x

Menggambarkan tentang pendidikan anti korupsi dilingkungan keluarga

Iklan

Fajrianto Rahardjo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Januari 2022

Kamis, 28 Juli 2022 10:51 WIB

Pengelolaan Anggaran Daerah Tertutup, Ladang Basah Praktik Korup

Sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah dalam menyediakan akses yang mudah kepada masyarakat untuk mengetahui pengelolaan anggaran daerahnya, agar masyarakat bisa ikut andil dalam mencegah praktek korupsi dikalangan pemerintah daerah yang semakin hari semakin mengakar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) telah mengamanatkan bahwa setiap badan publik termasuk pemerintah wajib mengumumkan dan menyampaikan “informasi laporan keuangan” secara berskala kepada masyarakat. Pasal ini juga mewajibkan pemerintah untuk menyebarluaskan informasi dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami. Lahirnya ketentuan ini selain dimaksudkan untuk mendorong transparansi di negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, juga sebagai bentuk optimalisasi partisipasi masyarakat dalam mengawal pengelolaan keuangan atau anggaran negara yang marak di korupsi.

Dalam rangka mewujudkan ketentuan tersebut, Presiden mengeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Inpres tersebut ditujukan kepada seluruh kementerian/lembaga serta pemerintah daerah terkait upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Butir ke-45 yang termaktub dalam lampiran Inpres No. 17/2011 menjelaskan tentang rencana aksi pelaksanaan Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah (TPAD) dan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah lembaga yang bertanggungjawab untuk melaksanakan aksi tersebut.

Untuk menindaklanjuti tuntutan Pasal 9 UU KIP No. 14 Tahun 2008 dan Inpres No. 17/2011, Kemendagri mengeluarkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) No. 188.52/1797/SC/2012 tentang Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah (TPAD). Instruksi Mendagri tersebut memandatkan kepada seluruh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menyediakan menu konten dengan nama “Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah” dalam website resmi pemerintah, dan mempublikasikan beberapa data mutakhir (terbaru) pada menu konten tersebut. Ada atau tidak adanya permohonan informasi dari pemohon, data-data tersebut bersifat wajib untuk disediakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adapun data mutahkir yang dimaksud yaitu: (1) Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (RKA SKPD); (2) Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (RKA PPKD); (3) Rancangan Peraturan Daerah tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Raperda APBD); (4) Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (Raperda APBD-P); (5) Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Perda APBD); (6) Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (Perda APBD-P); (7) Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (DPA SKPD); (8) Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (DPA PPKD); (9) Laporan Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (LRA SKPD); (10) Laporan Realisasi Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (LRA PPKD); dan (11) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LPKD) yang telah diaudit.

Namun harus diakui bahwa tuntutan transparansi pengelolaan anggaran daerah tersebut masih menyisakan sejumlah permasalahan. Masih banyak pemerintah daerah yang tidak mengimplementasikan amanat UU KIP tersebut. Hasil survei transparansi pengelolaan anggaran daerah di 138 laman website pemerintah daerah yang dilakukan oleh Syamsul di tahun 2020, membuktikan bahwa rata-rata indeks transparansi anggaran daerah hanya sebesar 24,36 persen (Syamsul, 2020). Akibatnya, tidak heran sangat mudah menemukan praktek korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Berdasarkan laporan tren korupsi semester I Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2021, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota merupakan instansi yang paling banyak melakukan tindak pidana korupsi (ICW, 2021). 

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah dalam menyediakan akses yang mudah kepada masyarakat untuk mengetahui pengelolaan anggaran daerahnya, agar masyarakat bisa ikut andil dalam mencegah praktek korupsi dikalangan pemerintah daerah yang semakin hari semakin mengakar.

Selain itu, dengan tersedianya dokumen pengelolaan anggaran di laman website pemerintah, masyarakat akan lebih mudah melihat ketidaksesuaian anggaran dengan kondisi serta permasalahan yang terjadi di daerahnya, dan nantinya akan disuarakan dalam proses perubahan anggaran.

#Bersamarakyatberantaskorupsi

 

Ikuti tulisan menarik Fajrianto Rahardjo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler