Malam membisu sisakan derit tiang-tiang rumah panggung,
Sesekali angin tenggara bawa suara hingga ke cakrawala lautan bebas,
Bila halimun datang menyungkup bumbungan atap-atap rumbia,
Di kau pun berolah kisah pada mana indahnya masa muda,
Gelak tawamu sesekali memecah sunyi membelah malam melawan rongrong laron di sudut dipan,
Kau bilang,
"Seratus tahun sudah berlalu, tiada yang seperti beliau, selarik tinta pun tiada satu terwakilkan."
Oh, Kakakanda,
Malam ini biarkan Dinda menjamu dengan syair,
Sungguh tiada maksud tuk mengadu diksi,
Tapi rindu kepadanyalah yang menuntunku,
Di nirwana dalam balutan kehendakNya,
Saksikanlah seratus tahunmu digelar dalam kemegahan singgasana,
Ini memang jauh memadai dikala kau masih bersua,
Tapi berkat di kau,
Seribu generasi menghabiskan senja dan kopi pada tegukkan bait-bait bermakna,
Oh! Kakanda,
kutahu kau rindu Chairil Anwar,
Si binatang jalang itu mengukir kisah yang dalam pada benak semua orang,
Tapi laron dan derit tak lagi tergerus angin tenggara,
Malam sudah semakin matang,
Tandaskan kopimu mari usaikan cerita ini,
Biarkan esok menjadi pagelaran hidup beliau,
#LombaPuisiTerokaIndonesiana
#100tahunChairilAnwar
Rumah Buku Firza, 2022
Ikuti tulisan menarik Romi Assidiq lainnya di sini.