, cukup diketahui dan dimengerti aja guna mencegah terjadinya suatu pelanggaran terhadap peraturan karena ketidaktahuan kita. 

Selain itu, teori fiksi hukum secara ngga langsung juga memberikan arahan kepada pemerintah untuk aktif dalam memberikan dan menyediakan informasi ter-update seputar paraturan perundang-undangan kepada kita. Ketentuan itu bisa dilihat pada Pasal 5 huruf g UU No. 13 Tahun 2022 , yang bilang kalo pemerintah punya rencana untuk buat, nyusun, ataupun ngesahin undang-undang, wajib hukumnya mereka ngasih tahu  kita. Hal ini penting supaya kita ngga ketinggalan berita dan bisa tahu apa aja kekurangan undang-undang yang akan atau sedang dibuat oleh pemerintah.

Terus gimana kalo kewajiban itu ngga dilakuin oleh pemerintah? Jika hal itu ngga dilakuin oleh pemerintah kita, maka teori fiksi hukum yang bilang "setiap orang dianggap tahu dengan hukum" ngga berlaku. Karena undang-undang yang dibuat ngga sesuai dengan cara buat undang-undang yang udah diatur. Dan kondisi ini juga yang akhirnya buat kita ngga tahu dengan undang-undang yang dibentuk akibat tidak tersedianya informasi seputar undang-undang yang telah ada maupun yang akan datang.

 

 

Ikuti tulisan menarik Fajrianto Rahardjo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler