x

gambar paradoks demokrasi

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Selasa, 2 Agustus 2022 08:06 WIB

Paradoks Kehidupan

Salah satu masalah dalam hidup ini adalah memahami paradoksnya. Inilah yang membingungkan banyak orang. Bagaimana kita mesti menyikapinya? Sila baca sampai tuntas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Paradoks kehidupan

Bambang Udoyono, penulis buku

 

Kadang kita sulit memahami kehidupan ini.  Tidak jarang kita dalam hati bertanya  mengapa terjadi begini, mengapa terjadi begitu.  Meskipun demikian, seorang Muslim harus menerima dengan lapang dada semua kejadian yang dialami.  Dengan kata lain seorang Muslim harus rido dengan semua ketentuan, semua takdir Allah.  Seperti dalam artikel kemarin, Maulana Jalaludin Rumi dengan indah mengibaratkan manusia sebagai Guest House (penginapan) yang kadang mendapat tamu baik dan kadang dapat tamu bawel. Semuanya harus disambut dengan ramah dan dihormati.    Salah satu kesulitan memahami itu adalah karena di dalam kehidupan terdapat banyak paradoks.  Nah berikut ini ada sebuah puisi dari Rumi yang bisa membantu kita memahami paradoks kehidupan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mari kita bahas.  Inilah dia puisinya.

 

“Knock, And He'll open the door

Ketuklah, dan Dia akan membuka pintu
Vanish, And He'll make you shine like the sun

Hilanglah, dan Dia akan membuatmu bersinar bagaikan matahari
Fall, And He'll raise you to the heavens

Jatuhlah dan Dia akan mengangkatmu ke langit
Become nothing, And He'll turn you into everything.

Tidak jadi apapun dan Dia akan menjadikanmu apapun

 

Tafsir saya atas puisi tersebut begini.

Ketuklah pintu dan Dia akan membuka

Saya yakin ini adalah anjuran untuk mendekati, menghambakan diri kepada Allah swt.  Ada hadist yeng menerangkan bahwa jika seorang hamba mendekati maka Allah pasti akan mendekat juga dengan lebih cepat.  Tidak ada pendekatan yang sia sia, asal dilakukan dengan sepenuh hati.  Kalimat ini ada di tempat pertama, artinya inilah kuncinya.  Inilah faktor yang menentukan keberhasilan manusia tidak hanya di dunia tapi sampai di akherat.  Tanpa mendekati Allah manusia bisa saja sukses tapi hanya di dunia.   

Hilanglah, dan Dia akan membuatmu bersinar bagaikan matahari.
Baris ini adalah metafora.  Maksudnya adalah anjuran untuk menguasai ego.  Manusia adalah hamba Allah jadi harus tawadu, merendahkan diri, tidak arogan, tidak takabur.  Justru dengan sikap inilah manusia akan ‘bersinar’.    Para nabi, para ulama adalah contohnya. 

Jatuhlah dan Dia akan mengangkatmu ke langit.

Baris ini adalah anjuran untuk merendah juga.  Jatuh adalah metafora.  Bukan anjuran untuk jatuh dalam karir atau fisik.  Ini adalah anjuran untuk tawadu.  Tidak takabur.  Tidak membesarkan diri sendiri.  Justru dengan menghambakan diri kepada Allah, maka manusia akan diangkat derajatnya. 

Tidak jadi apapun dan Dia akan menjadikanmu apapun.

Lagi lagi baris ini juga merupakan anjuran untuk tidak meninggikan diri sendiri, tidak takabur.  Justru dengan sikap demikian manusia akan bisa menjadi apa saja, terserah keputusan Allah.  Ini anjuran untuk bersikap semèlèh atau menyerahkan diri kepada Allah swt.

Allah swt berfirman di dalam AL Qur’an:

"Dan pada sebagian malam, dirikanlah sholat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu. Semoga Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS.Al-Isra:79)

Kendalaya adalah nafsu dan  ego.  Kalau nafsu dan ego sudah ditaklukkan manusia justru akan mendapat banyak karena kita akan bisa memberi zakat,  infak dan sedekah.  Dengan demikian justru akan dilipatgandakan rejeki kita.  Siapa memberi akan mendapat balasan yang lebih baik daripada apa yang diberikan. Itulah janji Allah di dalam Al Qur’an.  Sedekah terbaik adalah sedekah yang dilakukan di saat sempit.

Pikiran logis matematis juga jadi kendalanya.  Ada yang mengatakan pikiran otak kiri.  Ketika penghasilan kita pas pasan, bagaimana mungkin memberi orang.  Demikian kata pikiran otak kiri yang matematis.

Meskipun demikian perlu diingat bahwa sedekah bukan hanya dengan uang atau harta saja.  Memberi bisa berupa ilmu, informasi dan bahkan senyumpun bisa jadi sedekah.  Mendamaikan orang bertikai juga pemberian berharga.  Menciptakan suasana yang baik sehingga orang bisa berkarya juga pemberian yang baik sekali.

Jadi saya menafsirkan puisi Rumi di atas sebagai anjurannya untuk mendekatkan diri, menghambakan diri kepada Allah swt.  Dia menganjurkan manusia untuk tawadu, atau merendahkan diri.  Dengan demikian justru manusia mendapat banyak keuntungan.  Manusia akan ditinggikan, dimuliakan, dijadikan apa saja sekehendak Allah SWT.  Manusia seperti itu akan ‘bersinar’. Itulah saya kira substansi puisi Rumi.  Semoga bermanfaat.

 

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu