x

Masa depan bahasa Indonesia di era globalisasi

Iklan

Slamet Samsoerizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2022

Rabu, 27 Juli 2022 22:00 WIB

Mohammad Tabrani Soerjowitjitro: Sang Penggagas Nama Bahasa Indonesia

Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, pada 2019 pernah diusulkan sebagai Pahlawan Nasional atas jasanya terhadap eksistensi Bahasa Indonesia. Apa saja kiprahnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

(Bagian 1)

Mohammad Tabrani

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Prof. Dadang Sunendar, Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan pihaknya sedang menyiapkan pengusulan Mohamad Tabrani sebagai Pahlawan Nasional (Harian Kompas, 19 Juli 2019). Sebagai langkah awal, pada April 2019 Badan Bahasa mengubah nama Gedung Samudera di Kantor Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan menjadi Gedung Mohamad Tabrani.

Badan Bahasa pun mengusulkan nama jalan dekat Jalan Sumpah Pemuda Jakarta, dengan nama Jalan M Tabrani. Selain itu, melalui edaran laman  http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/berita/2785/penjaringan-tokoh-penggagas-bahasa-persatuan-indonesia mengundang khalayak untuk berpartisipasi dalam kegiatan Penjaringan Tokoh Penggagas “Bahasa Persatuan Indonesia” menuju penganugerahan kebahasaan Tokoh Pahlawan Nasional pada tahun 2019. Tiga nomine diaukan. Mereka adalah Muhammad Yamin, Mohamad Tabrani, dan Sanusi Pane.

Sosok Mohamad Tabrani sebagai Ketua Kongres Pemuda I, memang kurang banyak dikenal. Apalagi perannya sebagai penyebut atau lebih tepat sebagai penggagas nama bahasa Indonesia. Sejarah lebih mencatat peran Muhamad Yamin atau Sanusi Pane, bila menautkannya dengan bahasa Indonesia.  

 

Sang Penggagas Bahasa Indonesia

Alasan pengusulan Mohamad Tabrani sebagai Pahlawan Nasional sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Dadang Sunendar, berdasarkan atas jasanya sebagai Ketua  Kongres Pemuda I yang menggagas dan mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dalam Kongres yang dipimpinnya tersebut.

Selama ini apabila kita membahas bahasa Indonesia, terlebih dari perspektif sejarahnya, maka yang kita temukan adalah wacana tentang Sumpah Pemuda dan Kongres bahasa Indonesia. Berkaitan dengan Sumpah Pemuda, kita biasanya disuguhkan oleh butir ketiga: “... menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia.”

Tidak keliru memang, namun hanya memfokuskan hanya pada butir tersebut tanpa memandang di balik makna Kongres Pemuda II dan terlebih pelaksanaan Kongres Pemuda I adalah hal yang kurang utuh dalam menyikapi substansi keberadaan bahasa Indonesia. Seolah, bahasa Indonesia baru dimunculkan hanya pada Kongres Pemuda II yang melahirkan Ikrar atau Sumpah Pemuda.

Padahal, pelontaran tentang perlunya bahasa persatuan merupakan butir penting para peserta kongres,  yang kala itu masih terkotak dalam bingkai kedaerahan dan mulai menyadari pentingnya bersatu dalam format bangsa. Itu digagas dalam Kongres Pemuda I. Secara memadai, Mohamad Tabrani dalam buku 45 Tahun Sumpah Pemuda (1974: 312-313),  sebagai Ketua Kongres Pemuda I memaparkan tentang bahasa persatuan sebagai berikut.

“Secara teliti, teratur, dan teliti Saudara M. Yamin memberikan gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan hari depan bahasa-bahasa Indonesia dan kesusasteraannya. Dengan tidak bermaksud mengurangi penghargaan terhadap bahasa daerah seperti bahasa Sunda,  Aceh, Bugis, Madura, Minangkabau, Rotti, Batak, dan lain-lainnya, maka menurut pendapatnya (Muhammad Yamin, SS) hanya dua bahasa (bahasa Jawa dan bahasa Melayu), yang mengandung harapan menjadi bahasa persatuan. Namun, menurut keyakinannya bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan bagi rakyat Indonesia. Kebudayaan Indonesia di masa depan akan diutarakan dalam bahasa tersebut.”

 Kutipan tersebut memberikan gambaran, bahwa pemikiran Yamin sebagai cendekiawan tampak piawai. Sebagaimana kita alami dan buktikan, bahasa Melayulah yang kelak dipilih, ditentukan, dan dijadikan sebagai dasar bahasa Indonesia.  Tabrani - walau menyetujui seluruh pidato Yamin- namun Tabrani tidak sepakat dengan penyebutan bahasa Melayu. Mengapa?

Menurut jalan pikiran Tabrani (1974: 313), tujuan bersama berkongres yaitu Satu-Nusa, Satu-Bangsa, Satu-Bahasa. Kalau Nusa itu bernama Indonesia, bangsa tersebut bernama Indonesia, maka bahasanya harus disebut Bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu, walaupun unsur-unsur bahasa Melayu mendasari bahasa Indonesia itu.

Atas ketidaksepakatan tersebut akhirnya Yamin dan Djamaloedin sebagai Sekretaris Kongres Pemuda I bisa memahami, menyetujui, dan menghargai gagasan Tabrani.  Pengambilan putusan tentang nama bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia ditunda dan hendak dikemukakan dalam Kongres Pemuda II.

Maka, tidak mengherankan bahwa Sumpah Pemuda akhirnya dihasilkan Kongres Pemuda II. Arsitek penyusunnya adalah Muhammad Yamin. Yamin masih mengingat dan mewujudkan janjinya tentang gagasan nama bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia yang belum terselesaikan dalam Kongres Pemuda I  yang berlangsung dari 30 April sampai dengan 2 Mei 1926.

Mengutip kisah lain berkaitan dengan uraian tersebut, Yamin pun menuding Tabrani sebagai tukang melamun, karena tak ada bahasa Indonesia. Tabrani tak mau kalah. Jika bahasa Indonesia belum ada, menurut Tabrani, perlu dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini.

Saat debat ini, Sanusi belum datang. Djamaloedin yang sudah hadir bersetuju dengan Yamin. Tabrani kalah suara, namun ketika Sanusi datang, Tabrani mendapat dukungan.

Tiada putusan pada kongres pertama ini, selain bersepakat putusannya dilakukan pada Kongres Pemuda II. Malam harinya, para peserta Kongres makan bersama di Restoran Insulinde, Pecenongan, setelah Tabrani menyampaikan pidato penutupan kongres.

Di kemudian hari, Tabrani tak mengklaim dialah arsitek penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Ia menunjuk Yamin. "Arsiteknya Yamin dengan catatan, bahwa nama bahasa Melayu diganti menjadi bahasa Indonesia selaras dengan pesan yang dititipkan kepadanya oleh Kongres Pemuda Indonesia Pertama," tulis Tabrani di buku biografinya, Anak Nakal Banyak Akal, seperti dikutip Kridalaksana.

Tabrani telah  berkarya besar, berharkat, dan berjiwa konsisten melalui penuturannya tersebut. Ia tidak mengultuskan diri, namun selalu menyebut Yamin sebagai tokoh yang turut pula menyumbang andil dalam meletakkan dasar bahasa Indonesia. Satu hal yang dapat disimpulkan berdasarkan uraian singkat tentang tahapan Kongres Pemuda I dan II, bahwa Tabrani adalah penggagas nama bahasa Indonesia.  

(Bersambung)

 

Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler