UI GreenMetric: Membangun Budaya dan Komitmen Bersama Green Campus Berkelanjutan

Sabtu, 30 Juli 2022 15:33 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kampus Hijau hendaknya jangan hanya sebatas sebuah labeldan simbolisme untuk mengejar sertifikat ranking semata. Kampus Hijau harus menjadi Gerakan Budaya untuk melestarikan bumi secara bersama. Sebuah kesadaran diri bersama untuk melestarikan dan membangun lingkungan yang berkelanjutan. Universitas (kampus) harus hadir dan menjadi episentrum dalam gerakan ini, dengan membangun jejaring kemitraan (network) di antara perguruan tinggi (nasional dan internasional), dan seluruh komponen masyarakat.

Universitas Indonesia GreenMetric World University Rankings (UIGMWUR) adalah sebuah inisiatif kampus yang dibentuk tahun 2010 untuk melakukan pemeringkatan universitas di seluruh dunia dalam ikhtiar bersama membangun lingkungan kampus hijau secara berkelanjutan. Ikhtiar ini dilakukan dengan cara menilai dan membandingkan sejauh mana usaha yang dilakukan dunia pendidikan terhadap pembangunan yang berkelanjutan, riset yang berkelanjutan, penghijauan kampus, dan pengaruh sosialnya. Pada tahun 2021 UIGMWUR telah memiliki partisipan dari 956 universitas yang tersebar di 80 negara.

Selain melakukan perankingan, UIGMWUR juga memiliki beragam agenda penting nasional dan internasional. Seperti workshop, lokakarya, konferensi, dan pameran, leader meeting, dan penyediaan bahan-bahan kuliah secara online (online courses) bertemakan tentang lingkungan hijau.

Salah satu agenda penting UIGMWUR tahun 2022 adalah Lokakarya Kelompok Kerja Infrastruktur dan Lingkungan Kampus (TILIK) yang diselenggarakan di UII Yogyakarta (27—28/07/2022). Tema yang diangkat adalah Kampus Hijau sebagai Implementasi Lingkungan Berkelanjutan.

 Lokakarya dihadiri oleh 75 peserta dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Penulis hadir mewakili Universitas Terbuka. Hadir pula secara daring, Prof. Dr. Riri Fitri Sari, M.Sc., MM., (Ketua UIGM), dan Prof. Dr. Ir. Ambariyanto, M.Sc., (Koord. UIGMWUR), dan Asst. Prof. Junaidi, S.S., M.A (wakil ketua bidang Program, Komunikasi, dan Kemitraan).

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam kata sambutannya, Rektor UII Prof. Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc. menyadarkan kita akan tujuan utama dari UIGM. Menurut beliau, “Kampus Hijau hendaknya jangan hanya sebatas sebuah label, simbolisme, untuk mengejar sertifikat ranking. Kampus Hijau harus menjadi gerakan budayauntuk melestarikan bumi secara bersama. Sebuah kesadaran diri bersama untuk melestarikan dan membangun lingkungan yang berkelanjutan.” Jika kesadaran dan budaya ini hilang tertelan oleh kemewahan sertifikat dan ranking, maka esensi dari inisiatif UIGMWUR akan hilang.

Universitas (kampus) harus hadir dan menjadi episentrum dalam gerakan ini, dengan membangun jejaring kemitraan (network) di antara perguruan tinggi (nasional dan internasional), dan seluruh komponen masyarakat. Tujuannya adalah membangun dan meningkatkan kesadaran dan membangun budaya bersama seluruh civitas academica, dan masyarakat tentang permasalahan lingkungan yang keberlanjutan.

Jika kesadaran ini telah tumbuh, maka pada akhirnya akan menjadi kebiasaan, dan budaya. Kesadaran dan budaya lingkungan berkelanjutan ini sangat krusial, karena dunia saat ini tengah menghadapi masalah yang tak pernah terjadi sebelumnya seperti peningkatan populasi secara eksponensial, pemanasan global, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, ketergantungan kepada minyak.

Salah satu komponen penting dalam pembangunan berkelanjutan di lingkungan kampus adalah infrastruktur bangunan. Bagaimana tata bangunan yang baik, dan bagaimana menyelaraskannya dengan lingkungan kampus, sehingga terwujud kampus hijau (green campus) yang dicitakan, merupakan agenda utama yang dibahas selama lokakarya. Dalam konteks infrastruktur (bangunan), kampus hijau tidak harus dimaknai sebagai kampus yang penuh dengan tumbuhan/tanaman hijau, melainkan juga terkait dengan “tata bangunan” yang menghadirkan lingkungan bangunan kampus yang aman, nyaman, sejuk, asri, dan indah.

Ada beberapa bahasan penting selama lokakarya terkait dengan infrastruktur ini dalam konteks pengembangan kampus hijau.

Pertama, digitalisasi kampus. Program ini sangat penting agar tercipta data infrastruktur yang terintegrasi (gedung, lahan, lingkungan, mekanik-elektrik-plumbing) yang tersedia secara digital, bersifat otomatis, dan mudah diakses sesuai kebutuhan. Salah satu yang bisa dilakukan dalam rangka digitalisasi kampus adalah mengembangkan sebuah sistem informasi dan pemodelan atas seluruh bangunan yang ada secara terintegrasi menggunakan Building  Information Modelling (BIM)”. Sehingga semua data Gedung—termasuk desain gambar dan arsitektur bangunan—di kampus dapat teridentifikasi dan terintegrasi dalam format 3D. digitalisasi ini juga terkait dengan pembentukan dan pengembangan budaya digital (digital culture) di kalangan kampus. Program ini menjadi good practice dari Tim Infrastruktur UII Yogyakarta.

Kedua, pengembangan infrastruktur kampus berdasarkan konsep triple bottom line. Ini merupakan sebuah konsep bisnis  berkelanjutan yang mengukur nilai kesuksesan sebuah perusahaan menggunakan tiga kriteria, yaitu Planet (Lingkungan), People (Sosial), dan Profit (Ekonomi) (3P). Dengan konsep 3P pembangunan infrastruktur kampus tidak hanya terpaku pada keuntungan finansial saja (profit), tetapi juga memperhitungkan dampaknya terhadap para pegawai (people), dan terhadap lingkungan (planet).

Ketiga, pengelolaan sampah (waste management). Walaupun sulit untuk mencapai “zero waste”, tetapi kampus perlu menyiasatinya melalui program-program yang progresif. Konsep ini ditawarkan oleh kampus Universitas Telkom melalui “Tel-U I-Want Frame Work”. Program ini menawarkan program bagaimana mengubah sampah dari masalah menjadi berkah. Bagaimana sampah kemudian setelah diolah bisa menghasilkan profit secara ekonomi (monetisasi).

Keempat, Konservasi Flora. Tak salah jika flora berada di paling hulu dalam rantai makanan, karena semua mahluk hidup sangat tergantung pada eksistensi flora. Program ini ditawarkan oleh kampus UNNES yang memang memiliki visi “menjadi universitas berwawasan konservasi”. Konsep ini ini mengedepankan upaya pengelolaan tapak kampus berbasis konservasi lahan dan pengendalian air permukaan, pengelolaan transportasi, kendaraan bermotor, sepeda dan pedestrian serta perparkiran yang lebih ramah lingkungan serta pengelolaan keamanan dan mitigasi kebencanaan, pengelolaan limbah dan sampah yang lestari. Tujuan akhirnya adalah tewujudnya lingkungan kampus yang nyaman, indah, dan sehat

Kelima, Komitmen Bersama. Konsep ini menjadi salah satu simpulan akhir lokakarya terkait dengan “visi dan misi UIGMWUR”. Bahasan ini muncul dan menjadi bahan diskusi yang sangat menarik di dalam diskusi kelompok II (Visi Bangunan Hijau). Pemikiran ini ditawarkan oleh penulis karena melihat adanya beberapa kendala dan masalah terkait dengan sinergitas dan integrasi antar-unit kampus, dan akselerasi peran civitas academika dalam program kampus hijau, terutama di kampus-kampus swasta. Fenomena klasik “sekat-sekat birokrasi” atau “ego-sektoral” di lembaga dan organisasi manapun niscaya adanya. Faktor ini kerap dituding sebagai biang kerok permasalahan yang ada, dan tidak mudah dicairkan. Apalagi, tidak semua kampus memiliki unit/departemen khusus yang mengelola dan bertanggung jawab atas pengembangan kampus hijau.

Mungkin “Leader Meeting” sudah menjadi salah satu agenda penting dalam forum UIGMWUR. Tetapi, tidak ada salahnya agenda ini lebih digiatkan dalam rangka untuk membangun kesadaran dan komitmen bersama di kalangan pimpinan perguruan tinggi (Rektor, Ketua Yayasan) membangun lingkungan kampus yang berwawasan lingkungan berkelanjutan. Setidaknya dalam forum UIGMWUR ada 2(dua) forum besar, yaitu Forum Pimpinan yang fokus pada perumusan visi, misi, dan kebijakan umum bersama kampus hijau, dan Forum Teknis yang fokus pada teknis-operasional pengembangan kampus hijau.

Komitmen Bersama ini menjadi sangat krusial, jika sudah masuh ke ranah “pembiayaan”. Komitmen yang kuat dan berkelanjutan dari pimpinan tertinggi kampus dan Yayasan merupakan keniscayaan. Membangun digitalisasi melalui sistem pemodelan ala BIM seperti di kampus UII; mengembangkan projek “Tel-U I-Want Frame Work” seperti di kampus Telkom-U; atau pengalokasian dana setiap unit hingga 20% untuk konservasi ala kampus UNNES, adalah program dan projek berbiaya besar. Eksekusinya sangat memerlukan komitmen kuat dari pimpinan tertinggi kampus dan yayasan.

Selamat berjumpa lagi di Universitas Wiraradja, Sumenep Madura di Tahun 2-23.

Salam Kampus Hijau.

 

Tangsel, 30 Juli 2022.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mohammad Imam Farisi

Dosen FKIP Universitas Terbuka

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler